Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Cerpen "PUTRI MALAIKAT"

Jumat, 16 Mei 2014 | 11:43 WIB Last Updated 2014-08-16T19:08:38Z

BEBERAPA waktu terakhir ini aku selalu merindukan perempuan yang ikut bersama mimpiku. Ia selalu berkelebat disetiap pikiranku terlena. Tapi perempuan itu tak pernah bisa ku sentuh, atau kuapakan lagi. Hanya suaranya yang selalu singgah di telingaku. Aku kadang tertawa sendiri, entah gila atau sekedar terlena oleh sandiwara yang selalu kumainkan. Tapi bukan sandiwara percintaan seperti yang sering kulihat di sinetron-sinetron televisi atau film-film yang biasa ku. Entah sejak kapan perselingkuhan ganjil ini kumulai. Tiba-tiba segalanya mengalir begitu saja. Mulai dari bangun tidur sampai aku memejamkan mata, saat aku merasa sendirian, bayangan perempuan yang selalu lekat dengan kerudung lebar putih serta pakaiannya yang serba putih itu selalu mengikutiku. Sesekali mengirimiku selimut atau sekedar mengucapkan, “Selamat Mimpi Indah” kadang menyita waktu tidurku yang biasanya kumulai saat jarum jam di atas kepala atau kadang hampir pagi menjelang.
Aku merindukannya, tapi juga membencinya.

***

“MAAF anda siapa ya?” kataku suatu senja entah ke berapa kalinya.
“Anda tak perlu tahu siapa aku, seperti aku tak pernah mau tahu siapa kamu!”
Seperti biasa, selesai bicara dia selalu menaburkan bunga diatas kepalaku. Bunga yang tak berwarna dan tak pernah kering.

“Kamu mau apa dari ku?” ucapku lagi.
“Mauku yang kamu mau. Tak usah marah!

Nikmati saja permainan ini. Aku sengaja datang untuk menemanimu.
Dan aku tak pernah berniat jahat kepadamu. Maaf juga karena kamu tak bisa merabaku, seperti kamu meraba huruf-huruf di keyboard atau di kaca monitor. Kamu juga tidak bisa menghayalkanku, seperti saat kamu membuat cerita-cerita.”

Aku berfikir, apakah dia ini jin.

“Jangan kasar! Belum saatnya kamu tahu siapa aku. Mungkin aku lebih manusia dari pada kamu!!!”
Kemudian berkelebat secara perlahan, suara dan bayangan itu lenyap ditelan gerimis.
***

21 malam pun berlalu. Perempuan itu juga menghilang beberapa waktu. Tak pernah lagi kudengar suaranya. Aku rindu juga akan bayangan putihnya. Namun tak ada lagi yang menemaniku menghabiskan malam di sekitar rumah kontrakanku. Aku mulai membencinya, karena baru kusadari senja terasa asing tanpa kehadirannya. Kemudian dia muncul lagi, juga saat senja atau mulai malam.
Sejak itu aku menamainya ‘Perempuan Bayang Putih,’ karena memang dia sering datang dengan pakaian panjangnya berwarna putih bersih. Hanya sesekali tengah malam atau bahkan pagi-pagi sekali.
Dia juga sudah mulai mengucapkan, “Selamat pagi, bagaimana tidurnya semalam?”

Seperti biasa aku selalu mengatakan bangun kesiangan, karena semalaman terlalu asyik mengasah imajinasi.
“Jadi kamu lagi-lagi tidak melakukan kewajibanmu menghadap Penciptamu?”
“Ya, mungkin!,” ujarku santai.
“Sungguh sial nasibmu!”
“Tapi aku selalu bisa menikmati malam!”

Kemudian dia tertawa. Aku tak tahu maksudnya.

“Aku ingin menemanimu, dan aku ingin juga mengingatkanmu, itupun jika kamu tidak keberatan.”
“Aku pikir-pikir, tapi pasti aku akan memerlukanmu,” ujarku santai tapi serius.

Sejak saat itu, aku mulai tidak pernah bertemu dengannya. Entah beberapa lama. Aku pernah mencoba
mencarinya di mesjid atau musholla. Siapa tahu perempuan itu ada disana, atau dia berada pada salah satunya. Namun tetap saja hasilnya nihil. Tapi yang mengherankan dan membuatku penasaran, dia bisa muncul kapan saja dan menghilang semaunya. Kemudian setiap malam beranjak, aku juga sering mampir ke kampus-kampus, mesjid kampus, siapa tahu bayangan tersebut juga merupakan wujud nyata.

“Mencari siapa?” tanya seorang tukang parkir yang mungkin curiga melihat aku mondar-mandir di depan kampus, di wilayah penjagaannya.

“Mencari kawan.”
“Siapa namanya dan bagaimana ciri-cirinya?”
“Lupa namanya, tapi dia seorang perempuan, biasa berpakaian panjang berwarna putih.”
“Bingung saya, anda tidak tahu namanya. Kalau ciri-cirinya seperti itu mungkin saja di Mushola kampus, tu, coba masuk kesana,” kata penjaga parkir itu menunjuk kearah musholla kampus yang tidak begitu jauh dan diarahkan melalui telunjuknya.
“Terima kasih sekali.”

Aku mencarinya, sempat juga menunggu sampai habis waktu Isya, namun yang kucari tetap saja tak ku
temui. Dan kelewat seringnya sehingga aku putus asa mencarinya dan membiarkan saja semua pengalaman pribadiku itu.
***

ENTAH keberapa malam ku lalui dengan kesendirianku. Namun sekarang entah mengapa, perempuan itu hadir kembali, perasaan ku yang hampir kecewa dan sempat untuk melupakannya karena cukup lama dia tidak hadir menemaniku. Setelah sempat menghilang, perempuan itu selalu menemaniku lagi. Hampir setiap malam, kala aku sendiri. Ia perempuan yang kemudian  menjelma menjadi teman, pacar atau entah apa lagi. Dia selalu mengingatkanku untuk menghadap-Nya, saat aku hampir terlupa. Bahkan sebelumnya, dia yang mengingatkanku untuk menghadap Sang Pencipta karena, saat itu aku sangat menyepelekan yang namanya ibadah. Kadang aku sempat menamai perempuan berkerudung panjang dan berbayang putih bercahaya tersebut, sebagai “puteri malaikat,” mungkin julukan itu cukup berlebihan karena aku tidak pernah membaca atau mendengar ayat Al Qur’an yang menyebutkan malaikat itu punya puteri atau istri. Tapi maksudku bukan untuk hal yang ilmiah dan perlu dipercayai, tapi hanya sekedar julukan padanya. Perempuan yang selalu menemaniku di kala kesepianku, tanpa bisa disentuh, tanpa bisa kupandang wajahnya, tapi kuyakin dia perempuan yang luar biasa, karena merdu suaranya, dan indah tutur kata serta bahasanya. Dan pada akhirnya, aku sendiri tidak mengerti, apakah aku ini masih waras, dengan keadaan seperti itu. Atau juga apakah itu semua hanya imajinasiku. Padahal aku selalu bersamanya, saat kesepianku. Aku tidak merasa sendiri. Kadang ia juga hadir dalam mimpiku, tapi juga dalam kesadaranku.[*]

Pandan_putih ‘02 (Iskandar/ Mimbar Untan)
×
Artikel Terbaru Update