Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Musyarakah dalam Syariah

Jumat, 23 Mei 2014 | 10:56 WIB Last Updated 2014-05-23T03:56:38Z

a. Pengertian Musyarakah

Istilah lain dari musyarakah adalah syirkah atau syarikah yang berarti serikat atau kongsi. Menurut Muhammad Syafi’i Antonio dalam bukunya “Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek” (Antonio: 2001, 90).

Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

Selain itu, definisi musyarakah menurut PSAK Tahun 2007 No.106 paragraf 4 adalah sebagai berikut:
Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Dana tersebut meliputi kas atau asset nonkas yang diperkenankan oleh syariah.

b. Landasan Syariah

1) Al-Qur’an

Ada dua ayat Al-Qur’an yang mendukung musyarakah yaitu “… maka mereka berserikat pada segitiga…” (An-Nisaa’ : 12) dan “Dan, sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh.” (Shaad: 24).

Kedua ayat diatas menunjukkan perkenan dan pengakuan Allah SWT akan adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja dalam surah an-Nisaa’: 12 perkongsian terjadi secara otomatis (jabr) karena waris, sedangkan dalam surat Shaad : 24 terjadi atas dasar akad (ikhtiyari).

2) Al-Hadist

Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW,bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya.” (HR. Abu Daud no. 2936, dalam kitab al-Buyu, dan Hakim).

Hadist qudsi diatas menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang melakukan perkongsian selama saling menjunjung tinggi amanat kebersamaan dan menjauhi pengkhianatan.

3) Ijma

Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-Mughni, telah berkata, “Kaum muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.”

c. Jenis-Jenis Musyarakah

Musyarakah ada dua jenis yaitu musyarakah pemilikan dan musyarakah akad (kontrak). Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan aset tersebut.

Musyarakah akad (kontrak) tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Dan mereka pun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian.

Musyarakah akad terbagi menjadi dalam 4 jenis yaitu :

1) Syirkah al-‘inan

Syirkah al-inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. (Antonio : 2001, 92).

Kedua pihak saling berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang telah disepakati diantara mereka. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka. Mayoritas ulama membolehkan musyarakah ini.

2) Syirkah Mufawadhah

Syirkah mufawadhah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama. (Antonio : 2001, 92)

Dengan demikian, syarat utama dari jenis al-musyrakah ini adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggung jawab, dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak.

3) Syirkah A’maal

Al-musyarakah ini adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. (Antonio : 2001, 92)

Contoh sederhana dari jenis musyarakah ini adalah kerja sama dua orang arsitek untuk menggarap sebuah proyek, atau kerjasama dua orang penjahit untuk menerima order pembuatan seragam sebuah kantor.

4) Syirkah Wujud

Syirkah wujud adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. (Antonio : 2001, 93)

Dalam musyarakah ini mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai. Mereka berbagi dalam hal keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh tiap mitra. Jenis musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit berdasar pada jaminan tersebut. Karenanya, kontrak ini pun lazim disebut sebagai musyarakah piutang.

d. Prosedur Pembiayaan

Menurut Arifin (2002 : 238) mengenai prosedur pembiayaan sebagai berikut :
Prosedur pembiayaan adalah suatu gambaran sifat atau metode untuk melaksanakan kegiatan pembiayaan. Setiap pejabat bank yang berhubungan dengan pembiayaan harus menempuh prosedur pembiayaan yang sehat, yang meliputi prosedur persetujuan pembiayaan, prosedur administrasi serta prosedur pengawasan pembiayaan.

Persetujuan pembiayaan kepada setiap nasabah harus dilakukan melalui proses penilaian yang obyektif terhadap berbagai aspek yang berhubungan dengan obyek pembiayaan, sehingga memberikan keyakinan kepada semua pihak yang terkait, bahwa nasabah dapat memenuhi segala kewajiban sesuai dengan persyaratan dan jangka waktu yang disepakati.

Persetujuan pembiayaan hanya dilakukan oleh pejabat yang mempunyai wewenang untuk memutus pembiayaan. Keputusan pembiayaan harus didasarkan atas penilaian terhadap seluruh pembiayaan yang sedang dan akan dinikmati pemohon secara bersamaan. Besarnya wewenang setiap pejabat pemutus atau pemberi persetujuan pembiayaan harus dinyatakan secara tertulis dalam surat keputusan direksi.

e. Syarat Administratif Pembiayaan

Sama halnya dengan perbankan konvensional, perbankan syariah menetapkan syarat-syarat umum untuk sebuah pembiayaan, seperti hal-hal berikut :

1. Surat permohonan tertulis, dengan dilampiri proposal yang memuat (antara lain) gambaran umum usaha, rencana atau prospek usaha, rincian dan rencana penggunaan dana, jumlah kebutuhan dana, dan jangka waktu penggunaan dana.
2. Legalitas usaha, seperti identitas diri, akta pendirian usaha, surat izin umum perusahaan, dan tanda daftar perusahaan.
3. Laporan keuangan, seperti neraca dan laporan rugi laba, data persediaaan terakhir, data penjualan, dan fotokopi rekening bank. (Antonio, 2001 : 171)

f. Aplikasi dalam Perbankan

1) Pembiayaan proyek
Al-Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.

2) Modal Ventura
Pada lembaga keuangan khusus yang diperbolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, al-musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap.

g. Manfaat Al-Musyarakah

Terdapat beberapa manfaat dari musyarakah ini, yaitu :
  1. Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
  2. Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
  3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
  4. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
  5. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah/musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap di mana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi. (Antonio : 2001, 93)

h. Risiko

Tingkat risiko pembiayaan bermasalah merupakan risiko yang cukup besar yang dipikul oleh lembaga keuangan. Risiko ini timbul akibat dari tidak dapat terpenuhinya kewajiban nasabah untuk membayar angsuran pinjaman ataupun besarnya bagi hasil yang disepakati oleh kedua belah pihak, pada waktu yang telah disepakati antara pihak lembaga keuangan dengan nasabah.

Risiko yang terdapat dalam musyarakah sama halnya dengan mudharabah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan, relatif tinggi, yaitu sebagai berikut :
1. Side streaming; nasabah manggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak.
2. Lalai dan kesalahan yang disengaja.
3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnya tidak jujur. (Antonio : 2001, 94).

Risiko Bank Syariah sebenarnya lebih kecil dibanding bank konvensional. Bank Syariah tidak akan mengalami negative spread, karena dari dana yang dikucurkan untuk pembiayaan akan diperoleh pendapatan, bukan bunga seperti di bank biasa. Sementara untuk deposan, Bank Syariah tidak memberikan bunga melainkan sistem bagi hasil.

Menurut Karim (2009 : 258), terdapat beberapa jenis risiko, diantaranya yaitu :
1. Risiko Pembiayaan, yang dimaksud dengan risiko pembiayaan adalah risiko yang disebabkan oleh adanya kegagalan (counterparty) dalam memenuhi kewajibannya. Dalam bank syariah, risiko pembiayaan mencakup risiko terkait produk dan risiko terkait pembiayaan korporasi.
2. Risiko Pasar, yang dimaksud dengan risiko pasar (market risk) adalah risiko kerugian yang terjadi pada portofolio yang dimiliki oleh bank akibat adanya pergerakkan variable pasar (adverse movement) berupa suku bunga dan nilai tukar.
3. Risiko operasional (operasional risk) adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh ketidakcukupan atau tidak berfungsinya proses internal, human error, kegagalan sistem atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank.

i. Prinsip-prinsip Akuntansi dalam Al-Qur’an

Akuntansi sebenarnya merupakan domain “muamalah”dalam kajian Islam. Artinya diserahkan kepada kemampuan akal pikiran manusia untuk mengembangkannya. Namun karena pentingnya permasalahan ini maka Allah SWT bahkan memberikannya tempat dalam kitab suci Al-Qur’an, Surat Al-Baqarah ayat 282. Penempatan ayat ini juga unik dan relevan dengan sifat akuntansi itu. Ia ditempatkan dalam surat sapi betina sebagai lambang komoditi ekonomi. Ia ditempatkan dalam surat ke-2 yang dapat dianalogkan dengan “double entry”, ditempatkan di ayat 282 yang menggambarkan angka keseimbangan atau Neraca.

Ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan hisab, pada intinya adalah mengandung nilai yang dapat diterapkan dalam pelaksanaan akuntansi syariah. Secara ringkas prinsip akuntansi Islam dapat dirumuskan sebagai berikut:

(a) Keadilan
(b) Kebenaran
(c) Pertanggungjawaban

Berdasarkan tiga prinsip umum tersebut, didukung dengan bentuk-bentuk praktis hisab yang akan dikenakan Allah SWT kepada manusia, maka selanjutnya dapat ditemukanprinsip-prinsip khusus dalam akuntansi Islam (syariah).

Adapun prinsip-prinsip akuntansi Syariah adalah sebagai berikut :
a. Cepat pelaporannya.
b. Dibuat oleh ahlinya (akuntan)
c. Terang, jelas, tegas, dan informatif.
d. Memuat informasi yang menyeluruh.
e. Informasi ditujukan kepada semua pihak yang terlibat secara horizontal maupun vertikal.
f. Terperinci dan teliti.
g. Tidak terjadi manipulasi.
h. Dilakukan secara continue (tidak lalai).

Dari prinsip-prinsip tersebut, maka aplikasi nash dalam kehidupan didunia khususnya dalam dunia bisnis adalah bahwa apa yang dilakukan atau apa yang diperbuat oleh seorang pengusaha harus melakukan perhitungan, pencatatan. Kesemuanya itu akan digunakan sebagai bahan pertanggungjawaban. Tujuannya untuk menjaga kebenaran dan keadilan.
×
Artikel Terbaru Update