Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning/DL)

Sabtu, 23 April 2016 | 20:18 WIB Last Updated 2023-01-26T17:52:05Z


Proses pembelajaran, sesuai dengan Permendikbud Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasardan Menengah,sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara utuh melalui pendekatan saintifik dan diperkuat dengan menerapkan beberapa model pembelajaran diantaranya pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk memahami model ini dan penerapannya pada pembelajaran Matematika SMP/MTs, silahkan Anda mencermati uraian berikut dan mendiskusikannya.






A. Defenisi dan Konsep Pembelajaran Penemuan/ Discovery Learning (DL)

1. Definisi Discovery Learning

Psikolog Jerome Bruner tahun 1961 menemukan konsep metode pembelajaran yang dikenal dengan model discovery learning. Temuannya menunjukkan bahwa metode discovery learning memiliki tujuan agar peserta didik didik dalam proses belajar mampu mendapatkan pengetahuan baru secara mandiri. 

Discovery  Learning  can  be  defined  as  the  learning  that  takes  place  when  the student  is  not  presented  with  subject  matter  in  the  final  form,  but  rather  is  required  to organize  it  him  self 
- Bruner (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103).

Kutipan di atas jika diterjemahkan akan berbunyi 

"Discovery Learning dapat didefinisikan sebagai pembelajaran yang berlangsung ketika siswa tidak disajikan materi pelajaran dalam bentuk final, melainkan dituntut untuk mengorganisasikannya sendiri"

Jika disimpulkan pendapat Bruner tersebut maka model pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan adalah konsep belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang  terjadi apabila  materi pembelajaran  tidak  disajikan  dengan dalam  bentuk finalnya,  tetapi  diharapkan  peserta didik itu sendiri yang mengorganisasi sendiri. 

Bruner memakai metode yang disebutnya Discovery Learning, dimana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Dalyono, 1996:41).

Dasar pemikiran Bruner tersebut adalah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas. 

Discovery learning dapat diartikan sebagai pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk menyelidiki sendiri, menemukan dan membangun pengalaman dan pengetahuan masa lalu, menggunakan intuisi, imajinasi, dan kreativitas, dan mencari informasi baru untuk menemukan fakta, korelasi, dan kebenaran baru. 

Sedangkan menurut Budiningsih, (2005:43) Pengertian Model Pembelajaran discovery learning atau penemuan adalah sebagai cara belajar memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. 

Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. 

Proses tersebut oleh Robert B. Sund disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the mind, yang artinya proses mental asimilasi konsep dan prinsip dalam pikiran.

Discovery learning adalah metode pembelajaran yang menerapkan Inquiry-Based Instruction. Belajar tidak sama dengan menyerap apa yang dikatakan atau dibaca, tetapi secara aktif dalam belajar mencari jawaban dan solusi sendiri.

Meski metode belajar dan hasil belajar ini meningkatkan kemampuan mandiri pada peserta didik, situasi belajar dan kondisi belajar discovery learning tetap tak lepas dari bantuan instruktur dalam membantu peserta didik dan membimbing peserta didiknya.

Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada discovery learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui.

Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada peserta didik semacam masalah yang direkayasa oleh guru. 

Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga peserta didik harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian, sedangkan problem solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah.

Akan tetapi prinsip belajar yang nampak jelas dalam discovery learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi peserta didik sebagai peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.

Dengan mengaplikasikan discovery learning secara berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan penemuan diri individu yang bersangkutan. Penggunaan discovery learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang terfokus pada guru (teacher oriented) ke pembelajaran yang berfokus pada peserta didik (student oriented). Merubah metode  ekspository dimana peserta didik hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru,  menjadi metode discovery peserta didik menemukan informasi sendiri.

2. Konsep Discovery Learning

Dalam Konsep Belajar, sesungguhnya Discovery Learning merupakan pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep, yang dapat memungkinkan terjadinya generalisasi.

Sebagaimana teori Bruner tentang kategorisasi yang nampak dalam discovery, bahwa discovery adalah pembentukan kategori- kategori, atau lebih sering disebut sistem-sistem coding.

Pembentukan kategori-kategori dan sistem- sistem coding dirumuskan demikian dalam arti relasi-relasi (similaritas & difference) yang terjadi diantara obyek-obyek dan kejadian-kejadian (events). Bruner menjelaskan bahwa pembentukan konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berfikir yang berbeda pula.

Seluruh kegiatan mengkategori meliputi mengidentifikasi dan menempatkan contoh- contoh (obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu.

Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap peserta didik, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu peserta didik pada tahap eksplorasi.

Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan dimana peserta didik dapat melakukan eksplorasi, penemuan- penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar peserta didik dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif.

Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didik. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan peserta didik dalam berfikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Menurut Bruner  (dalam Cahyo, 2013) perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu enaktif (0-2 tahun), ikonik (2-4 tahun), dan simbolik (5-7 tahun).
  1. Tahap enaktive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.
  2. Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).
  3. Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan- gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika.Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.

Dalam Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, peserta didik dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.

Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).

Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam Discovery Learning menurut Bruner (dalam Cahyo, 2013) adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang pemecah masalah (problem solver), ahli sejarah, seorang ilmuwan (scientist), ahli sejaraah (historia) , atau ahli matematika. Dan melalui kegiatan tersebut peserta didik akan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya.

Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan. Diantaranya adalah:
  1. Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat.
  2. Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
  3. Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas.

B. Langkah Penerapan Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)

Langkah-langkah dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan

  1. Menentukan tujuan pembelajaran
  2. Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya)
  3. Memilih materi pelajaran.
  4. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari peserta didik secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi)
  5. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari peserta didik
  6. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik
  7. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik

2. Pelaksanaan

Menurut Syah (2006:244) dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut.

a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)

Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri.

Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi bahan.

Dalam hal ini Bruner (dalam Cahyo, 2013) memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan peserta didik pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi. Dengan demikian seorang Guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada peserta didik agar tujuan mengaktifkan peserta didik untuk mengeksplorasi dapat tercapai.

b. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)

Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2006:244).

Sedangkan menurut permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.Memberikan kesempatan peserta didik untuk mengidentifikasi dan menganalisa permasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun peserta didik agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.

c. Data collection (pengumpulan data)

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2006:244).

Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.

Konsekuensi dari tahap ini adalah peserta didik belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja peserta didik menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.


d. Data processing (pengolahan data)

Menurut Syah (2006:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan.

Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22).

Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut peserta didikakan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis

e. Verification (pembuktian)

Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2006:244).

Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.

f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2006:244).

Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan peserta didik harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.

Secara jelas langkah-langkah atau sintak pembelajaran penemuan digambarkan dalam tabel di bawah ini.

LANGKAH KERJA

AKTIVITAS GURU

AKTIVITAS SISWA

Pemberian

rangsangan

(Stimulation)

Guru memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah

1.       Peserta didik dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri.

2.       Stimulasi pada fase ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi bahan.

Pernyataan/

Identifikasi

masalah (Problem Statement)

Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).

Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan

Pengumpulan

data

(Data Collection)

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis.

Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis. Dengan demikian peserta didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.

Pengolahan

data

(Data Processing)

Guru melakukan bimbingan pada saat peserta didik melakukan pengolahan data.

Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.

Pembuktian 

(Verification)

Verifikasi bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

Peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil pengolahan data.

Menarik simpulan/ge neralisasi (Generalizati on)

Menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.

Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi


C. Sistem Penilaian Dalam Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)


Dalam Model Pembelajaran Discovery, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes maupun non tes. Sedangkan penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil kerja peserta didik. 

Jika bentuk penialainnya berupa penilaian kognitif, maka dalam model pembelajaran discovery dapat menggunakan tes tertulis. Bentuk penilaiannya dapat pula menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja peserta didik.

Jika bentuk penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa, maka pelaksanaan penilaian dapat menggunakan contoh-contoh format penilaian seperti tersebut di bawah ini.

1. Penilaian Tertulis

Penilaian tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal peserta didik tidak selalu merespon dalam bentuk menulis jawaban tetapi dapat juga dalam bentuk yang lain seperti memberi tanda, mewarnai, menggambar dan lain sebagainya. Ada dua bentuk soal tes tertulis, yaitu berikut ini

1. Soal dengan memilih jawaban.

  • Pilihan ganda
  • Dua pilihan (benar-salah, ya-tidak)
  • Menjodohkan

2.Soal dengan mensuplai-jawaban.

  • Isian atau melengkapi
  • Jawaban singkat
  • Soal uraian

Dari berbagai alat penilaian tertulis, tes memilih jawaban benar-salah, isian singkat, dan menjodohkan merupakan alat yang hanya menilai kemampuan berpikir rendah, yaitu kemampuan mengingat (pengetahuan). Tes pilihan ganda dapat digunakan untuk menilai kemampuan mengingat dan memahami. 

 Pilihan ganda mempunyai kelemahan, yaitu peserta didik tidak mengembangkan sendiri jawabannya tetapi cenderunghanya memilih jawaban yang benar dan jika peserta didik tidak mengetahui jawaban yang benar, maka peserta didik akan menerka.

Hal ini menimbulkan kecenderungan peserta didik tidak belajar untuk memahami pelajaran tetapi menghafalkan soal dan jawabannya. Alat penilaian ini kurang dianjurkan pemakaiannya dalam penilaian kelas karena tidak menggambarkan kemampuan peserta didik yang sesungguhnya.

Tes tertulis bentuk uraian adalah alat penilaian yang menuntut peserta didik untuk mengingat, memahami, dan mengorganisasikan gagasannya atau hal-hal yang sudah dipelajari, dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri. 

Alat ini dapat menilai berbagai jenis kemampuan, misalnya mengemukakan pendapat, berpikir logis, dan menyimpulkan.Kelemahan alat ini antara lain cakupan materi yang ditanyakan terbatas.

Dalam menyusun instrumen penilaian tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:
  • Materi, misalnya kesesuian soal dengan indikatorpada kurikulum;
  • Konstruksi, misalnya rumusan soal atau pertanyaan harus jelas dan tegas.
  • Bahasa, misalnya rumusan soal tidak menggunakan kata/ kalimat yang menimbulkanpenafsiran ganda.

2. Penilaian Diri

Penilaian diri (self assessment) adalah suatu teknik penilaian, subyek yang ingin dinilai diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan, status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu.

Teknik penilaian diri dapat digunakan dalam berbagai aspek penilaian, yang berkaitan dengan kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor. 

Dalam proses pembelajaran di kelas, berkaitan dengan kompetensi kognitif, misalnya: peserta didik dapat diminta untuk menilai penguasaan pengetahuan dan keterampilan berpikir sebagai hasil belajar dalam mata pelajaran tertentu, berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan. 

Berkaitan dengan kompetensi afektif, misalnya, peserta didik dapat diminta untuk membuat tulisan yang memuat curahan perasaannya terhadap suatu obyek sikap

Proses penilaian dalam penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan selain menggunakan jenis penilaian tertulis dan penilian diri, dapat juga dilakukan melalui penilaian kinerja, penilaian produk dan penilaian sikap.

Kelebihan dan kekurangan model discovery learning


1. Keunggulan

Discovery learning memiliki keunggulan yang bisa dimaksimalkan dalam pembelajaran. Adapun kelebihan dari model discovery learning di antaranya:
  1. Mendorong partisipasi aktif dan memotivasi peserta didik
  2. Pembelajaran sesuai dengan kapasitas dan kecepatan peserta didik
  3. Mengedepankan kemandirian dan kreativitas peserta didik
  4. Menekankan pembelajaran pada proses, bukan hasil

2. Kekurangan

Sementara kekurangan dari model discovery learning ini memerlukan beberapa perhatian agar hal tersebut bisa dicegah di antaranya:

  1. Discovery learning membutuhkan kerangka pembelajaran yang solid. Dalam proses pembelajaran, peserta didik maupun instruktur akan dihadapkan pada kebingungan yang membuat semakin sulit mencari jawaban.
  2. Discovery learning membutuhkan alat praktik yang sering kali tidak tersedia. Keterbatasan alat praktik membuat pelaksanaan discovery learning terhambat.
  3. Instruktur perlu dipersiapkan dengan baik dan mengantisipasi pertanyaan yang mungkin mereka terima, dan mampu memberikan jawaban atau pedoman yang benar.
  4. Ada kritik menyebut bahwa proses dalam model discovery learning terlalu mementingkan proses pemahaman. Ada aspek lain yang kurang menjadi perhatian, yakni perkembangan sikap dan keterampilan peserta didik.


Referensi/ Daftar Pustaka

Budiningsih, C. Asri. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Cahyo, Agus N. 2013. Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar Teraktual dan Terpopuler. Yogyakarta.: Diva Press

Dahar, RW..1991. Teori-Teori Belajar.Jakarta: Penerbit Erlangga

Dalyono, 1997. Psikologi Pendidikan, Jakarta; Rineka Cipta

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain .2002. Belajar dan Pembelajaranr .Jakarta : Rineka Cipta,

Emetembun. 1986. Penemuan sebagai Discovery dalam belajar. Yogyakarta: Media Raya

Hamalik, Oemar. 2001. Proses belajar mengajar. Jakarta : Bumi Aksara

Syamsudini.2012. Aplikasi Metode Discovery Learning Dalam Meningkatkan Kemampuan
Memecahkan Masalah, Motivasi Belajar Dan Daya Ingat Siswa.

Syah, Muhibbin. 2006. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung:  PT Remaja Rosdakarya

Syah, Muhibbin. (2006 editor, Anang Solihin Wardan. Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru;. Bandung : Remaja Rosda Karya,.

Sund, Robert B. 1976. Piaget for educators: A multimedia program. Columbus : C.E. Merrill Pub.Co

×
Artikel Terbaru Update