Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Bergantung Hidup Dengan Kopra

Kamis, 01 Mei 2014 | 03:30 WIB Last Updated 2014-05-23T02:10:54Z
Langkau Kopra milik Deli. Foto: Lina
Deli ketika itu sedang memilah kelapa di sebuah langkau (pondok) tempatnya memanggang kopra secara tradisional. Lebih kurang 20 meter dari langkau, terlihat rekan kerjanya yang sedang mengangkat kelapa dari parit serta beberapa orang yang sedang mengupas kelapa dengan semangat. Menurut pengakuan bang Deli, Ia sudah bekerja lebih-kurang 13 tahun sebagai petani kopra dan merasakan hasilnya yang cukup lumayan untuk bertahan hidup . Ia salah satu petani kopra yang lumayan sukses yang ada desa Sui. Kupah.
Untuk menemui Deli di Sui.Kupah kita haru menepuh Jalan yang penuh lubang dan berdebu ditambah teriknya matahari siang. Namun bagi siapapun yang sedang berada di Jalan ini, akan merasa terlindungi oleh pohon-pohon kelapa yang berjejer di sisi badan jalan dari teriknya matahari. Begitu banyaknya pohon kelapa dan semilir angin menyebabkan perjalanan ini terasa ringan. Jangan heran jika melihat banyak pohon kelapa karena Jalan menuju sungai Berkat Laut desa ini merupakan lahan perkebunan kelapa untuk menghasilkan kopra. Kopra merupakan penghasilan utama masyarakat dibeberapa desa di kecamatan Sui. Kakap, seperti desa Sui. Kupah dan desa jeruju Besar.

Ketika ditanya tentang kelebihan dalam usaha kopra ini, Deli menjelaskan bahwa dalam usaha kopra kerugian jarang terjadi. “Jika harga kopra sedang turun, maka kelapa bisa ditampung sampai harga kopranya mulai stabil, setelah itu barulah diolah menjadi kopra”, ungkapnya sembari tersenyum. Berangkat dari seorang pekerja yang mendapat upah dari petani kopra lain ia mendapatkan suatu pengalaman yang diterapkannya, membuat ia menjadi petani kopra yang sukses. “ Kopra yang saya olah, bisa saya jual sampai tiga kali dalam seminggu” ucap deli. Jumlah produksinya mencapai satu ton setengah setiap kali penjualan, dan nominal yang di dapat kurang lebih Rp 6 juta dalam setiap kali penjualan. Untuk mendapatkan kopra sebanyak satu ton setengah dibutuhkan sebanyak 6 ribu buah kelapa.

Potensi Usaha kopra juga disampaikan oleh Asbar (28) penduduk Sui Kupah lainnya, yang kurang lebih delapan bulan memulai usahanya sebagai petani kopra.” Awalnya saya menjual kelapa dagang dan kadang menjualnya ke RRC ( cina), namun di sana tidak semua jenis kelapa dagang laku terjual, karena ukuranya ada yang besar dan kecil, ukuran kelapa yang kecil itulah yang diolah menjadi kopra” ujarnya. Pria yang juga mempunyai usaha toko di pasar jeruju besar ini juga menambahkan bahwa ia juga membeli kelapa dari beberapa petani kelapa seperti dari desa punggur dan Sui. Itik. Dalam usaha pembuatan kopra tentunya mengalami kendala seperti ketika musim hujan tiba dan juga ketika banjir, jelasya dengan ekspresi wajah yang serius.

Usaha yang serupa juga digeluti oleh pak Masri (53) atau yang lebih dikenal dengan panggilan pak de engkong oleh penduduk setempat. “ saya mengawali usaha kopra sejak tahun 80an, awalnya hanya sebagai petani padi, tapi sebagai petani padi dirasa kurang mendukung untuk masa depan, saya menambah usaha dengan membeli kelapa dari petani dan mengolahnya menjadi kopra, setelah usaha kopra itu menghasilkan saya kembangkan lagi menjadi usaha sebagai pembeli gula merah atau gula kelapa” ucapnya dengan logat sambas bercampur melayu pontianak. Sekarang pak de lebih banyak mengolah kelapa sendiri dan mengurangi pembelian dari petani. Proses pengolahan kelapa menjadi kopra juga dikerjakannya bersama anggota keluarganya, tak kurang dari lima orang anaknya juga ikut membantu dalam proses pengolahanya.

Ketika beranjak ke desa Jeruju Besar saya menemui petani kopra yang merupakan orang nomor satu di desa ini, H. Abdurahman, SHi (49) namanya. Ia memilih usaha sebagai petani kopra karena melihat potensi desa Jeruju Besar yang banyak menghasilkan kelapa. Bukan hanya mengolah kelapa hasil kebun sendiri tetapi juga membeli kelapa dari petani di desanya, kemudian diolah menjadi kopra. Pak haji Remang begitu sapaan akrabnya, menceritakan banyaknya kopra yang dijualnya ke penampung tergantung banyaknya kelapa yang dibeli dari para petani dan kalau tidak ada hambatan seperti pasang surutnya air sungai, ia dapat menjual kopra sebanyak tiga kali disetiap minggunya. Setiap kali penjualan kopra yang dihasilkan sekitar satu ton setengah. Menurutnya, kelebihan usaha kopra jika dibandingkan dengan olahan kelapa lainya adalah jika mengolah kopra, tempurung kelapanya tidak dibuang karena bisa diolah menjadi arang briket. Disela-sela wawancara, ia juga menyampaikan harapanya kepada para pemuda Kalbar agar bisa memanfaatkan air kelapa yang terbuang sia-sia menjadi usaha yang bisa membantu perekonomian masyarakat petani kelapa.

Setelah mewawancarai pak Haji Remang, saya mendatangi sebuah tempat penampung kopra yaitu gudang milik pak Heng Chui, yang letaknya di seberang pasar desa Jeruju Besar. Ketika itu saya tidak dapat bertemu dengan Pak Heng Chui, yang dapat saya temui hanya anaknya, yang dikerap dipanggil Aan. Ia menjelaskan bahwa usaha yang sudah 14 tahun digeluti oleh ayahnya ini, selain membeli kopra dari masyarakat desa Sui. Kupah dan Jeruju Besar juga membeli kopra dari daerah lain seperti Kakap, telok pakedai dan Segedong. Harga kopra yang dibeli berpatokan dengan harga minyak mentah kelapa, yaitu harganya setengah dari harga minyak kelapa mentah. Ia menambahkan sedikitnya 15 ton kopra yang diangkut setiap harinya ke peniti menggunakan truk. Selain di jeruju Besar, pak heng chui juga mempunyai gudang di Tanjung dan Peniti. Gudang yang terletak di Peniti sekaligus menjadi pabrik penggilingan minyak mentah kelapa. Setelah menjadi minyak dikirim ke Siantan dan Jakarta. Tidak berhenti sampai disitu saja, ternyata kopra yang digiling menjadi minyak, menghasilkan limbah yang disebut dengan “bungkil”. Bungkil juga dijual ke kuching sebagai makanan ayam atau babi. Ia juga menyampaikan harapanya kepada para petani kopra, agar dalam proses pemanggangan harus melewati beberapa kali pemanggangan agar mendapatkan kopra yang berkualitas dan harga jualnya pun lebih tinggi.

Walaupun apa jenis usahanya, hendaknya kita lebih jeli melihat peluang usaha yang dapat kita kembangkan dan memanfaatkan kekayaan alam yang ada disekitar kita. Usaha yang ulet serta semangat yang kuat adalah kunci menuju sukses dalam memulai usaha. Sehingga kita bisa berperan dalam memajukan perekonomian kalbar. (Iina/ Jalur Borneo)
×
Artikel Terbaru Update