Akar Keladi air adalah tanaman
liar yang tumbuh merambat di hutan-hutan Kalimantan Barat, terutama di
rawa-rawa. Sejak lama akarnya hanya digunakan oleh penduduk untuk mengikat
kayu-kayu. Kerajinan ini sekarang sudah dikenal hingga ke Kuching, Negara
Bagian Serawak, Malaysia. Biasanya
kerajinan tanaman akar keladi air ini dibuat menjadi keranjang buah, tas, topi,
kipas, gelang, kursi,tikar, souvenir dan lain sebagainya yang mayoritas dibeli
oleh sejumlah tamu yang datang ke Kota Pontianak.
Di kabupaten Kubu Raya, kecamatan Sungai Ambawang, desa Ambawang Kuala tepatnya di jl. Manunggal terdapat kelompok kecil pengrajin anyaman dari akar keladi air yang masih bertahan yang beranggotakan tidak kurang dari 10 pengrajin yang telah mengembangkan akar keladi air sebagai kerajinan tangan. Bu jafri (69) adalah salah satu pengrajin di daerah tersebut yang saya temui. Ia dan temannya ibu Diana (58) belajar menganyam akar keladi air pada tahun 1986 yang di latih oleh Bu camat di daerah tersebut dan selanjutnya dibina oleh Dinas Perindustrian Mempawah. Setelah menjalani selama 1 tahun akhirnya bu Jafri dan Bu Diana mahir dalam menganyam. Bu Jafri beserta pengrajin yang lainnya mengambil bahan baku anyaman langsung dari hutan Ambawang, Sengah Tumilak, Kuala Mandor. Namun tak luput dari kendala, Karena harus mengambil langsung dari hutan, kendalanya adalah kendaraan untuk bisa sampai kehutan, Sebelumnya mereka harus naik motor tambang dan dilanjutkan dengan menggunakan sampan.
Ia
menuturkan dalam pengambilan bahan baku ke hutan setiap 6 bulan sekali, hasil
yang didapat sekitar 3-4 kg per orang dan
habis terpakai dalam jangka waktu 2
bulan. Setelah diambil dari hutan, akar keladi air dibersihkan terlebih dahulu
baru kemudian di jemur selama 10-15 menit, barulah dianyam. kemudian Hasil anyaman yang dapat dikerjakan perharinya sekitar 10 buah perorang, bahkan
bisa sampai lupa makan jika sedang asyiknya
menganyam, tambahnya sambil tertawa kecil. Para
pengrajin membuat kerajinan ini dilakukan di rumah masing-masing (home
industry).
Yang menjadi motivasi utama Bu Jafri dan Bu
Diana dalam menjalani usahanya tidak lain adalah untuk membantu perekonomian
keluarga. Sebelum memulai usaha kerajinan anyaman akar keladi air, Bu Jafri
awalnya berjualan bakso selama 10 tahun, hingga akhirnya menekuni kerajinan
anyaman, yah dari pada Cuma main-main ke rumah tetangga kan lebih baik
ada kegiatan yang bisa menghasilkan dan bisa menghilangkan stres juga,
ungkapnya. Begitu juga dengan Bu Diana
yang merasa harus membantu pendapatan keluarga disamping profesinya sebagai ibu
rumah tangga.
Sejauh ini sudah ada 20 model anyaman akar
keladi air yang telah dibuat, seperti tempat untuk undangan, aneka souvenir,
kipas, nampan buah dan sayur, dsb.
Selain itu Bu Jafri juga menerima pesanan
sesuai dengan bentuk yang diinginkan oleh pembeli. Pesanan yang datang mulai
dari beberapa kota di Kalbar, Jakarta,
hingga ke Malaysia. Ia menambahkan
pesanan yang banyak diminta oleh pembeli adalah aneka souvenir untuk
pernikahan, dan apabila kebanjiran pesanan biasanya para pengrajin terpaksa harus
membeli bahan baku dari Rasau Jaya. Harga yang ditawarkan mulai dari Rp. 2500
sampai tiga ratus ribu. Bu Jafri menyampaikan harapannya agar bisa dibantu pengembangan
usahanya, karena pengrajin di daerahnya masih terkendala oleh modal dan bahan
baku yang bisa dikatakan masih sulit untuk mendapatnya. Jika ada pembudidayaan
akar keladi air, pastilah nasib para pengrajin anyaman di desa Ambawang kuala
bisa lebih baik dan produksi pun bisa ditingkatkan. (Lina/ Jalur Borneo)