Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Antara Kolonialisme dan Imperialisme : Sejarah Perkembangan Kolonalisme dan Imperialisme Barat di Indonesia

Kamis, 06 April 2023 | 23:32 WIB Last Updated 2023-04-09T12:35:43Z

 Imperialisme zaman sekarang berbuahkan “negeri-negeri mandat” alias “mandatgebieden”, daerah-daerah pengaruh “alias“involedssferen” dan lain sebagainya, sedang di dalam sifatnya menaklukkan negeri orang lain, imperialisme itu berbuahkan negeri djajahan-koloniasa-bezit

H.A. Notosoetardjo -Bung Karno di hadapan Pengadilan Kolonial .1963


Kita sering mendengar kritik bahwa secara politis kita sudah merdeka tetapi secara ekonomis masih sering dipermainkan oleh kekuatan ekonomi global. Bahkan ada yang secara ekstrim mengatakan “kita sudah merdeka secara politik tetapi masih terjajah di bidang ekonomi.” Bahkan beberapa ahli mengatakan tidak hanya terjajah secara ekonomi, di Indonesia juga sedang berkembang imperialisme kebudayaan.

Dapat dirasakan bahwa kemandirian dan kekuatan ekonomi Indonesia masih lemah karena pengaruh kekuatan asing dan utang luar negeri yang tidak sedikit. Sementara di dalam negeri berbagai penyelewengan di sektor ekonomi, termasuk korupsi masih terus berlangsung. Begitu juga kalau mencermati perkembangan budaya dan gaya hidup sebagian generasi muda kita yang lebih bangga dan menyenangi budaya Barat. Contohnya, anak-anak dan remaja akan lebih mengenal dan bangga memakan hamburger dari pada jenis makanan di negeri sendiri misalnya singkong goreng.

Mengapa hal itu terjadi? Mengapa kemandirian di bidang ekonomi kita masih lemah? Mengapa jati diri di bidang kebudayaan juga kurang kompetitif? Pertanyaan-pertanyaan itu menarik untuk kita telaah kemudian menemukan jawabnya. Yang jelas kemandirian ekonomi memang harus terus diperjuangkan, mengingat negeri kita negeri yang begitu kaya.

Negeri kita yang terkenal dengan nama Indonesia ini, juga dikenal dengan sebutan Kepulauan Nusantara, sementara kaum kolonial Barat menyebutnya dengan tanah Hindia. Sejarah telah mencatat bahwa kekayaan Kepulauan Nusantara begitu luar biasa. Kekayaan bumi Nusantara ini dapat diibaratkan sebagai “mutiara dari timur”. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau Kepulauan Nusantara atau Indonesia ini menarik perhatian kongsi-kongsi Eropa untuk menguasainya. Terjadilah perebutan hegemoni di antara mereka bangsa-bangsa Eropa yang ingin menjajah Indonesia. Akibat penjajahan dan dominasi asing telah membuat jati diri dan budaya bangsa terancam dan menjadi rapuh. Begitu juga kehidupan sosial ekonomi menjadi tersendat. Kalau kita renungkan masalah-masalah tersebut bisa jadi berakar dari berkembangnya kultur kolonialisme dan imperialisme Barat di Indonesia sejak abad ke-17. Nah, mulai saat itu kita tidak memiliki kemandirian dan kedaulatan baik secara ekonomi, sosial, politik, maupun budaya.

Realitas kehidupan semacam itu perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak. Dalam kenyataan sekarang ini masih dapat dirasakan adanya pengaruh asing yang begitu kuat di dalam dinamika kehidupan perekonomian di Indonesia. Utang luar negeri yang juga semakin menumpuk, di samping penyakit korupsi yang belum dapat diberantas. Kalau begitu apakah benar kehidupan sekarang ini juga ada warisan yang berasal dari zaman penjajahan, zaman dominasi kolonialisme dan imperialisme di Indonesia. Bila mengingat prinsip sebab akibat dan konsep perubahan dan keberlanjutan, sangat mungkin kehidupan kita sekarang ini juga dipengaruhi oleh kultur di zaman penjajahan kolonialisme dan imperialisme di Indonesia. Bagaimana sebenarnya perkembangan dominasi kolonialisme dan imperialisme di Indonesia yang sudah muncul sejak abad ke-16. 

Latar Belakang Kolonialisme dan Imperialisme Barat

Beberapa peristiwa penting yang terjadi di Eropa dan mengakibatkan kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia diawali dengan situasi dan kondisi masyarakat Eropa pada Abad Pertengahan. Fase Abad Pertengahan kemudian diakhiri dengan kemunculan Renaissans di Eropa. Renaissans di Eropa kemudian  memunculkan berbagai ilmu pengetahuan yang pada gilirannya membawa bangsa Eropa datang ke Indonesia.

Periode Abad Pertengahan di Eropa

Peristiwa penting yang terjadi di Eropa yang mendorong kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia adalah dengan adanya fase Abad Pertengahan. Perlu diketahui, Abad Pertengahan di Eropa telah menyebabkan terjadinya perubahan besar di dalam berbagai aspek kehidupan bangsa Eropa. Abad Pertengahan diawali dengan kejatuhan imperium Romawi Barat pada tahun 476. Kejatuhan Romawi Barat telah membuat bangsa Eropa memulai kehidupannya yang baru. Kehidupan yang baru itu ditandai oleh para sejarawan dengan menyebutnya dengan periode Abad Pertengahan (Middle Age). Abad Pertengahan di Eropa diperkirakan berlangsung sejak awal abad ke-6 sampai dengan abad ke-15.

Abad Pertengahan (Middle Age) atau terkadang juga disebut dengan Abad Kegelapan (Dark Age) merupakan masa di mana semakin kuatnya kekuasaan gereja di dalam berbagai aspek kehidupan manusia yang cenderung membuat kehidupan menjadi stagnan. Pada periode ini tidak banyak terjadi inovasi di berbagai bidang, terutama dalam bidang intelektual. Selama periode Abad Pertengahan di Eropa, Gereja melalui doktrinnya dan atas nama Tuhan menekan perkembangan pemikiran manusia agar tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran gereja. Hal ini dilakukan oleh gereja untuk dapat mempertahankan dominasinya dipelbagai bidang kehidupan terutama di bidang politik dan ekonomi.

Perang Salib (Crusade atau Crusader) dalam sudut pandang Barat yang terjadi sekitar tahun 1095-1492 dan telah menguras banyak biaya, ternyata berakhir dengan kerugian bagi bangsa Eropa terutama kerugian dalam bidang Ekonomi. Kerugian itu terutama setelah dikuasainya Konstantinopel oleh Kekaisaran Turki Utsmani. Konstantinopel yang merupakan salah kota pelabuhan tersibuk dan terbesar itu setelah berhasil dikuasai oleh Kekaisaran Turki Utsmani menyebabkan berbagai kebutuhan mendasar bangsa Eropa terutama rempah-rempah tidak dapat lagi terpenuhi.

Lahirnya Renaissans di Eropa

Ketidakmampuan dalam menghasilkan barang-barang yang dibutuhkan dan dikuasainya Konstantinopel oleh Kekaisaran Turki Utsmani pada tahun 1453 yang merupakan denyut nadi bagi perdagangan bangsa Eropa telah membuat bangsa Eropa terisolasi dari perdagangan dunia. Situasi ini membawa bangsa Eropa pada desakan ekonomi yang sangat kuat dan menjadi problematika utama bagi bangsa Eropa untuk sesegera mungkin memecahkan permasalahan tentang semakin sulitnya melakukan aktivitas perdagangan dengan dunia Timur pasca-1453.

Disebabkan oleh adanya persoalan itulah bangsa Eropa akhirnya berhasil mendobrak tatanan lama yang telah terjadi selama Abad Pertengahan yaitu dengan menggemakan Renaissans di berbagai penjuru negeri. Renaissans itu sendiri nampaknya mulai membawa dampak positif bagi bangsa Eropa setelah berhasil ditemukannya berbagai inovasi terutama di bidang sains dan teknologi, seperti ilmu kartografi, teknologi perkapalan dan juga perkembangan di bidang persenjataan.

Setelah berhasil menggaungkan Renaissans, maka akibat dari penemuan-penemuan di bidang sains dan teknologi bangsa Eropa mulai dapat mengakhiri permasalahan yang menyelimuti kehidupan mereka selama ini, yaitu untuk memenuhi salah satu kebutuhan utama, yaitu kebutuhan akan rempah-rempah.


Kedatangan Bangsa Eropa Ke Dunia Timur

Sebelum kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia, bangsa Eropa sebenarnya telah mengetahui bahwa rempah-rempah berasal dari Dunia Timur yang belum pernah mereka temukan dan mereka kunjungi. Namun, bangsa Eropa hanya mengetahui keberadaan Dunia Timur berdasarkan informasi-informasi yang didapatkan dari para pedagang yang berinteraksi dengan mereka ketika Konstantinopel belum dikuasai oleh Kekaisaran Turki Utsmani pada 1453.

Bermodalkan niat, keberanian, inovasi dan informasi yang mereka dapatkan, bangsa Eropa mulai memberanikan diri untuk melakukan penjelajahan samudra. Suatu hal yang sebelumnya tidak pernah dilakukan dengan tujuan mencari Dunia Timur khususnya adalah mencari letak keberadaan India. India adalah tempat yang selalu disebutkan oleh para pedagang yang ada di Konstantinopel sebagai tempat penghasil rempah-rempah.

Setelah melakukan beberapa kali penjelajahan dan petualangan, bangsa Eropa telah berhasil menemukan jalur menuju India. Setibanya bangsa Eropa di India, mereka menemukan banyak sekali rempah, namun India sendiri bukanlah penghasil dari rempah-rempah yang mereka butuhkan.


Bangsa Barat Menuju Kepulauan Indonesia 

Dengan kenyataan bahwa India bukanlah penghasil rempah, Bangsa Eropa pun merasa tidak puas dengan ditemukannya India oleh mereka. Hal ini disebabkan bahwa harga rempah-rempah yang mereka dapatkan di India tetaplah tinggi, meskipun tidak setinggi harga yang mereka dapatkan dahulu di Konstantinopel. Bangsa Eropa kemudian mulai mencari dan menelusuri letak dari penghasil rempah-rempah dari berbagi informasi yang mereka dapatkan dari para pedagang yang singgah baik untuk kegiatan jual maupun beli di India.


Dari informasi inilah, bangsa Eropa dapat menemukan penghasil rempah-rempah, yaitu Kepulauan Nusantara (Indonesia). Dengan ditemukannya jalur menuju Kepulauan Nusantara, pada gilirannya kemudian secara tidak langsung telah membuka pintu gerbang bagi kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia untuk kemudian di dalam perkembangannya menerapkan praktik Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia. Kedatangan bangsa Barat ke Indonesia juga disebabkan oleh adanya semangat 3 G (gold, glory dan gospel). Tujuan bangsa Eropa ke Indonesia adalah memburu kejayaan superioritas dan kekuasaan yang dikenal dengan istilah glory.


Masuknya Armada Dagang Portugis Ke Indonesia 

Kolonialisme dan imperialisme Barat yang dilakukan oleh Portugis diawali ketika Portugis mulai masuk ke Kepulauan Nusantara di bawah pimpinan Alfonso d’Albuquerque. Setelah menaklukan Malaka 1511, Portugis menguasai perdagangan rempah-rempah dari Asia ke Eropa. Selain itu pada tahun 1522, Portugis menandatangani perjanjian dagang, khususnya lada dengan Kerajaan Sunda Pajajaran.

Persekutuan antara Portugis dan Kerajaan Sunda ini, ternyata dianggap mengancam kerajaan-kerajaan Islam, terutama Kerajaan Demak. Akhirnya Kerajaan Demak menyerang Kerajaan Sunda Pajajaran pada tahun 1526 dan 1527 terutama untuk merebut Pelabuhan Sunda Kelapa. Ekspedisi Demak berhasil menguasai Sunda Kelapa dipimpin oleh Fatahillah. Oleh karena mendapat perlawanan dan semakin terdesak, Portugis lebih banyak beroperasi di daerah Maluku. Pada tahun 1512, Bangsa Portugis tiba di Ternate. Di Ternate, Portugis menjalin persahabatan dan persekutuan dengan Kerajaan Ternate yang bercorak Islam. Portugis menjalin hubungan dagang, khususnya rempah-rempah berupa cengkeh dan pala. Bahkan, Kerajaan Ternate mengizinkan Portugis untuk mendirikan benteng, yaitu Benteng Sao Paulo.

Portugis di Ternate 

Ketika Portugis tiba di Ternate, Kerajaan Ternate sedang berperang dengan Kerajaan Tidore. Oleh karena kedatangan Portugis di Ternate mendapat sambutan baik oleh raja setempat. Hal itu dilakukan dengan tujuan agar bangsa Portugis dapat dijadikan sekutu dalam menghadapi Kerajaan Tidore. Kerajaan Tidore kemudian memperoleh bantuan dari Spanyol. Oleh karena itu, di samping perang yang terjadi antar-kerajaan (Ternate–Tidore) juga terjadi perang antara Portugis dengan Spanyol di Maluku. Untuk menyelesaikan pertikaian antara Portugis dengan Spanyol, Paus turun tangan dan pada tahun 1529 dilakukan Perjanjian Saragosa yang berisi;

(1) Bumi dibagi atas dua kekuasaan, yaitu kekuasaan bangsa Spanyol dan Portugis
(2) Wilayah kekuasaan bangsa Spanyol membentang dari meksiko ke arah barat sampai Kepulauan Filipina. Sedangkan wilayah bangsa Portugis membentang dari Brasil ke arah timur sampai ke Kepulauan Maluku.

Berdasarkan perjanjian tersebut maka bangsa Spanyol harus meninggalkan Maluku dan kembali ke Filipina.

Puncak konflik antara Kerajaan Ternate dengan Portugis berakhir dengan terusirnya Portugis dari wilayah Kerajaan Ternate pada tahun 1575. Pengusiran terhadap Portugis dilakukan oleh Sultan Baabullah bersama dengan anaknya, Sultan Said. Setelah kalah dan disingkirkan oleh Belanda dari Ambon pada tahun 1599, Portugis kemudian menduduki Timor, Solor, dan Flores. Pada tahun 1859 melalui Kesepakatan Lisbon, Portugis menyerahkan daerah yang dikuasainya di Hindia-Belanda kecuali Timor kepada Belanda.

Zaman kekuasaan Portugis di Indonesia telah meninggalkan bekas-bekasnya dalam kebudayaan Indonesia. Salah satu tujuan dari penjelajahan bangsa Portugis adalah berusaha untuk menyebarkan ajaran Katolik di daerah-daerah yang dikuasainya. Orang yang memelopori penyebaran ajaran katolik di Indonesia bernama Fransiscus Xaverius. Banyak orang Ambon yang akhirnya memeluk ajaran Katolik. Pengaruh lain seperti bahasa Portugis turut memperkaya Bahasa Indonesia, seperti gereja, mentega dan sebagainya.

Masuknya Bangsa Spanyol Ke Indonesia 

Tahun 1521 adalah tahun ketika bangsa Spanyol mulai mendarat di Kepulauan Maluku. Kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia ini tentu saja untuk menerapkan praktik kolonialisme dan imperialisme Barat di Indonesia yang terutama sekali adalah praktik kolonialisme dan imperialisme Barat di Kepulaun Maluku. Dikarenakan wilayah Ternate telah dikuasai oleh Portugis, maka Spanyol lebih memilih Tidore sebagai tempat untuk berlabuh. Bangsa Spanyol yang datang itu disambut dengan baik oleh sultan Tidore yang pada saat itu sedang membutuhkan bantuan untuk menghadapi Kerajaan Ternate yang dibantu oleh kekuatan Portugis.

Kedatangan bangsa Spanyol bagi Portugis dapat menimbulkan ancaman sebagai pesaing di dalam perdagangan rempah-rempah. Oleh karena itu, terjadilah persaingan tidak sehat di antara keduanya yang menjurus pada peperangan. Di sisi lain juga terjadi pertentangan antara Kerajaan Ternate dan Kerajaan Tidore. Sehingga hubungan antara kedua kubu semakin memanas akibat kedatangan bangsa Portugis dan bangsa Spanyol.

Pertempuran antara kedua kubu pun tidak dapat dihindarkan lagi, bangsa Spanyol bersama dengan Kerajaan Tidore menyerang bangsa Portugis yang juga bersekutu dengan Kerajaan Ternate. Pertempuran antara kedua kubu ini berakhir setelah disepakatinya Perjanjian Saragosa di Spanyol pada tahun 1529. Untuk selanjutnya, bangsa Spanyol membuka koloni-koloni mereka di Filipina dengan Manilla sebagai pusatnya.


Masuknya Belanda ke Kepulauan Indonesia 

Kolonialisme dan imperialisme Barat yang dilakukan oleh Belanda dimulai ketika akhir abad ke-16 bangsa Belanda pun mulai mengadakan penjelajahan samudra mengikuti jejak negara-negara Eropa pendahulunya. Penjelajahan yang dilakukan oleh bangsa Belanda ini didorong oleh ditutupnya Pelabuhan Lisabon oleh Spanyol bagi kapal-kapal Belanda. Sebelumnya Belanda hanya merupakan pedagang perantara yang membeli rempah-rempah di Lisabon untuk dijual kembali.

Sebelumnya Belanda pada masa itu masih sebagai daerah jajahan Spanyol, yang mengakibatkan bangsa Belanda tidak dapat membeli rempah-rempah di Portugis. Dengan demikian, situasi tersebut telah menyebabkan bangsa Belanda berusaha untuk datang sendiri ke Kepulauan rempah-rempah, yaitu Indonesia.

Pelayaran Belanda Menuju Kepulauan Indonesia 

Pada bulan April 1595, Belanda memulai pelayaran menuju Kepulauan Nusantara dengan empat buah kapal. Keberangkatan ekspedisi Belanda ini berpedoman kepada buku Itinerario karya Jan Huygen van Linschosten. Di dalam pelayarannya menuju ke Dunia Timur, bangsa Belanda menempuh rute melalui Pantai Barat Afrika – Tanjung Harapan – Samudra Hindia – Selat Sunda – Banten.

Kedatangan Belanda di Pelabuhan Banten 

Belanda tiba di Pelabuhan Banten pada tahun 1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman, dengan tujuan untuk mendapatkan rempah-rempah. Pada saat itu Kerajaan Banten berada di bawah pemerintahan Mangkubumi Jayanegara, yang memerintah atas nama Sultan Abdulmafakhir Mahmud Abdulkadir yang masih belia.

Kedatangan bangsa Belanda di Pelabuhan Banten pada awalnya disambut dengan baik karena memberikan keuntungan perdagangan bagi Kerajaan Banten. Namun, beberapa waktu kemudian pedagang-pedagang Belanda mulai menunjukkan sikap-sikap yang tidak menyenangkan seperti melakukan penekanan-penekanan agar mendapatkan rempah-rempah dengan jumlah yang lebih besar dan dengan harga yang lebih murah.

Belanda juga pernah merompak dua buah kapal dari Jawa yang penuh dengan lada serta memindahkan semua isinya ke kapal-kapal Belanda. Di mata Kerajaan Banten, orang Belanda adalah orang yang kasar dan angkuh. Bersama dengan Portugis, Kerajaan Banten pun mengusir Belanda. Setelah diusir di Banten, Belanda kemudian berlayar menuju Bali dan kembali ke Belanda dengan hanya membawa sedikit rempah-rempah.

Pada pelayaran Belanda yang kedua dipimpin oleh Jacob van Neck yang tiba di Banten pada 1598. Rombongan ini berhasil mendapatkan rempah-rempah, khususnya lada dari Banten, kemudian Belanda melanjutkan perjalanan ke Tuban dan Maluku. Di Kepulauan Maluku, bangsa Belanda berhasil membawa rempah-rempah untuk dibawa pulang ke negerinya. Dengan keberhasilan tersebut, sehingga Kepulauan Nusantara kemudian hari banyak didatangi oleh orang-orang Belanda.

Praktik Kolonialisme dan Imperialisme Barat disebabkan oleh kesulitan akibat pemenuhan kebutuhan akan rempah-rempah di Eropa.  Kesulitan dalam mendapatkan rempah-rempah membuat bangsa Eropa mencari solusi untuk memenuhi kebutuhan itu. Beberapa persitiwa yang terjadi di Eropa telah mendorong bangsa Eropa untuk datang ke Dunia Timur. Pertama, Renaissans telah mendorong munculnya beragam ilmu pengetahuan dan teknologi terutama ilmu pelayaran dan teknologi perkapalan. Dengan menguasai ilmu pelayaran dan teknologi perkapalan, memungkinkan bangsa Eropa untuk melakukan pelayaran di lautan lepas. Kedua, adanya paham merkantilisme, kolonialisme dan imperialisme yang memberikan semangat bagi bangsa Eropa untuk melakukan eksplorasi ke wilayah baru. Eksplorasi itu pada akhirnya melakukan eksploitasi terhadap sumber daya alam dan sumber daya manusia.

×
Artikel Terbaru Update