BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hakikatnya manusia adalah makhluk moral.
Untuk menjadi makhluk sosial yang memiiki kepribadian baik serta bermoral tidak
secara otomatis, perlu suatu usaha yang disebut pendidikan. Menurut pandangan
humanisme manusia memiliki kemampuan untuk mengarahkan dirinya ketujuan yang
positif dan rasional. Manusia dapat mengarahkan, mengatur, dan mengontrol
dirinya. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan ialah upaya untuk memajukan
perkembangan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani
(Slamet Sutrisno, 1983, 26). Perkembangan kepribadian seseorang tidak lepas
dari pengaruh lingkungan sosial budaya tempat tumbuh dan berkembangnya
seseorang (cultural backround of personality).
Setiap orang pasti akan selalu berusaha
agar segala kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi dengan baik sehingga dapat
mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Kebutuhan hidup manusia selain ada
kesamaan juga terdapat banyak perbedaan bahkan bertentangan antara satu dengan
yang lain. Agar dalam usaha atau perjuangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
tidak terjadi tabrakan antara yang satu dengan yang lain dalam masyarakat, maka
diperlukan adanya suatu aturan, norma atau kaidah yang harus dipatuhi oleh
segenap warga masyarakat. Oleh sebab itu di negara Indonesia, kehidupan manusia
dalam bermasyarakat diatur oleh hukum juga diatur oleh norma-norma agama,
kesusilaan, dan kesopanan, serta kaidah-kaidah lainnya. Kaidah-kaidah sosial
itu mengikat dalam arti dipatuhi oleh anggota masyarakat di mana kaidah itu
berlaku. Hubungan antara hukum dan kaidah-kaidah sosial lainnya itu saling
mengisi.
Di Indonesia sendiri, penegakan hukum selalu menjadi
suatu kewajiban yang mutlak harus diadakan dalam negara hukum yang berdasarkan
Pancasila. Kewajiban tersebut bukan hanya dibebankan pada petugas resmi yang
telah ditunjuk dan diangkat oleh Pemerintah akan tetapi adalah juga merupakan
kewajiban dari pada seluruh warga masyarakat. Bukan merupakan rahasia umum lagi
bahwa kadang-kadang terdapat noda hitam dalam praktek penegakan hukum yang
perlu untuk dibersihkan sehingga hukum dan keadilan benar-benar dapat
ditegakkan. Sebagai salah satu pilar yang sangat penting dalam sistem ketatanegaraan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), penyelesaian berbagai permasalahan
hukum yang dihadapi oleh bangsa Indonesia harus diakui tidak dapat dilakukan
dalam waktu singkat.
B. Rumusan
Masalah
1. Apakah hukum dan moralitas itu penting
dalam kehidupan bermasyarakat?
2. Bagaimana hubungan norma, etika, dan
hukum dalam kehidupan bermasyarakat?
3. Apa saja hambatan-hambatan yang
terjadi dalam penegakan hukum di Indonesia?
C. Tujuan
1. Mengetahui pentingnya hukum dan moralitas dalam
kehidupan bermasyarakat.
2.
Mengetahui hubungan norma, etika, dan hukum dalam
kehidupan bermasyarakat.
3. Mengetahui apa saja hambatan-hambatan yang terjadi
dalam penegakan hukum di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pentingnya Moral dan Hukum
Manusia dan hukum adalah dua identitas
yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam ilmu hukum, terdapat adagium yang
terkenal yang berbunyi: “Ubi societas ibi jus” (di mana ada masyarakat di situ
ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap pembentukan suatu bangunan struktur
sosial yang bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan bahan yang bersifat
sebagai “semen perekat” atas berbagai komponen pembentuk dari masyarakat itu,
dan yang berfungsi sebagai “semen perekat” tersebut adalah hukum.Untuk
mewujudkan keteraturan, maka mula-mula manusia membentuk suatu struktur tatanan
(organisasi) di antara dirinya yang dikenal dengan istilah tatanan sosial
(social order) yang bernama masyarakat. Guna membangun dan mempertahankan
tatanan sosial masyarakat yang teratur ini, maka manusia membutuhkan pranata
pengatur yang terdiri dari dua hal: aturan (hukum) dan si pengatur (kekuasaan).
Nilai moral dan hukum mempunyai
keterkaitan yang sangat erat sekali. Nilai dianggap penting oleh manusia itu
harus jelas, harus semakin diyakini oleh individu dan harus diaplikasikan dalam
perbuatan. Moralitas diidentikan dengan perbuatan baik dan perbuatan
buruk(etika) yang mana cara mengukurannya adalah melalui nilai- nilai yang
terkandung dalam perbuatan tersebut.
Pada dasarnya nilai, moral, dan
hukum mempunyai fungsi yaitu untuk melayani manusia. pertama, berfungsi
mengingatkan manusia untuk melakukan kebaikan demi diri sendiri dan sesama
sebagai bagian dari masyarakat. kedua, menarik perhatian pada
permaslahan-permasalahan moral yang kurang ditanggapi manusia. Ketiga,
dapat menjadi penarik perhatian manusia kepada gejala “Pembiasaan emosional”
Selain itu fungsi dari nilai, moral
dan hukum yaitu dalam rangka untuk pengendalian dan pengaturan. Pentingnya
system hukum ialah sebagai perlindungan bagi kepentingan-kepentingan yang telah
dilindungi agama, kaidah kesusilaan dan kaidah kesopanan karena belum cukup
kuat untuk melindungi dan menjamin mengingat terdapat kepentingan-kepentingan
yang tidak teratur. Untuk melindungi lebih lanjut kepentingan yang telah
dilindungi kaidah-kaidah tadi maka diperlukanlah system hukum.
K. Bertens menyatakan ada
setidaknya empat perbedaan antara hukum dan moral, pertama, hukum lebih
dikodifikasikan daripada moralitas (hukum lebih dibukukan daripada moral), kedua,
meski hukum dan moral mengatur tingkah laku manusia, namun hukum membatasi diri
pada tingkah laku lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap bathin
seseorang, ketiga, sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan
sanksi yang berkaitan dengan moralitas, keempat, hukum didasarkan atas
kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak negara sedangkan moralitas
didasarkan pada norma-norma moral yang melebihi para individu dan masyarakat.
B. Nilai Norma, Etika dan Moral Dalam
Kehidupan Bermasyarakat
a. Nilai Norma
Setiap orang pasti akan selalu berusaha agar segala
kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi dengan baik sehingga dapat mencapai
kesejahteraan dalam hidupnya. Kebutuhan hidup manusia selain ada kesamaan juga
terdapat banyak perbedaan bahkan bertentangan antara satu dengan yang lain.
Agar dalam usaha atau perjuangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tidak
terjadi tabrakan antara yang satu dengan yang lain dalam masyarakat, maka
diperlukan adanya suatu aturan, norma atau kaidah yang harus dipatuhi oleh
segenap warga masyarakat. Pengetian dari norma itu sendiri adalah ketentuan
yang berisi perintah-perintah atau larangan-larangan yang harus dipatuhi warga
masyarakat demi terwujudnya nilai-nilai.
Norma merupakan suatu aturan-aturan yang berisi perintah,
larangan, dan sanksi-sanksi bagi yang melanggarnya. Pada dasarnya norma
merupakan nilai, tetapi disertai dengan sanksi yang tegas terhadap
pelanggarnya. Norma merupakan aturan-aturan dengan sanksi-sanksi yang
dimaksudkan untuk mendorong bahkan menekan perorangan, kelompok, atau
masyarakat secara keseluruhan untuk mencapai nilai-nilai sosial.
Secara umum kita dapat membedakan norma menjadi dua norma
yaitu: norma khusus dan norma umum.
a.
Norma
Khusus adalah aturan yang berlaku dalam kegiatan atau kehidupan khusus,
misalnya aturan olahraga, aturan pendidikan, atau aturan sekolah dan
sebagainya.
b.
Norma Umum
adalah norma yang bersifat umum atau universal.
Didalam
kehidupan masyarakat terdapat norma-norma (aturan-aturan) yang mengatur
perilaku anggota masyarakat, yaitu sebagai berikut.
1.
Norma
Agama
Norma
agama bersumber dari ajaran agama. Nilai-nilai yang bersumber dari ajaran gama
bersifal absolut karena berasal dari Tuhan. Agama adalah suatu keyakinan yang
kebenarannya bersifat mutlak, tidak tergantung pada cara berfikir dan cara
merasa manusia. Ajaran agama berisi perintah, larangan dan kebolehan yang
disampaikan kepada umat manusia melalui Malaikat dan Rasul-Nya. Sanksi dari
norma agama berupa siksa di akhirat kelak. Contoh dari moral agama adalah beribadah,
dilarang berbohong, harus berbakti pada orang tua, dan lain-lain.
2.
Norma
Kesusilaan
Adalah
aturan hidup yang bersumber dari suara hati manusia tentang mana perbuatan yang
baik dan mana perbuatan tidak baik. Norma kesusilaan mendorong manusia untuk
memiliki akhlak mulia, dan sebaliknya bagi manusia yang melanggar norma
kesusilaan dapat menyeret manusia melakukan perbuatan yang nista. Sanksi
terhadap norma kesusilaan berupa rasa penyesalan diri. Contohnya adalah berlaku
jujur, berbuat baik terhadap sesama, dan lain-lain.
3.
Norma
Kesopanan
Adalah
aturan hidup bermasyarakat yang landasannya berupa kepatutan, kepantasan serta
kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Horma kesopanan sering disebut juga
dengan tata krama. Norma kesopanan ditunjukkan kepada sikap lahiriah setiap
anggota masyarakat emi ketertiban dan suasana keakraban dalam pergaulan hidup
bermasyarakat. Sanksi bagi yang melanggar adalah celaan dari masyarakat.
Contohnya adalah maka tidak boleh sambil bicara, orang muda harus menghormati
orang yang lebih tua, dan lain-lain
4.
Norma
Hukum
Norma
hukum adalah seperangkat peraturan yang dibuat oleh negara atau badan yang
berwenang.norma hukum berisi perintah negara yang dilaksanakan dan
larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan oleh warga negara.sifat dari norma
ini adalah tegas dan memaksa.
Sifat
”memaksa” dengan sanksinya yang tegas inilah yang merupakan kelebihan
dari norma hukum,jika dibandingkan dengan norma-norma yang lainnya.demi
tegaknya hukum,negara mempunyai lembaga beserta aparat-apratnya di bidang
penegakan hukum seperti polisi,jaksa,dan hakim.bila seseorang melanggar hukum, ia
akan menerima sanksinya berupa hukuman misalnya hukuman
mati,penjara,kurungan,dan denda. Contohnya adalah mematuhi rambu lalu lintas,
dilarang membunuh, dan lain-lain.
b. Hubungan
Antar-Norma
Kehidupan manusia dalam bermasyarakat, selain diatur oleh
hukum juga diatur oleh norma-norma agama, kesusilaan, dan kesopanan, serta
kaidah-kaidah lainnya. Kaidah-kaidah sosial itu mengikat dalam arti dipatuhi
oleh anggota masyarakat di mana kaidah itu berlaku. Hubungan antara hukum dan
kaidah-kaidah sosial lainnya itu saling mengisi. Artinya kaidah sosial mengatur
kehidupan manusia dalam masyarakat dalam hal-hal hukum tidak mengaturnya. Selain
saling mengisi, juga saling memperkuat. Suatu kaidah hukum, misalnya “kamu
tidak boleh membunuh” diperkuat oleh kaidah sosial lainnya. Kaidah agama,
kesusilaan, dan adat juga berisi suruhan yang sama.
Dengan demikian, tanpa adanya kaidah hukum pun dalam
masyarakat sudah ada larangan untuk membunuh sesamanya. Hal yang sama juga
berlaku untuk “pencurian”, “penipuan”, dan lain-lain pelanggaran hukum.
Hubungan antara norma agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum yang tidak dapat
dipisahkan itu dibedakan karena masing-masing memiliki sumber yang berlainan.
Norma Agama sumbernya kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Norma
kesusilaan sumbernya suara hati (insan kamil). Norma kesopanan sumbernya
keyakinan masyarakat yang bersangkutan dan norma hukum sumbernya peraturan
perundang – undangan.
Fungsi norma sosial di dalam kehidupan bermasyarakat adalah
sebagai pedoman hidup yang berlaku bagi semua anggota masyarakat pada wilayah
tertentu; memberikan stabilitas dan keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat;
mengikat warga masyarakat, karena norma disertai dengan sanksi dan aturan yang
tegas bagi para pelanggarnya; menciptakan kondisi dan suasana yang tertib dalam
masyarakat; dan adanya sanksi yang tegas akan memberikan efek jera kepada para
pelanggarnya, sehingga tidak ingin mengulangi perbuatannya melanggar norma.
Berdasarkan kekuataan daya pengikatnya,norma-norma sosial
dibagi menjadi tata cara (usage), kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores),
adat-istiadat(customs), dan hukum (laws).
a. Tata cara (usage)
Proses interaksi yang terus-menerus akan melahirkan
pola-pola tertentu yang dinamakan tata cara(usage). Tata cara merupakan
norma yang menunjukan pada suatu bentuk perbuatan dengan sanksinya ringan
terhadap pelanggarnya dibandingkan norma lainnya. Misalnya, pada waktu makan
bersendawa atau mendecak, tidak mencuci tangan sebelum makan. Pelanggaran
terhadap norma ini tidak akan mengakibatkan sanksi berat, melainkan hanya
sekedar celaan atau dinyatakan tidak sopan oleh orang lain.
b.
Kebiasaan
(folkways)
Kebiasaan adalah perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk
yang sama. Kebiasaan memiliki kekuatan yang lebih besar daripada tata
cara, misalnya memberikan salam pada waktu bertemu, membungkukan badan sebagai
tanda penghormatan kepada orang yang lebih tua. Sanksinya yang akan
diterima bagi pelanggarannya dapat berupa teguran, sindiran, digunjingkan, dan
dicemooh.
c.
Tata
Kelakuan (mores)
Tata kelakuan merupakan norma yang bersumber pada ajaran
agama, filsafat, nilai kebudayaan atau ideologi yang dianut oleh masyarakat.
Tata kelakuan adalah aturan yang berlandaskan pada apa yang baik dan seharusnya
dilakukan manusia. Apabila orang melanggar kebiasaan akan dianggap aneh, tetapi
kalau melanggar tata kelakuan akan disebut jahat. Contohnya adalah larangan
berzinah, berjudi, minum-minuman keras ,penggunaan narkoba. Pelanggaran
terhadap tata kelakuan ini mengakibatkan sanksi yang berat, misalnya diusir
dari kampungnya sehingga mores juga disebut norma berat.
d.
Adat
– Istiadat (customs)
Adat istiadat
merupakan norma yang tidak tertulis namun sangat kuat mengikatnya sehingga
anggota-anggota masyarakat yang melanggar adat-istiadat akan menderita yang
kadang-kadang secara tidak langsung dikenakan. Contohnya adat istiadat yang
berlaku di masyarakat lampung, seorang suami tidak boleh menceraikan istrinya
apabila terjadi perceraian maka tidak hanya bersangkutan yang tercemar namanya,
tetapi seluruh keluarganya bahkan sukunya. Sanksinya berupa pengucilan,
dikeluarkan dari masyarakat/sukunya atau harus memenuhi persyaratan
tertentu, seperti upacara adat.
e.
Hukum(laws)
Hukum merupakan norma yang bersifat formal,berupa aturan
tertulis yang dibuat oleh lembaga yang berwenang dan memiliki sanksi yang tegas
dan memaksa.
c. Nilai Etika
Istilah
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos
sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu :
tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat,
akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat
kebiasaan. Filsafat etika adalah salah satu cabang filsafat yang mengkaji
tentang hakikat baik buruk tingkah laku manusia. Oleh karena itu etika
diartikan filsafat tingkah laku atau lebih tepatnya ilmu yang membahas atau
mempelajari perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat
dipahami oleh pikiran manusia. Etika berupa aturan – aturan, misalnya etika
pergaulan yaitu aturan bagaimana bergaul yang baik, kode etik guru, kode etik
dokter, kode etik jaksa, dan lain-lain. Tujuan untuk mempelajari etika adalah
Untuk mendapatkan konsep yang sama mengenai penilaian baik dan buruk bagi semua
manusia dalam ruang dan waktu tertentu.
Etika memberi pegangan atau orientasi dalam
menjalani kehidupan di dunia ini. Ini berarti tindakan manusia selalu
mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapainya. Etika ada dua yaitu etika
deontologi dan etika teleologi. Etika deontologi menekankan manusia untuk
bertindak secara baiki. Suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan
berdasakan akibat atau tujuan baik pada dirinya sendiri. Tindakan itu bernilai
moral karena tindakan itu dilaksanakn berdasarkann kewajiban yang memang harus
dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu. Etika
deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak yang kuat dari
pelaku. Kemauan baik harus dinilai baik pada dirinya sendiri terlepas dari
apapun juga.n maka, dalam menilai seluruh tindakan, kemauan baik harus selalu
dinilai9 pertama dan menjadi kondisi dari segalanya.
Etika teleologi mengukur baik buruknya suatu tindakan
berdasarkan tujuan yang akan dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan
nakibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Suatu tindakan dinilai baik, kalau
bertujuan mencapai sesuatu yang baik, atau kalau akibat yang ditimbulkannya
baik dan berguna. Etika teleologi lebih situsional, karena tujuan dan akibat
suatu tindakan bisa sangat tergantung pada situasi khusus tertentu. Karena itu,
setiap norma dan kewajiban moral tidak bisa berlaku begitu saja dalam setiap
situasi.
Etika secara umum dapat dibagi menjadi etika umum yang
berisi prinsip serta moral dasar dan etika khusus atau etika terapan yang
berlaku khusus. Etika khusus ini masih dibagi lagi menjadi etika individual dan
etika sosial. Etika sosial ada enam yaitu sikap terhadap sesama; etika
keluarga; etika profesi misalnya untuk pustakawan; arsiparis; dokumentalis;
pialang; informasi; etika politik; etika lingkungan hidup; dan kritik ideologi.
d. Nilai Moral
Ditinjau dari sudut
etimologis, kata moral berasal dari kata mos, bentuk jamaknya mores yang
berarti adal istiadat atau kebiasaan. Moral (Bahasa
Latin Moralitas) adalah istilah manusia
menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai
positif. Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan
yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan
pengalaman, tafsiran, suara hati,
serta nasihat, dan lain-lain. Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan,
ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk.
Manusia yang tidak memiliki
moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai
positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus
dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan
dengan proses sosialisasi
individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi.
Moral dalam zaman
sekarang memiliki nilai implisit karena banyak orang yang memiliki moral atau
sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit.
Moral itu sifat dasar yang
diajarkan di sekolah-sekolah
dan manusia harus memiliki moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral
adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian
terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.Moral adalah
perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia.
Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di
masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan
masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral yang baik, begitu juga
sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Setiap budaya memiliki
standar moral yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dan
telah terbangun sejak lama.
Ciri manusia bermoral
atau manusia tidak bermoral, jika dilihat dari pengertian dan beberapa
istilah terkait pengertian moral ciri orang bermoral dan tidak bermoral adalah
jika seseorang melakukan tindakan sesuai dengan nilai rasa dan budaya yang
berlaku ditengah masyarakat tersebut dan dapat diterima dalam lingkungan
kehidupan sesuai aturan yang berlaku maka orang tersebut dinilai memiliki moral.
Kata moral atau akhlak sering kali digunakan untuk menunjukkan pada
suatu perilaku baik atau buruk, sopan santun dan kesesuaiannya dengan
nilai-nilai kehidupan pada seseorang.
Moral berkaitan dengan
masalah perbuatan manusia, pikiran serta pendirian tentang apa yang baik dan
apa yang tidak baik, mengenai apa yang patut dan tidka patut untuk dilakukan
seseorang. Dikatakan moralnya baik apabila sikap, tingkah laku dan perbuatannya
sesuai dengan pedoman sebagaimana digariskan oleh ajaran Tuhan. Sanksi moral
itu sendiri berupa sanksi dari Tuhan yang ditimpakan kelak diakhirat, sanksi
pada diri sendiri yang bersifat kejiwaan (sedih, resah, malu,dsb), dan sanksi
yang berasal dari keluarga atau masyarakat (dicemooh, dicela, dikucilkan,dsb).
e. Hubungan Antar Etika dan Moral
Etika berupa aturan-aturan, misalnya etika pergaulan yaitu
aturan bagaimana bergaul yang baik, kode etik guru, kode etik dokter, kode etik
jaksa, dsb. Kalau etika berupa aturannya, maka moral merupakan buah atau
hasilnya. Contoh : seseorang yang selalu mematuhi etika, maka orang tadi
dikatakan bermoral, atau moralnya baiik. Sebaliknya seseorang yang selalu atau
sering melanggar etika, dikatakan moralnya buruk, atau amoral. Jadi antara
etika dengan moral hubungannya sangat erat.
Selain itu jika dilihat dari segi istilah, moral berasal
dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya
yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat.
Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata
’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai
arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama
dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan
norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja
yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Jadi bila kita
mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita
menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang
berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu
bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan
norma-norma yang tidak baik.
Jadi yang membedakan antara etika dengan moral yaitu apabila
etika yang dijadikan sebagai tolak ukur untuk mengukur tingkah laku manusia
adalah pikiran atau akal sedangkan apabila moral yang dijadikan sebagai tolak
ukur untuk mengukur tingkah laku manusia adalah budaya, adat istiadat,
kebiasaan, dan lainnya yang berlaku di masyarakat. Etika dan moral sama artinya
tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral di pakai untuk
perbuatan yang sedang di nilai, sedangkan etika di pakai untuk system nilai
yang ada.
f. Hubungan Antara Etika, Norma dan Hukum
Jika kita membahas tentang norma, etika, dan hukum tentunya
kita tidak dapat melepaskannya dari segi moral. Dari arti kata, etika dapat
disamakan dengan moral. Moral berasal dari bahasa latin mos yang berarti adat
kebiasaan. Beberapa ahli memiliki pendapat yang berbeda-beda tantang hubungan
antara moral dan etika. Menurut Lawrence Konhberg terdapat hubungan antara
moral dengan etika. Menurut Lawrence Konhberg pendidikan moral merupakan dasar
dari pembangunan etika. Pendidikan moral itu sendiri terdiri dari ilmu sosiologi,
budaya, antropologi, psikologi, filsafat,pendidikan, dan ilmu poitik. Pendapat
Lawrence Konhberg berbeda dengan pendapat Sony Keraf. Soni Keraf membedakan
antara moral dengan etika.
Nilai-nilai moral mengandung nasihat, wejangan, petuah,
peraturan, dan perintah turun temurun melalui suatu budaya tertentu. Sedangkan
etika merupakan refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma manusia
yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan perilaku hidup manusia. Karena
etika dan moral saling mempengaruhi, maka keduanya tentu memiliki hubungan yang
erat dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Norma sebagai bentuk
perwujudan dari etika dan moral yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Norma
tersebut dapat berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Meski
tiap daerah memiliki norma yang berbeda-beda namun tujuannya tetap sama yaitu
mengatur kehidupan bermasyarakat agar tercipta suasana yang mendukung dalam
hidup bermasyarakat.
Sedangkan hukum merupakan suatu bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat yang memiliki etika, moral, dan
norma-norma didalamnya Hukum berperan sebagai `penjaga` agar etika, moral, dan
norma-norma dalam masyarakat dapat berjalan dengan baik. Apabila terjadi
pelanggaran terhadap etika,moral, dan norma maka hukum akan berperan sebagai
pemberi sanksi. Sanksi tersebut dapat berupa sanksi sosial sebagai akibat dari
pelanggaran norma-norma sosial masyarakat dan sanksi hukum apabila norma-norma
yang dilanggar juga termasuk dalam wilayah peraturan hukum yang berlaku.
C.
Pentingnya Moralitas Hukum dan
Hambatan-hambatannya
1.
Pentingnya Moralitas
Berbicara tentang Moralitas, mari kita lihat terlebih dahulu
di dalam Kamus Bahasa Indonesia apa definisi tentang moralitas, Moralitas
berarti Budi Pekerti, Sopan Santun, Adat Kesopanan. Sementara kata Moralitas,
berasal dari kata “Moral” dan moral di dalam kamus didefinisikan sebagai ajaran
tentang baik buruk yang diterima umum mengenai budi pekerti. Moralitas adalah
sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan
buruk (Bertens,2002:7). Jadi, jika kita berbicara tentang ”Moralitas atau
Moral” pasti kita merujuk kepada cara berfikir dan bertindak yang dilandasi
oleh budi pekerti yang luhur. Istilah moral juga biasanya dipergunakan untuk
menentukan batas-batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai
dinyatakan benar, salah, baik, buruk, layak atau tidak layak, patut maupun
tidak patut. Moralitas dapat berasal dari sumber tradisi atau adat,
agama atau sebuah ideologi atau gabungan dari beberapa sumber.
Masalah moral merupakan masalah kemanusiaan, jadi sudah
sewajarnya apabila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
masalah moralitas menjadi masalah penting yang harus diperhatikan dalam rangka
meningkatkan hubungan sosialnya dengan masyarakat sekitar yang merupakan
realitas kehidupan yang harus dihadapi. Pada tahap awal pembentukan kepribadian
misalnya, seorang bayi mulai mempelajari pola perilaku yang berlaku dalam
masyarakat dengan cara mengadakan hubungan dengan orang lain. Dalam hal ini pertama-tama
dengan orang tua dan saudara-saudaranya. Lambat laun setelah menjadi anak-anak
dia mulai membedakan dirinya dengan orang lain. Dia mulai menyadari perbuatan
yang boleh dilakukan dan yang tidak. Bila ia melakukan perbuatan yang benar dia
akan disukai oleh lingkungan dan bila berbuat salah dia akan ditegur. Tahap
demi tahap seorang anak akan mempunyai konsep tentang dirinya, kesadaran itu
dapat diamati dari tingkah laku dalam interaksinya dengan lingkungan. Maka
dalam proses interaksi tersebut diperlukan nilai-nilai moral sebagai petunjuk
arah, cara berfikir, berperasaan dan bertindak serta panduan menentukan pilihan
dan juga sebagai sarana untuk menimbang penilaian masyarakat terhadap sebuah
tindakan yang akan diambil, dan nilai-nilai moralitas juga penting untuk
menjaga rasa solidaritas di kalangan kelompok atau masyarakat serta dapat
menjadi benteng perlindungan atau penjaga stabilitas budaya kelompok atau
masyarakat tertentu.
Melihat kondisi penerus bangsa yang
saat ini telah kacau balau. Dimana banyak peristiwa yang menunjukkan sikap
tidak bermoral seperti tindakan pencurian, pemerkosaan, pemerasan dan perampokan
yang hampir setiap hari mewarnai kehidupan di negara kita tercinta ini. Belum
lagi tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme yang membuat bangsa ini morat-marit
dengan segala permasalahanya baik dalam bidang keamanan, politik, ekonomi,
sosial budaya serta pendidikan banyak dilakukan oleh orang orang yang mempunyai
latar belakang pendidikan tinggi baik dalam negeri maupun luar negeri. Faktor-faktor
yang mengakibatkan seseorang menjadi tidak beramoral adalah:
Faktor pertama, yaitu pengajaran tentang moral yang
terlambat. Pada dasarnya, pendidikan moral harus diajarkan dan diterapkan mulai
usia dini, karena potensi anak-anak yang lebih mudah mencontoh suatu perilaku
baik/buruk dibandingkan pada saat dewasa. Ketika pendidikan moral dilakukan
sejak usia dini, maka pendidikan moral tersebut akan menjadi kerangka berpikir
atau kebiasaan anak tersebut ketika beranjak dewasa.
Faktor kedua, yaitu proses transformasi pendidikan moral
yang tidak diimbangi oleh pendidik yang bermoralitas. Bagaimana seorang anak
atau murid mampu menyerap dengan baik pendidikan moral yang diajarkan oleh
orang tua atau gurunya, jika pendidiknya sendiri tak mampu menunjukkan perilaku
yang bermoral. Ibarat peribahasa, buah jatuh tak jauh dari pohonnya atau guru
kencing berdiri, murid kencing berlari. Seseorang akan mampu menyerap dengan
baik informasi yang diterimanya jika informasi tersebut berlangsung dikehidupan
nyata. Oleh sebab itu mengapa murid lebih suka melakukan praktek daripada hanya
mendengarkan teori-teori saja.
Faktor ketiga, yaitu kesadaran diri pada manusia itu
sendiri. Pada dasarnya orang-orang yang tidak/kurang bermoral bisa belajar
untuk jadi bermoral jika orang tersebut memiliki keinginan, kemauan, kesadaran
dan harapan. Oleh sebab itu tidak ada salahnya, jika orang tersebut dibekali
oleh pendidikan agama (spiritual) dan contoh-contoh nyata perilaku yang
bermoral dari orang-orang disekitarnya.
2.
Hubungan Antara Moralitas dan Hukum
Dalam kehidupan bermasyarakat tidak akan terlepas dari
ikatan nilai-nilai, baik nilai-nilai agama, moral, hukum, keindahan, dan
sebagainya. Hubungan antara hukum dan moralitas sangat erat sekali. Tujuan
hukum ialah mengatur tata tertib hidup bermasyarakat sesuai dengan aturan hukum
yang berlaku. Sedangkan moral bertujuan mengatur tingkah laku manusia sesuai
dengan tuntutan nilai-nilai moral yang berlaku di masyarakat. Hukum berisikan
perintah dan larangan agar manusia tidak melanggar aturan-aturan hukum baik
yang tertulis maupun tidak tertulis. Moral menuntut manusia untuk bertingkah
laku baik dan tidak melanggar nilai-nilai etika atau moral. Berbeda dengan
hukum, maka hakikat moralitas pertama-tama terletak dalam kegiatan batin manusia.
Moral berkaitan dengan masalah perbuatan manusia, pikiran serta pendirian
tentang apa yang baik dan apa yang tidak baik, mengenai apa yang patut dan tida
patut untuk dilakukan seseorang. Dikatakan moralnya baik apabila sikap dan
perbuatannya sesuai dengan pedoman sebagaimana digariskan oleh ajaran Tuhan,
hukum yang ditetapkan pemerintah serta kepentingan umum. Pelanggaran terhadap
norma hukum sekaligus juga melanggar norma moral. Karena itu bagi pelanggar
norma hukum akan mendapat dua sanksi sekaligus, yaitu sanksi hukum dan sanksi
moral. Sanksi hukum berupa hukuman sesuai dengan aturan-aturan yang ditetapkan
pemerintah. Sedangkan sanksi moral berupa: (1) sanksi dari Tuhan, (2)
sanksi pada diri sendiri, dan (3) sanksi yang berasal dari keluarga atau masyarakat.
3.
Pelaksanaan Hukum Serta
Hambatan-hambatannya
Hukum adalah seperangkat norma tentang apa yang benar dan
apa yang salah, yang dibuat dan diakui eksistensinya oleh pemerintah yang
dituangkan baik dalam aturan tertulis (peraturan) maupun yang tidak tertulis
yang mengikat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya secara keseluruhan dan
dengan ancaman sanksi bagi pelanggar aturan tersebut (Achmad Ali). Hukum yang
berlaku bagi suatu negara mencerminkan perpaduan antara sikap dan pendapat
pimpinan pemerintahan negara dan keinginan masyarakat luas mengenai hukum
tersebut. Letak perbedaan hukum dan moral, yaitu norma-norma moral itu
berakar pada batin manusia, sedangkan peraturan-peraturan hukum itu lain karena
hukum positif mengendalikan kemungkinan paksaan, ialah paksaan yang diatur
dalam negara harus dilaksanakan. Sesuatu itu hanya menurut hukum diwajibkan,
karena hukum mengatakannya, dan hukum itu hanya mengikat karena dibentuk dengan
cara yang ditunjuk oleh Undang-Undang Dasar. Dan UUD itu mengikat karena UUD
itu merupakan kesepakatan seluruh rakyat dalam negara.
Hukum
yang berlaku terdiri dari dan diwujudkan oleh aturan-aturan hukum yang saling
berhubungan, dan oleh karena itu keberadaannya merupakan suatu susunan atau
tatanan sehingga disebut tata hukum. Tata hukum di Indonesia ditetapkan oleh
masyarakat hukum Indonesia atau oleh negara Indonesia. Oleh sebab itu tata
hukum Indonesia ada sejak Proklamasi Kemerdekaan, yaitu tanggal 17 Agustus
1945. Hal ini berarti bahwa sejak saat itu bangsa Indonesia telah mengambil
keputusan untuk menentukan dan melaksanakan hukumnya sendiri, yaitu hukum
bangsa Indonesia dengan tata hukumnya yang baru ialah Tata Hukum Indonesia.
4.
Pelaksanaan Hukum
Pelaksana atau penegak hukum dalam
tatanan hukum di Indonesia terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman.
Kendati, dalam ketentuan perundangan lembaga-lembaga ini terpisah, namun masih
memiliki jalur koordinasi keatasnya, hingga ke presiden. Lembaga-lembaga
tersebut tidak ada yang bebas dan independen, karena garis koordinasi bersifat
vertikal bertanggung jawab kepada kepala negara
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nilai moral dan hukum mempunyai keterkaitan yang sangat erat
sekali. Pada dasarnya nilai, moral, dan hukum mempunyai fungsi yaitu untuk
melayani manusia. pertama, berfungsi mengingatkan manusia untuk
melakukan kebaikan demi diri sendiri dan sesama sebagai bagian dari masyarakat.
kedua, menarik perhatian pada permasalahan-permasalahan moral yang
kurang ditanggapi manusia. Ketiga, dapat menjadi penarik perhatian
manusia kepada gejala “Pembiasaan emosional”.
Nilai-nilai moral mengandung
nasihat, wejangan, petuah, peraturan, dan perintah turun temurun melalui suatu
budaya tertentu. Sedangkan etika merupakan refleksi kritis dan rasional
mengenai nilai dan norma manusia yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan
perilaku hidup manusia. Karena etika dan moral saling mempengaruhi, maka
keduanya tentu memiliki hubungan yang erat dengan norma-norma yang berlaku di
masyarakat. Norma sebagai bentuk perwujudan dari etika dan moral yang tumbuh
dan berkembang di masyarakat.
Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam
pelaksanaan hukum di Indonesia antara lain: Kurang optimalnya komitmen para
pemegang fungsi pembentukan perundang-undangan dalam mematuhi Program Legislasi
Nasional (Prolegnas), Lemahnya koordinasi antarinstansi/lembaga dalam proses
pembentukan peraturan perundang-undangan, Kinerja lembaga peradilan dan lembaga
penegak hukum yang masih belum memperlihatkan kinerja yang
menggembirakan. Kurangnya pengetahuan aparat penegak hukum terhadap
perkembangan kejahatan yang sifatnya sudah dalam lingkup kejahatan antarnegara
(transnational crime) terutama mengenai tindakan pencucian uang termasuk
uang dari hasil korupsi. Kurangnya tenaga perancang peraturan
perundang-undangan (legal drafter) yang berkualitas. Upaya untuk
meningkatkan kesadaran hukum dan pemahaman terhadap pelindungan dan
penghormatan HAM masih belum memberikan dampak yang menggembirakan dalam
masyarakat. Rendahnya moral penegak hukum di Indonesia.
B.
Saran
Dalam praktek ketatanegaraan Indonesia dewasa ini, telah
banyak orang-orang intelektual seperti para pejabat tinggi Indonesia saat ini.
Namun ketika intelektual tersebut tidak diimbangi dengan moralitas maka yang
terjadi adalah banyaknya kasus-kasus beramoral seperti korupsi yang menyeret
mereka ke dalam pengadilan. Oleh sebab itu, kita sebagai penerus muda yang akan
menggantikan posisi pejabat tinggi Indonesia saat ini, sebaiknya mulai berbenah
diri, tidak hanya menuntut ilmu saja, namun juga harus diimbangi dengan
pendidikan moral agar kelak kita bisa menjadi pemimpin negara yang bermoral.
Karena apa artinya hukum jika tidak disertai moralitas. Hukum dapat memiliki
kekuatan jika dijiwai oleh moralitas. Kualitas hukum terletak pada bobot moral
yang menjiwainya. Tanpa moralitas, hukum tampak kosong dan hampa.
DAFTAR PUSTAKA
Kartohadiprodjo, Sudiman. 1977. Pengantar
Tata Hukum Di Indonesia.
Tim ISBD Unesa. 2008. Ilmu Sosial Budaya
Dasar. Surabaya: UNESA University Press.
http://anton44n.wordpress.com/2009/02/01/hubungan-antara-etika-norma-dan-hukum/
http://massofa.wordpress.com/2008/11/17/pengertian-etika-moral-dan-etiket/
http://pondok24.wordpress.com/2010/04/13/catatan-kritis-pelaksanaan-hukum-di-indonesia/
http://wiki.answers.com/Q/Perbezaan_dan_persamaan_antara_akhlak_etika_dan_moral
http://zridoangk.blogspot.com/2009/03/manusia-moralitas.html