Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Pengertian Perhutanan Sosial dan Bentuknya

Sabtu, 04 Mei 2024 | 11:15 WIB Last Updated 2024-05-04T04:15:03Z
Skema hutan sosial telah mulai diterapkan sejak tahun 1989 dalam berbagai bentuk di Indonesia. Namun Program perhutanan sosial mulai dicanangkan Pemerintah sejak tahun 1999. Agenda nawacita pemerintahan 2014-2019 membuka akses kepada masyarakat sekitar hutan untuk terlibat secara langsung dalam mengelola dan memanfaatkan kawasan hutan dalam rumah besar bernama “Perhutanan Sosial”. Skema perhutanan sosial ini diharapkan dapat mendorong terwujudnya kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan hutan dan menjamin integritas ekosistem hutan.




Saat ini, perhutanan sosial diterapkan dalam program pemerintah yang dicetuskan berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor 83 tahun 2016.

Penerapan perhutanan sosial ini terbukti berhasil di beberapa daerah. Salah satu contoh hutan sosial terdapat di Sesaot, Nusa Tenggara Barat. Pengelolaan hutan oleh masyarakat berhasil merestorasi lahan bekas tebangan yang terdegradasi menjadi hutan agroforestri dengan cadangan karbon 79 ton/ha.

Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan Hutan lestari yang dilaksanakan dalam Kawasan Hutan Negara atau Hutan Hak/Hutan Adat yang dilaksanakan oleh Masyarakat setempat atau Masyarakat Hukum Adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan. (PP. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan Ps. 1)

Ketentuan yang menjadi payung berlakunya program perhutanan sosial terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan diantaranya Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial.

Pasal 1 angka 1 Permen LHK No. 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial telah memberikan definisi lengkap terkait Perhutanan Sosial yakni: “sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau Hutan Hak/Hutan Adat yang dilaksanakan oleh Masyarakat Setempat atau Masyarakat Hukum Adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat, dan kemitraan Kehutanan”. 

Dengan demikian, perhutanan sosial merupakan sistem pengelolaan hutan yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat.

Berdasarkan peraturan tersebut, perhutanan sosial terbagi menjadi 5 jenis yakni: Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Adat (HA) dan Kemitraan Kehutanan (KK). Kelima jenis perhutanan sosial tersebut dapat dibedakan dalam tabel perbandingan di bawah ini:
Jenis Perhutanan SosialDefinisiJangka Waktu/Areal PersetujuanJenis WilayahProsedur
Hutan DesaKawasan hutan yang belum dibebani izin, yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desaJangka waktu: 35 tahun dan dapat diperpanjang   Areal Persetujuan: ≤  5.000 Ha per unit pengelolaanHutan Lindung dan Hutan Produksi    – Pembentukan Tim Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial (Pokja PPS). – Permohonan – Verifikasi Administrasi – Verifikasi Teknis/Lapangan -Persetujuan/Penolakan – Pemanfaatan
Hutan KemasyarakatanKawasan hutan yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakatJangka waktu: 35 tahun dan dapat diperpanjang   Areal Persetujuan: ≤ 15 ha per kepala keluarga (KK) dan ≤ 5.000 ha per unitpengelolaan  Hutan Lindung dan Hutan Produksi– Pembentukan Tim Pokja PPS. – Permohonan – Verifikasi Administrasi – Verifikasi Teknis/Lapangan -Persetujuan/Penolakan – Pemanfaatan
Hutan Tanaman RakyatHutan tanaman pada Hutan Produksi yang dibangun oleh kelompok Masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas Hutan Produksi dengan menerapkan sistem silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan.Jangka waktu: 35 tahun dan dapat diperpanjang   Areal Persetujuan: ≤ 15 ha per kepala keluarga (KK) dan ≤ 5.000 per unit pengelolaan.Tidak ditentukan– Pembentukan Tim Pokja PPS. – Permohonan – Verifikasi Administrasi – Verifikasi Teknis/Lapangan -Persetujuan/Penolakan – Pemanfaatan  
Hutan AdatHutan yang berada di dalam wilayah Masyarakat Hukum Adat (MHA) dan dikelola oleh MHA.Tidak ada jangka waktuHutan Negara (Hutan konservasi; Hutan lindung; Hutan Produksi) dan Hutan Bukan Negara (tanah ulayat)– Permohonan – Verifikasi Administrasi – Verifikasi Teknis/Lapangan -Persetujuan/Penolakan – Pemanfaatan
Kemitraan KehutananPersetujuan kemitraan yang diberikan kepada Pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan atau Pemegang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan dengan mitra/masyarakat untuk memanfaatkan hutan pada kawasan Hutan Lindung atau kawasan Hutan Produksi.Jangka waktu: Disesuaikan dengan masa berlakunya perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan dan masa berlakunya persetujuan penggunaan kawasan hutan.   Areal Persetujuan: a. Pada areal kerja perizinan berusaha pemanfaatan hutan atau pemegang persetujuan penggunaan kawasan hutan ≤  5 ha untuk setiap keluarga   b. Dalam hal masyarakat setempat bermitra untuk memungut hasil hutan bukan kayu atau jasa lingkungan hutan, luasan areal sebagaimana dimaksud pada poin di atas tidak berlaku, diberikan sesuai dengan kemampuan dan kesepakatan bersama para pihak dan melampirkan peta zonasi.Kawasan hutan produksi dan/atau hutan lindung yang telah dibebani perizinan berusaha pemanfaatan hutan,   Kawasan hutan produksi dan/atau hutan lindung yang telah dibebani persetujuan penggunaan kawasan hutan, dan   Kawasan hutan konservasi– Pembentukan kelompok mitra difasilitasi oleh pemegang perizinan berusaha pemanfaatan hutan, pemegang persetujuan penggunaan kawasan hutan, pengelola hutan konservasi, Pokja PPS, dan pendamping. – Permohonan – Verifikasi Administrasi – Verifikasi Teknis/Lapangan -Persetujuan/Penolakan – Pemanfaatan

Dari tabel perbandingan jenis perhutanan sosial di atas, alur prosedur permohonan pengelolaan kelima jenis perhutanan sosial tidak menunjukan adanya perbedaan. Masyarakat dapat mengajukan permohonan pengelolaan perhutanan sosial kepada Menteri KLHK melalui Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial atau Kemitraan Lingkungan (Ditjen PSKL). Dalam kondisi tertentu, untuk hutan desa dan hutan kemasyarakatan, Menteri KLHK dapat melimpahkan proses persetujuan pengelolaan perhutanan sosial kepada Gubernur. Perbedaan yang paling menonjol dari kelima jenis perhutanan sosial tersebut terletak pada hutan adat. Hutan adat tidak memiliki jangka waktu setelah persetujuan pengelolaannya diterbitkan oleh Menteri sementara jenis perhutanan sosial lainnya memiliki jangka waktu.

×
Artikel Terbaru Update