Analogi adalah keteraturan bahasa dan anomali adalah penyimpangan atau ketidak
teraturan bahasa. Di dalam bab III ini akan dilihat perspektif analogi dan
anomali di dalam kata-kata serapan bahasa Indonesia. Di depan telah dikemukakan
bahwa kata serapan adalah merupakan bagian perkembangan bahasa Indonesia,
sebagaimana telah kita pahami bahwa dimana ada perkembangan pasti selalu
disertai dengan issu analogi dan anomali.
A. PERSPEKTIF ANALOGI
Analogi adalah keteraturan bahasa, suatu satuan bahasa dapat dikatakan analogis
apabila satuan tersebut sesuai atau tidak menyimpang dengan konvensi-konvensi
yang telah berlaku.
Pembicaraan mengenai kata serapan apabila bertujuan untuk mengetahui
perubahan-perubahan atau penyesuaian-penyesuaian yang terjadi tentu dilakukan
dengan memperbandingkan antara bahasa pemberi pengaruh dengan bahasa penerima
pengaruh. Untuk membicarakan kata serapan ke dalam bahasa Indonesia tentu
dilakukan dengan memperbandingkan kata-kata sebelum masuk ke dalam bahasa
Indonesia dan setelah masuk ke dalam bahasa Indonesia.
Akan tetapi dalam pembicaraan kata serapan yang dikaitkan dengan analogi bahasa
justru dilakukan dengan memperbandingkan unsur-unsur intern bahasa penerima
pengaruh itu sendiri. Artinya suatu kata serapan perlu dilihat aslinya hanya
sekedar untuk mengetahui bahwa kata tersebut benar-benar kata serapan, tanpa harus
mengetahui bagaimana proses perubahan atau penyesuaian yang terjadi, yang lebih
proporsional perlu dilihat adalah bagaimana keadaan setelah masuk ke dalam
bahasa Indonesia, kemudian diperbandingkan dengan konvensi-konvensi yang lazim
yang berlaku sekarang ini. Karena analogi berbicara mengenai keteraturan bahasa
yang berkaitan dengan konvensi bahasa, tentu saja disini lebih banyak berkaitan
dengan kaidah-kaidah bahasa, bisa dalam bentuk sistem fonologi, sistem ejaan
atau struktur bahasa.
1.1 Analogi Dalam Sistem Fonologi
Banyak sekali kata-kata serapan ke dalam bahasa Indonesia yang tenyata telah
sesuai dengan sistem fonologi dalam bahasa Indonesia baik melalui proses
penyesuaian atau tanpa melalui proses penyesuaian. Di antara kata-kata tersebut
misalnya :
Aksi - action (Inggris)
Dansa - dance (Inggris)
Derajat - darrajat (Arab)
Ekologi - ecology (Inggris)
Fajar - fajr (Arab)
Galaksi - galaxy (Inggris)
Hikmah - hikmat (Arab)
Insan - insan (Arab)
Fonem-fonem /a/, /b/, /d/, /e/, /f/, /g/, /h/, /i/, /k/, /l/, /m/, /n/, /0/,
/r/, /s/, dan /t/ yang digunakan dalam kata-kata sebagaimana tersebut di atas
adalah fonem-fonem yang sesuai dengan sistem fonologi dalam bahasa Indonesia,
dengan demikian termasuk pada kriteria yang analogis, artinya yang sesuai
dengan fonem yang lazim dalam bahasa Indonesia. Tentu contoh-contoh tersebut
masih merupakan sebagian fonem dalam bahasa Indonesia selain fonem-fonem
tersebut tentu juga masih ada fonem-fonem yang lain yang lazim dalam sistem
fonologi dalam bahasa Indonesia yaitu : /c/, /j/, /p/, /q/, /v/, /w/, /x/, /y/,
/z/, /kh/, /sy/, /u/ dan /a/.
Apabila dikaitkan dengan kenyataan historis ternyata ada kenyataan yang menarik
untuk dicermati yaitu misal fonem /kh/ dan /sy/ kedua fonem ini diakui sebagai
fonem lazim dalam sistem fonologi bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1994:15). Namun apabila diselidiki lebih teliti secara historis,
ternyata kedua fonem ini bukan fonem asli Indonesia, ini bisa dibuktikan bahwa
semua kata-kata yang menggunakan fonem /kh/ dan /sy/ masih bisa dilacak aslinya
berasal dari bahasa Arab.
Kalau kedua fonem /kh/ dan /sy/ ini bukan asli Indonesia tentu saja pada awal
munculnya dalam bahasa Indonesia bisa dianggap sebagai gejala penyimpangan atau
gejala yang anomalis, tetapi setelah demikian lama berlangsung serta dengan
frekuensi kemunculan yang cukup tinggi, lama-kelamaan akan dianggap sebagai
gejala yang wajar, tidak lagi dianggap gejala penyimpangan dengan demikian
dapat dikatakan sebagi gejala yang analogis.
Dari kenyataan historis ini memperlihatkan bahwa ada suatu peristiwa
perubahan-perubahan dimana suatu gejala bahasa yang pada awalnya kemungkinan
dianggap anomalis, setelah berlangsung terus menerus dengan frekuensi yang
tinggi maka hal yang dianggap anomalis tersebut bisa berubah kondisinya
sehingga dianggap analogis. Fonem-fonem yang lain yang juga merupakan fonem
serapan- serapan lain adalah : /f /, /q/, /v/, dan /x/.
1.2 Analogi Dalam Sistem Ejaan
Sistem ejaan adalah hal yang berhubungan dengan pembakuan. tentu saja
pembicaraan mengenai analogi bahasa disini disandarkan pada ejaan yang berlaku
sekarang yaitu ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan. Mengenai hal ini ada
pembicaraan yang khusus yaitu tentang penulisan unsur serapan (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1994:38).
Menurut taraf integrasinya unsur pinjaman ke dalam bahasa lndonesia dapat
dibagi ke dalam dua golongan besar. Pertama unsur pinjaman yang belum
sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia .seperti kata : reshuffle,
shuttle cock. Unsur-unsur seperti ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia
tetapi penulisan dan pengucapannya masih :mengikuti cara asing. Kedua unsur
pinjaman yang pengucapan dan tulisannya telah disesuaikan dengan kaidah bahasa
Indonesia (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994:38).
Tentu saja yang termasuk kriteria analogi bahasa adalah kategori kedua yaitu
unsur serapan yang telah disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia baik dalam
pengucapan maupun dalam penulisan. Di dalam Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan telah tersusun kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur serapan.
Contohnya :
Kaustik - caustic
Sentral - central
Akomodasi - accomodation
aksen – accent
kolera – cholera
efek – effect
Contoh-contoh di atas hanya merupakan sebagian kecil dari contoh yang telah
dikemukakan dalam pedoman tersebut, dan untuk selengkapnya bisa dilihat
langsung dari pedoman yang telah ada yang ternyata aturan-aturannya tidak cukup
mudah dihafal, karena meliputi seperangkat aturan berjumlah 56 point.
B. PERSPEKTIF ANOMALI
Anomali adalah penyimpangan atau ketidak teraturan bahasa. Suatu satuan dapat
dikatakan anomalis apabila satuan tersebut tidak sesuai atau menyimpang dengan
konvensi-konvensi yang berlaku.
Metode yang digunakan untuk menentukan anomali bahasa pada kata-kata serapan
dalam bahasa Indonesia disini adalah sama dengan metode yang digunakan untuk
menetapkan analogi bahasa yaitu dengan memperbandingkan unsur intern dari
bahasa penerima pengaruh, suatu kata yang tampak sebagai kata serapan
dibandingkan atau dilihat dengan kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia.
Apabila kata tersebut ternyata tidak menunjukkan kesesuaian dengan kaidah yang
berlaku berarti kata tersebut masuk kata yang anomalis. Sama seperti pada kata
yang analogis, kata-kata yang anomalis juga bisa dalam bentuk fonologi, ejaan
maupun struktur.
2.1 Anomali Dalam Sistem Fonologi
Kata-kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia secara utuh tanpa
mengalami perubahan penulisan memiliki kemungkinan untuk dibaca bagaimana
aslinya, sehingga menyebabkan timbulnya anomali dalam Fonologi.
Contoh-contoh anomali dalam fonologi antara lain adalah :
Export asalanya export Expose asalanya expose
Exodus asalanya exodus
2.2 Anomali Dalam Sistem Ejaan
Semua kata-kata yang asing yang masih diserap secara utuh tanpa melalui
penyesuaian dengan kaidah di dalam penulisan, pada umumnya merupakan kata-kata
yang anomalis di dalam bahasa Indonesia.
Contoh kata-kata tersebut antara lain adalah :
Bank - bank (Inggris)
Intern - intern (Inggris)
Modem - modem (Inggris)
qur'an - qur'an (Arab)
jum'at - jum'at (Arab)
fardhu - fardhu (Arab)
Kata-kata seperti tersebut di atas temasuk anomali bahasa karena tidak sesuai
dengan kaidah di dalam bahasa Indonesia. Hal-hal yang tidak sesuai disini
adalah : , , <'> dan . Ejaan-ejaan ini tidak
sesuai dengan ejaan dalam bahasa Indonesia.
Kadang-kadang juga ditemukan kata-kata asing yang diserap kedalam bahasa
Indonesia dan ditulis sebagaimana aslinya, akan tetapi untuk muncul sebagai
gejala anomalis karena secara kebetulan kata-kata tersebut tidak rnenyimpang
dengan kaidah dalam bahasa Indonesia.
Contoh kata-kata ini antara lain adalah :
Indonesia aslinya
era - era (Inggris)
label - label (Inggris)
formal - formal (Inggris)
edit - edit (Inggris)
2.3 Anomali Dalam Struktur
Karena pembicaraan kita adalah tentang kata maka yang dimaksud disini adalah
juga struktur tentang kata. Kata adakalanya terdiri dari satu morfem, tetapi
adakalanya tersusun dari dua morfem atau lebih.
Kata-kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia adalah kata-kata sebagai
satu satuan utuh baik terdiri dari satu morfem, dua morfem atau lebih.
Misalnya :
Indonesia aslinya
federalisme - federalism (Inggris)
bilingual - bilingual (Inggris)
dedikasi - dedication (Inggris)
edukasi - education (Inggris)
eksploitasi - exploitation (Inggris)
Kata-kata seperti tersebut dalam contoh, proses penyerapannya dilakukan secara
utuh sebagaii satu satuan. Jadi kata "Federalisme" tidak diserap
secara terpisah yaitu "Federal" dan "isme". Kata
"bilingual" tidak diserap "bi", "lingua" dan
"aI". Kata dedikasi tidak diserap dari "dedicate" dan
"tion" demikian seterusnya kata "edukasi" tidak diserap
dari "educate" dan "tion".
Kata serapan dari bahasa Inggris yang aslinya berakhir dengan "tion” yang
diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan mengalami penyesuaian sehingga berubah
menjadi "si" diakhir kata berlangsung dengan frekwensi sangat tinggi.
kenyataan ini melahirkan masalah kebahasaan yaitu munculnya akhiran sasi yang
melekat pada kata-kata yang tidak berasal dari bahasa Inggris sehingga timbul
kata-kata seperti :
Islamisasi - islam + sasi
kristenisasi - kristen + sasi
neonisasi - neon + sasi
polarisasi - pola + sasi
jawanisasi - jawa + sasi
Proses pembentukan seperti ini dalam linguistik lazim disebut “anologi"
(bedakan istilah analogi dalam linguistik dengan istilah dalam filsafat
bahasa). Penggunaan istilah anologis ini memang wajar karena maksudnya adalah
menggunakan bentuk yang sesuai dengan bentuk yang telah ada. artinya penggunaan
struktur neonisasi didasar kata pada kata: mekanisasi dan sejenisnya yang telah
ada.
Akan tetapi apabila kita bandingkan dengan kaidah gramatikal khususnya yang
berkaitan dengan struktur morfologi kata, sebenanya akhiran (sasi) di dalam
bahasa Indonesia tidak ada. Dengan demikian hal ini termasuk gejala anomali
bahasa. Namun masalah selanjutnya adalah tinggal masalah pengakuan dari para
pakar yang memiliki legalitas di dalam bahasa. Apakah akhiran (sasi) ini
dianggap resmi atau tidak di dalam bahasa Indonesia, kalau dianggap tidak resmi
berarti akhiran (sasi) ini benar murupakan gejala anomali. Tetapi kalau akhiran
(sasi) inii sudah bisa diterima sebagai akhiran yang lazim dalam bahasa
Indonesia maka Ada perubahan dari anomali menjadi anologi.
Kasus seperti ini tidak hanya terjadi pada proses penyerapan dari bahasa
Inggris, tetapi ternyata terjadi juga pada bahasa Arab, yaitu adanya akhiran
(i), (wi), (ni). Pada awalnya akhiran ini memang melekat langsung pada kosa
kata bahasa Arab yang diserap secara utuh ke dalam bahasa ldonesia. Kata kata
seperti :
Indonesia aslinya
insani - insani
duniawi - dunyawi
ruhani - ruhani
Diserap secara utuh dari bahasa Arab, akhirnya akhiran (i), (wi) dan (ni) ini
digunakan di dalam bahasa Indonesia, dilekatkan pada kata-kata yang tidak
berasal dari bahasa Arab, seperti :
aslinya
gerejani - gereja + ni
ragawi - raga + wi
Kasus akhiran (ni) dan (wi) dalam bahasa Indonesia ini sama seperti kasus
akhiran (sasi) hanya saja berbeda dari sudut frekwensinya yakni frekwensi
akhiran (wi) dan (ni) lebih jarang dibandingkan dengan akhiran (sasi).