Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

BETANG, HASIL ARSITEK MASA LAMPAU

Minggu, 12 Mei 2013 | 23:58 WIB Last Updated 2014-04-11T17:52:49Z
DENI (tengah, baju putih), saat bersama rekan KKN
dan beberapa Turis.

SUKU DAYAK, sejak lahirnya merupakan suku yang paling menghargai apa yang terdapat di sekelilingnya tidak hanya hubungan dengan alam namun antar sesama manusia. Hidup berdampingan dengan alam membuat merekalah yang paling mengerti bagaimana manjaga hutan saat ini. Seperti halnya suku dayak yang masih banyak hidup berdampingan dengan alam. Mereka memperlakukan alam dengan sangat bijak selain itu juga masih menjaga dan melestarikan rasa kebersamaan, gotong royong dan, adat-istiadat.


Deni, salah satu mahasiswa FKIP Untan Prodi Bahasa Inggris semester sepuluh ini, berbagi pengalamannya saat melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN) rutinitas tahunan mahasiswa yang dilaksanakan kurang lebih selama dua minggu pada awal Febuari 2012 lalu, di Desa Saham Kec. Sengah Temila, Kabupaten Landak. Ia sempat tinggal di sebuah rumah panjang yang kita kenal sebagai Rumah Bentang.

Rumah Betang adalah sebuah peninggalan sejarah massa lalu dan masih terus dilestarikan dan dipertahankan oleh masyarakat Dayak hingga kini. Sebuah peninggalan sejarah masa lalu yang menceritakan secara tersirat kehidupan suku Dayak yang keras dan panjang di masa lampau dalam hidup berdampingan dengan alam. Rumah Betang yang telah berdiri sejak ratusan tahun lalu tersebut mengambarkan suku Dayak bukanlah suku yang terbelakang secara kebudayaan. Rumah Betang tidak akan berdiri jika suku Dayak tidak mampu menyimpulkan apa yang diajarkan alam kepada mereka tentang bagaimana selamat dari bahaya yang mengancam di alam seperti binatang buas dan lain-lain. Hasil dari cita, rasa dan karsa diolahmenjadi sebuah pengetahuan yang rasional tentang hidup berdampingan dengan alam, secara bersama dan kolektif.

“Pengetahuan tentang bagaimana memperlakukan alam, bagaimana hidup berdampingan dengan alam, apa yang akan terjadi jika alam dirusak terus diajarkan kepada generasi penerus mereka. Memahami bahwa sebuah materi di dunia ini pasti akan berkembang kearah yang lebih baik dari sebelumnya”,  tutur Deni menegaskan.

Rumah Betang yang berdiri 1 sampai 2 meter diatas tanah dan memiliki panjang hingga ratusan
meter tersebut harus matang dalam perencanaannya. Jika pondasi rumah tersebut rapuh maka puluhan keluarga akan terancam nyawanya. Sesungguhnya dengan melihat hal tersebut, suku Dayak telah melahirkan seorang arsitektur yang hebat pada massa lampau. Mereka mampu menuangkan hasil pemikiran
yang gemilang tersebut dalam bentuk sebuah karya yang sangat megah dan bersejarah. Walaupun saat itu belum ada tekhnologi dalam proses perencanaannya, namun bangunan tersebut bisa kokoh hingga ratusan tahun lamanya dan mampu menahan orang puluhan keluarga yang tinggal didalamnya.

"Seperti lahirnya Candi Borobudur dan Candi Prambanan yang memiliki gaya arsitektur yang hebat dan unik. Rumah betang juga memiliki gaya arsitektur yang hebat dimasanya “, tambah Deni dengan kagumnya mengenang perjalanan KKN selama 2 minggu di Saham.

Pembangunan rumah betang bukanlah sesuatu hal yang mudah. Dengan tinggi dan panjangnya rumah betang tersebut, perlu sebuah kerjasama untuk merancang, membuat sampai penyelesaian akhir pembangunan rumah tersebut.

Salah satunya rumah betang yang terdapat di Desa Saham, Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak. Rumah panjang atau betang ini, memiliki panjang ±180 meter dihuni sekitar 36 kepala keluarga, mereka saling menjaga satu sama lainnya. Budaya kolektif yang dimiliki oleh suku Dayak merupakan budaya yang maju dan memiliki arti historis. Dengan budaya kolektif yang dimilikinya suku Dayak mampu menaklukkan alam yang ganas secara bersama-sama.

"Namun sayang, banyaknya investasi di sektor perkebunan, perkayuan dan pertambangan telah memicu kerusakan alam. Hal tersebut secara langsung telah membawa dampak yang sangat nyata di kehidupan bagi manusia terutama suku Dayak “,tegas Deni menjelasakan kepada Tim Jalur .

Institute Dayakologi menemukan jumlah rumah betang di penjuru Kalimantan Barat kini tak lebih dari 27 buah jumlah ini sudah berkurang pesat yang dulunya berjumlah ribuan rumah betang. Kini kita sebagai generasi muda terutama Suku Dayak wajib melestarikan apa yang telah di wariskan nenek moyang kepada kita sebagai generasi penerus dan tetap mempertahankan serta mengembangkannya.

"Sebagai generasi muda saya bangga akan sejarah perjalanan panjang suku dayak dengan menghasilkan maha karya rumah betang. Arsitektur yang sangat menawan, indah dan kokoh",  sela Deni berdecak kagum. (why/ Jalur Borneo)*
×
Artikel Terbaru Update