Penerima bantuan iuran
jaminan kesehatan adalah peserta jaminan kesehatan yang didaftarkan dan dibayar
iurannya oleh pemerintah. Peserta tersebut terdiri dari fakir miskin dan orang
tidak mampu yang dipilih pemerintah sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Dalam tahap ini
pemerintah akan melakukan pendataan kepada seluruh masyarakat miskin yang ada
di Indonesia yang dilakukan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) di setiap daerah.
Kemudian data yang didapat dari BPS tersebut menjadi bahan pertimbangan bagi
pemerintah untuk menentukan jumlah nasional penerima bantuan iuran jaminan
kesehatan yang dilakukan oleh menteri sosial dan menteri keuangan yang
berkoordinasi dengan menteri dan lembaga yang terkait.
Adapun pengertian
pendataan keluarga menurut BKKBN dikutip Siti Internawati adalah : “Kegiatan
pengumpulan data-data primer tentang demografi, keluarga berencana, dan tahapan
keluarga sejahtra serta data individu anggota keluarga yang dilakukan oleh
masyarakat bersama pemerintah secara serentak pada waktu yang telah ditentukan
melalui kunjungan keluarga dari rumah kerumah”[1].
Pendataan ini
diharapkan dapat menjaring seluruh keluarga miskin yang ada di seluruh
Indonesia sehingga keluarga miskin yang terdata dapat didaftarkan sebagai
penerima bantuan iuran jaminan kesehatan dan menikmati program jaminan
kesehatan yang diselenggarakan pemerintah.
Penetapan jumlah
Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan tahun 2014 masih menggunakan
hasil Program Pendataan Perlindungan Sosial tahun 2011. Mekanisme pendataan yang
dilakukan oleh BPS tersebut dilakukan sistem Statistik Deskriptif (Dedukatif).
Menurut Hartono menyatakan bahwa :
“Stastitik Deskriptif
(Deduktif) yaitu kegiatan statistik yang dimulai dari menghimpun data, mengolah
data, menyajikan dan menganalisa data angka, guna memberikan gambaran tentang
sesuatu gejala, peristiwa atau keadaan”[2].
Oleh karena itu,
pemerintah menunjuk Badan Pusat Statistik (BPS) untuk melakukan kegiatan
pendataan rumahtangga miskin sebagai penerima bantuan iuran jaminan kesehtan.
Sebagai lembaga Non Departemen yang bertugas pokok untuk perstatistikan, maka
BPS harus melakukan suatu perencanaan mulai dari membuat konsep definisi,
metodologi, rekrutmen petugas, pelatihan petugas, pendataan dan pengolahan data
hasil pendataan berdasarkan ketersediaan anggaran yang disepakati dalam APBN.
Menurut Badan Pusat
Statistik (BPS) sebagaimana dikutip Siti Internawati, mekanisme pendataan
keluarga miskin meliputi :
1. Langkah
pertama: proses penjaringan rumah tangga miskin
a. Petugas
pendata, yang merupakan tenaga mitra kerja lapangan BPS, Ketua Rukun Tetangga (Ketua
RT), untuk mengkaji dan mencatat rumahtangga yang dianggap miskin dalam RT
tersebut.
b. Pengkajian
oleh petugas pendata bersama Ketua RT berpedoman pada ketentuan yang telah
digariskan oleh BPS yaitu menanyakan ke Ketua RT tentang siapa warga di lingkungan
RT tersebut yang sering mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar
(pangan dan non pangan). Pengkajian dimulai dengan rumahtangga yang dianggap
paling miskin dilingkungan tersebut (descending order).
c. Petugas
juga melengkapi data rumahtangga miskin dari Ketua RT dengan informasi keluarga
miskin dari hasil pendataan BKKBN yang datanya tersedia ditingkat RT sepanjang
belum disebutkan oleh ketua RT. Data ini pun diperkaya lagi dengaan data dari
sumber pendataan lain seperti hasil sensus kemiskinan BPS Provinsi/BPS
Kabupaten/Kota, bagi daerah yang melaksanakan kegiatan tersebut.
2. Langkah
kedua: Melakukan Verifikasi Lapangan dan Penyerapan aspirasi masyarakat.
a. Setelah
melakukan penjaringan rumahtangga miskin pada langkah pertama, selanjutnya petugas
melakukan verifikasi dilapangan atas kebenaran informasi yang diperoleh dari
sumber-sumber yang disebutkan diatas. Dilakukan dengan mendekatkan kondisi
mereka dengan kriteria umum kemiskinan (probing).
b. Jika
suatu rumahtangga yang semula dinyatakan miskin ternyata setelah diamati oleh
petugas, tidak miskin maka rumahtangga yang telah dicatat dalam formulir akan
dianulir.
c. Petugas
juga mencatat keluarga/rumahtangga miskin yang ditemukan dilapangan, tetapi
belum tercakup dalam daftar tersebut diatas. Proses ini dilakukan dengan cara
penelusuran informasi dari tetangga ke tetangga, tokoh masyarakat dan dari
pengamatan petugas sendiri.
d. Proses
tersebut dikenal sebagai proses penilaian kemiskinan oleh masyarakat itu
sendiri yang disebut sebagai pendekatan emic (suatu peroses justifikasi
terhadap sesuatu oleh masyarakat itu sendiri dengan tolak ukur nilai-nilai yang
berkembang dalam entitas mereka).
Proses tahap petama dan
kedua ini telah menggabungkan 3 (tiga) sudut pandang dalam menilai miskin
tidaknya suatu rumah tangga yaitu tokoh formal masyarakat (yang diwakili oleh
ketua RT), petugas BPS, dan masyarakat itu sendiri (perspektif emic).
Kegiatan pada tahapan-tahapan dimaksud diharapkan mampu menjaring secara
objektif sasaran pendataan yaitu rumahtangga miskin.
3. Langkah
Ketiga: Melakukan Pencacahan dari Rumah ke Rumah
a. Rumahtangga
yang sudah terjaring dan dinyatakan layak miskin, selanjutnya didata dengan
cara melakukan wawancara langsung dari rumah ke rumah dengan daftar pertanyaan
yang memuat 20 pertanyaan dengan 14 variabel diantaranya sebagai
variabel-variabel kemiskinan, 4 variabel sebagai variabel program intervensi.
b. Tahapan
proses (penjaringan dan pendataan dari rumah kerumah) dilakukan dengan
pengawasan ketat oleh Tim Taskforce BPS yang dibentuk ditingkat
kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan BPS pusat.
4. Mendata
rumahtangga miskin di luar wilayah administratif pemerintahan: Gubuk-gubuk liar
dan sejenisnya. Selain mendata rumahtangga miskin sebagaimana mekanisme yang
telah disebutkan, rumahtangga miskin yang berada diluar wilayah RT/RW atau yang
dikenal sebagai pemukiman liar seperti gubuk liar disepanjang pinggir rel
kereta api, dibantaran sungai, dibawah jembatan, di lokasi tempat pembuangan
sampah, dan sejenisnya juga didata secara khusus oleh petugas taskforce kecamatan
dan atau oleh petugas taskforce BPS Kabupaten/Kota[3].
Tahapan
pendatan yang dilakukan BPS terhadap keluarga miskin, seca
ra ringkas dapat dibuat bagan sebagai berikut :
Dengan demikian rumahtangga
miskin baik yang bertempat tinggal di dalam ataupun di luar struktur wilayah
administratif resmi diharapkan dapat tercakup dalam pendataan rumahtangga
miskin/sensus kemiskinan ini. Sehingga tidak ada yang merasa terdiskriminasi dalam
pendataan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tersebut, karena
pendataan tersebut telah melibatkan perangkat desa dan tokoh masyarakat yang
memahami kondisi lingkungan yang ada di masyarakatnya termasuk juga keluaraga
miskin yang tinggal di pemukiman liar.