Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Materi Biologi: Botani Cabai Rawit

Minggu, 31 Agustus 2014 | 22:59 WIB Last Updated 2014-09-10T08:25:32Z
Cabai rawit (Capsicum frutencens L var. Cengek)
Cabai merupakan tanaman holtikultura yang cukup penting dan banyak dibudidayakan, terutama di pulau jawa. Cabai termasuk tanaman semusim (annual) berbentuk perdu, berdiri tegak dengan batang berkayu, dan banyak memiliki cabang. Tinggi tanaman dewasa antara 65‐120 cm. lebar mahkota tanaman 50‐90 cm (Setiadi, 2006) Tanaman cabai mudah dikenali, yaitu tanaman yang berupa perdu yang berkayu yang tumbuh tegak mempunyai tinggi 50‐90 cm, dan batang cabai sedikit mengandung zat kayu, terutama yang dekat dengan permukaan tanah, tanaman cabai adalah tanaman yang memproduksi buah yang mempunyai gizi yang cukup tinggi. Tanaman cabai selain sebagai sayuran juga dapat digunakan sebagai tanaman obat (Setiadi, 2006)

Terdapat 3 macam buah cabai, yang besar agak pendek, besar panjang dan yang kecil (cabai rawit) cabai besar agak lonjong rasanya kurang pedas, berwarna merah dan hijau tetapi konsumen di Indonesia biasanya menyukai ketika masih berwarna hijau, untuk sayur, ataupun dimakan mentah sebagai lalap. Demikian pula cabai besar yang panjang kebanyakan dipetik setelah berwarna merah, sebagai pencampur sayur atau dikeringkan sebagai tepung (Kartasapoetra, 1988)

Cabai rawit rasanya sangat pedas, sangat baik dijadikan saus, sambal atau dikeringkan dijadikan tepung. Tepung cabai banyak diperlukan baik oleh perusahaan pembuat makanan dan pembuat atau pencampur obat tradisional. Harganya mahal, oleh karena itu kalau para petani membudidayakan tanaman ini, sebaiknya sebagian hasilnya diolah menjadi tepung untuk di ekspor (Kartasapoetra, 1988)

Tanaman cabai berasal dari benua Amerika, tepatnya Amerika Latin dengan garis lintang 0‐30 LU dan 0‐30 LS. (Setiadi, 2006). Prajnanta (2007) menambahkan bahwa tanaman cabai berasal dari Peru. Ada yang menyebutkan bahwa bangsa Meksiko kuno sudah menggemari cabai semenjak tahun 7000 jauh sebelum Colombus menemukan benua Amerika (1492). Christophorus Colombus kemudian menyebarkan dan mempopulerkan cabai dari benua Amerika ke Spanyol pada tahun 1492. Pada awal tahun 1500‐an, bangsa Portugis mulai memperdagangkan cabai ke Macao dan Goa, kemudian masuk ke India, Cina, dan Thailand. Sekitar tahun 1513 kerajaan Turki Usmani menduduki wilayah Portugis di Hormuz, Teluk Persia. Di sinilah orang Turki mengenal cabai. Saat Turki menduduki Hongaria, cabai pun memasyarakat di Hongaria. Cabai rawit banyak dibudidayakan diberbagai negara, hasilnya selain untuk mencukupi kebutuhan sendiri, karena banyak dibutuhkan di negaranegara yang berhawa dingin (Kartasapoetra, 1988)

2.2 Taksonomi Cabai Rawit
Klasifikasi tanaman cabai menurut Wiryanta (2006) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledonae
Ordo : Solanales
Familia : Solanaceae
Sub Familia : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum frutencens L var. Cengek



2.3 Morfologi Cabai

a. Akar

Akar cabai merupakan akar tunggang yang kuat dan bercabangcabang ke samping membentuk akar serabut, akar serabut bisa menembus tanah sampai kedalaman 50 cm dan menyamping selebar 45 cm (Setiadi, 2006). Sedangkan menurut Prajnanta (2007), Perakaran tanaman cabai merupakan akar tunggang yang terdiri atas akar utama (primer) dan akar lateral (sekunder). Dari akar lateral keluar serabut‐serabut akar (Akar tersier). Panjang akar primer berkisar 35‐50 cm. Akar lateral menyebar sekitar 35‐45 cm.

b. Batang

Batang utama cabai tegak lurus dan kokoh, tinggi sekitar 30‐37,5 cm, dan diameter batang antara 1,5‐3 cm. Batang utama berkayu dan berwarna coklat kehijauan. Pembentukan kayu pada batang utama mulai terjadi mulai umur 30 hari setelah tanam (HST). Setiap ketiak daun akan tumbuh tunas baru yang dimulai pada umur 10 hari setelah tanam namun tunas‐tunas ini akan dihilangkan sampai batang utama menghasilkan bunga pertama tepat diantara batang primer, inilah yang terus dipelihara dan tidak dihilangkan sehingga bentuk percabangan dari batang utama ke cabang primer berbentuk huruf Y, demikian pula antara cabang primer dan cabang sekunder (Prajnanta, 2007). 

Pertambahan panjang cabang diakibatkan oleh pertumbuhan kuncup ketiak daun secara terus‐menerus. Pertumbuhan semacam ini disebut pertumbuhan simpodial. Cabang sekunder akan membentuk percabangan tersier dan seterusnya. Pada akhirnya terdapat kira‐kira 7‐15 cabang per tanaman (tergantung varietas) apabila dihitung dari awal percabangan untuk tahapan pembungaan I, apabila tanaman masih sehat dan dipelihara sampai pembentukan bunga tahap II percabangan dapat mencapai 21‐23 cabang (Prajnanta, 2007).


c. Daun

Daun cabai berwarna hijau muda sampai hijau gelap tergantung varietasnya. Daun ditopang oleh tangkai daun. Tulang daun berbentuk menyirip. Secara keseluruhan bentuk daun cabai adalah lonjong dengan ujung daun meruncing (Prajnanta, 2007).

d. Bunga

Umumnya suku Solanaseae, bunga cabai berbentuk seperti terompet (hypocrateriformis). Bunga cabai tergolong bunga yang lengkap karena terdiri dari kelopak bunga (calyx), mahkota bunga (corolla), benang sari (stamen), dan putik (pistilum). Alat kelamin jantan (benang sari) dan alat kelamin betina (putik) pada cabai terletak dalam satu bunga sehiingga disebut berkelamin dua (hermaprodit). Bunga cabai biasanya menggantung, terdiri dari 6 helai kelopak bunga berwarna kehijauan dan 5 helai mahkota bunga berwarna putih. Bunga keluar dari ketiak daun (Prajnanta, 2007). Tangkai putik berwarna putih dengan kepala putik berwarna kuning kehijauan. Dalam satu bunga terdapat 1 putik dan 6 benang sari, tangkai sari berwana putih dengan kepala sari berwarna biru keunguan. Setelah terjadi penyerbukan akan terjadi penbuahan. Pada saat pembentukan buah, mahkota bunga rontok tetapi kelopak bunga tetap menempel pada buah (Prajnanta, 2007).

2.4. Spesies cabai Rawit

Cabai rawit (Capsicum frutencens L) adalah spesies yang paling luas dibudidayakan dan paling penting secara ekonomis, dan meliputi buah manis dan pedas dengan berbagai bentuk dan ukuran. Bentuk yang didomistikasi diklasifikasikan sebagai Capsicum annuum varietas annuum; anggota liarnya adalah Capsicum. annuum varietas aviculare. Tampaknya, spesies ini didometikasi sekitar wilayahh Meksiko dan Guatemala (Yamaguci, 1999). Cabai rawit (Capsicum frutescens L) adalah spesies semidomistikasi yang ditemukan di dataran rendah tropika Amerika. Selain itu, Asia Tenggara merupakan dikenal sebagai daerah keragaman sekunder (Yamaguci, 1999).

2.5. Kandungan Cabai Rawit

Menurut Setiadi (2006), cabai rawit paling banyak mengandung vitamin A dibandingkan cabai lainnya. Cabai rawit segar mengandung 11.050 SI vitamin A, sedangkan cabai rawit kering mengandung mengandung 1.000 SI. Sementara itu, cabai hijau segar hanya mengandung 260 vitamin A, cabai merah segar 470, dan cabai merah kering 576 SI. Selain untuk sayuran, cabai mempunyai kegunaan yang lain. Dengan beberapa keunggulan tersebut, cabai dianggap penting untuk bahan ramuan industri makanan, minuman maupun farmasi. Malahan, dengan kandungan vitamin A yang tinggi, selain bermanfaat untuk kesehatan mata, cabai juga cukup manjur untuk menyembuhkan sakit tenggorokan. karena rasanya yang pedas (mengandung capsicol‐semacam minyak atsiri yang tinggi) (Setiadi, 2006). Cabai bisa menggantikan fungsi minyak gosok untuk mengurangi pegal‐pegal, rematik, sesak nafas, juga gatal‐gatal. Dengan ketajaman aromanya, cabai juga digunakan untuk menyembuhkan radang tenggorokan akibat udara dingin serta mengatasi polio (Setiadi, 2006). Menurut hasil penelitian Departemen Kesehatan cabai cukup manjur untuk mengobati sakit perut, mulas, bisul, iritasi kulit dan sekaligus untuk stimulan (perangsang) misalnya merangsang nafsu makan (Setiadi, 2006)

Sumber:
Ahmad, A., 2006, Buah Penuh Hikmah yang Disebut di Dalam AlQur`
an, (Online)(http://www.sasak.net/modules/newbb/viewtopic.php viewmode=flat&topic_id=2452&forum=23, diakses tanggal 16 Februari 2008).
Agromedia. 2007. Budi Daya Cabai Merah Pada Musim Hujan. Jakarta.  Agromedia Pustaka.
Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.
Andarwulan, N. dan Koswara,S. 1989. Kimia Vitamin. Jakarta. Rajawali.
Anonymous. 2010. Capsaicin Dalam Bahan Pangan http://wapedia.mobi/id/Kapsaisin. Diakses tanggal 3 April 2010.
Astawan, M. 2008.Ahli Teknologi Pangan dan Gizi. http://google.co.id. Diakses tanggal 28 28 Oktober 2009
Azahari, D, H, 2004.Cara Penanganan Pasca Panen yang Baik Good Handling Practices (GHP) Komoditi Holtikultura. Jakarta. Rajawali.
Bahtiar, M.A.H. Pengaruh Cara dan Lama Penyimpanan Dingin Terhadap Kandungan Vitamin C dan Aktivitas Antioksidan Cabai Merah Malang. Skripsi. Jurusan Biologi fakultas Sains Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Tidak Diterbitkan.
Deman, M. J. 1997. Kimia Makanan. Bandung.ITB.
Gaman, P,M. & Sherrington,K,B.1994. Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikroorganisme Edisi 2. Yogyakarta.Universitas Gajah Mada.
Harjo, H. 2008. Isolasi dan Karakterisasi Capsaicin. www:///harjohanis wordpress.com/2008/03/13/abstrak isolasi dan karakterisasi senyawa capsaicinoid/. Diakses tanggal 28 Oktober 2009
Harper. 1985. Pangan, Gizi, dan Pertanian Terjemahan Oleh Suharjo. Jakarta.Universitas Indonesia Press.
Herdiansyah, H. (2007), The Miracle Mengungkap Rahasia Makanan dan Minuman Berkhasiat dalam AlQur’an, Jakarta.Zikrul Hakim.
Husna, I. 2008. Pengaruh Suhu Penyimpanan dan Pengemasan Terhadap Kesegaran Brokoli (Brassica oleraceae L var. Royal green). Malang. Skripsi Pada Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Tidak Diterbitkan.
Iswari, R, S dan Yuniastuti, A. 2006. Biokimia. Yogyakarta. Graha Ilmu.
Kartasapoetra.A.g, 1988. Teknologi budidaya tanaman pangan di daerah tropik. Jakarta. Bina aksara.
Kusumah, I, SKL (2007), Panduan Diet Ala Rasulullah, Tanggerang. Qultum Media.
Laila, A. 2010. Komponen Utama Cabe. http://fmipa.itb.ac.id.index.php/artikel.Diakses tanggal 3 April 2010
Martoredjo, T. 2009. Ilmu Penyakit Pascapanen. Jakarta. Bumi aksara.
Mayasari, N. 2007. Memilih Makanan yang Halal. Tanggerang. Quntum Media.
Minarno, EB dan Lilik,H.2008. Gizi dan Kesehatan (Perspektif alQur’an dan Sains). Malang UIN‐Maulana Malik Ibrahim Press.
Nogrady, T. 1992. Kimia Medisinal. Bandung. ITB.
Pantastico.ER 1993. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah Buahan dan Sayuran Tropika dan Subtropika. Diterjemahkan Oleh Kamariyani. Yogyakarta. Gadja Mada Universitas Press
Pantastico.ER. 1989. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah Buahan dan Sayuran Tropik dan Subtropik. Diterjemahkan Oleh Kamariyani Yogyakarta. Gadja Mada Universitas Press. 
Poedjiadi, A. 1994. Dasar Dasar Biokimia. Jakarta. Universitas Indonesia Press.
Prajnanta, F. 2007. Agribisnis Cabai Hibrida. Jakarta. Penebar Swadaya.
Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. Jakarta. UI‐Press.
Qardawi, Y. 2001,. Islam Agama Ramah Lingkungan. Jakarta. Pustaka Al‐ Kautsar.
Qardawi, Y. 2001, Halal dan Haram. Jakarta Timur. Robbani Press.
Rasmunandar. 1983. Mebudidayakan Tanaman BuahBuahan. Bandung. PT Sinar Baru.
Rukmana, R, 2002, Usaha Tani Cabai Rawit, Yogyakarta, Kanisius.
Rossidy, I. (2008), Fenomena Flora dan Fauna dalam Perspektif AlQur’an, Malang . UIN Malang Press.
Sayyid, 2006 Pola Makan Rasulullah; Makanan Sehat Berkualitas Menurut alQur’an dan AsSunnah, diterjemahkan oleh M. Abdul Ghaffar dan M. Iqbal Haetami. Jakarta. Almahira.
Sedioetama, A. D. 1976. Vitaminologi Bagi Umum dan Tenaga Pengajar Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.
Sedioetama, A. D. 2006. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta. Dian Rakyat.
Setiadi.2006. Cabai Rawit Jenis dan Budaya. Jakarta. Penebar Swadaya.
Sjaifullah. 1997. Petunjuk memilih Buah. Jakarta. PT Swadaya.
Shihab, Q. 2002. Tafsir AlMisbah (Pesan, Kesan dan Keserasian AlQur’an). Jakarta. Lentera Hati.
Suharto. 1991. Teknologi Pengawetan Makanan. Jakarta. Bumi Aksara.
Susanto, T. Bambang, H, Suhardi. 1994. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen. Yogyakarta. Akademika.
Sudarmadji, S. Bambang,H. Suhardi, 1996. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta. Edisi Empat Cet I. Liberti.
Sumoprastowo, 2004. Memilih dan Menyimpan SayurMayur, Buah Buahan, dan Bahan Makanan. Jakarta. Bumi Aksara.
Tawali, A. B. Abit, T. Mustofa, L. 2004 Mempelajari Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Buah Apel Varietas Red Delicious (Malus sylvetris).( Study Of Effect Storage Temperature To Quality Red Delicious Apple (Malus Sylvetris). Makasar. Jurnal Jurusan Teknologi Pertanian Fapertahut UNHAS.
×
Artikel Terbaru Update