![]() |
Pulau Simping. Foto: Ignatius Noreng |
Indonesia
merupakan negara yang kaya akan pulau-pulau. Dari 17.508 pulau, terdapat pulau
Simping yang dinyatakan oleh PBB sebagai pulau terkecil di dunia. Sungguh
merupakan suatu kekayaan yang luar biasa untuk Kalimantan Barat. Pulau Simping
terletak sekitar 20 menit dari Kota Singkawang serta sekitar 3-4 Jam perjalanan
dari Pontianak tepatnya di pesisir pantai Teluk Mak Jantuh, Singkawang Selatan,
Kalimantan Barat. Pulau Simping termasuk dalam kawasan wisata pantai Sinka
Island Park
Tim Jalur mengunjungi tempat wisata pulau terkecil di dunia
yang berada di Kota Singkawang. Pukul 14:00 WIB kami tiba di Sedau, kami
membaca sebuah papan nama yang bertuliskan Sinkazoo. Tim pun langsung bergegas
masuk, kami melewati barisan pohon kelapa yang menjulang seakan menyambut
kedatangan kami ke pulau Simping. Sekitar 10 menit akhirnya kami tiba di
gerbang, di sana tiketing sudah menunggu dan menyapa kami dengan senyuman.
Cukup membayar Rp 10.000,- / orang kami siap menikmati keindahan pulau Simping.
Untuk
lebih mengenal pulau Simping, saya pun berniat untuk menemui pengelola objek
wisata itu. Berdasarkan petunjuk tiketing, akhirnya saya bertemu dengan pak
Herry bagian humas wisata pulau Simping. Ia menunggu kami di samping musholah
sambil berbicara dengan tiketing, tim langsung di ajak berbincang-bincang di
kantornya.
“Benar
bahwa pulau simping ini merupakan pulau terkecil di dunia, bahkan itu tercatat
di PBB” sambil tersenyum bangga. Sebagai pengunjung, tim merasa ini merupakan
kesempatan besar bisa mengunjungi tempat wisata yang di akui oleh dunia. Dari
keterangan Pak Herry, Wisatawan yang datang ke sini tidak hanya dari dalam
negeri. Wisatawan dari luar negeri seperti Belanda, Canada pernah datang ke
sini. Ada yang hanya sekedar liburan, ada juga yang melakukan penelitian di
sini.
Sebagai
pulau terkecil yang di akui dunia, beberapa stasiun TV antara lain Trans7 juga
pernah syuting untuk acara si Bolang dan baru-baru ini film Mba Mao Si Mei
Mei juga syutingnya di Pulau Simping
ini. Berdasarkan informasi dari media lain, Film tersebut cukup menyentuh pasar
di kota Singkawang.
Untuk
harga tiket pada hari biasa, pengelola pulau Simping hanya memberi harga Rp
10.000,-/ orang. Sedangkan pada hari libur maksimal Rp 20.000,-/ orang. Jadi,
untuk harga pengunjung cukup terjangkau. Untuk fasilitas lain, mereka
menyediakan kolam renang dan aneka makanan yang disediakan warung-warung
pinggir pantai. Berhubung saat kami berkunjung sedang ada tamu lain, akhirnya
kami pamit untuk menikmati keindahan pulau Simping yang menyimpan rasa
penasaran tim Jalur.
Tim
jalur langsung menyusuri jalan ke pulau Simping, di samping kiri tampak
warung-warung dan barisan kelapa muda yang menggoda dahaga. Bahasa yang mereka
gunakan adalah bahasa Melayu Sambas, dengan ramah mereka menawarkan minum di
warung mereka. Kami hanya menjawab tawaran itu dengan senyuman hangat.
Sedangkan di baris kanan jalan tampak patung sio yang berjejer indah seolah
nyata. Sekitar seratus meter kami sudah melihat pulau Simping yang menjadi
tujuan utama tim Jalur berkunjung. Angin meniup tidak terlalu kencang, matahari
pun sudah mulai meredup. Keindahan langit ketika itu semakin menambah suasana
pantai menjadi semakin hidup.
Setibanya
kami di jembatan yang menghubungkan pulau Simping, kami di sambut oleh sebuah
papan pengumuman yang bertuliskan “
Tahukah Anda?? Pulau Simping adalah pulau terkecil di dunia dan telah di akui
dan tercatat di PBB. Mari lestarikan alam kita…” Dari tulisan itu tampak suatu
kebanggaan masyarakat Kalimantan Barat yang memiliki obejek wisata pulau
terkecil yang di catat oleh dunia. Senyum kagum pun terpancar dari wajah tim
Jalur. Tiga orang Photografer tim Jalur siap mengeluarkan sejata andalannya untuk
mengabadikan keindahan pulau Simping.
Jembatan
panjang membentang hingga pulau Simping, pembatas jembatan yang berwarna putih
semakin membuat cerah objek wisata itu. Empat orang pengunjung tampak sibuk
merakit pancing nya. Ternyata pulau Simping juga menjadi tempat menuangkan
hobby memancing bagi para pengunjung.
“Kami sering mancing
sini! Ada lah! ikan-ikan kecil tapi kepuasan menikmati pantai itu yang utama” kata
Aliong dengan logat mandarinnya.
Cuaca
memang sangat mendukung, air sedang surut, batu karang tampak indah di
permukaan air laut yang dangkal. Debur ombak kecil bagai alunan musik yang
mengundang mata untuk menikmati. Buih-buih menambah keindahan air laut yang
tampak begitu jernih. Pantai ini merupakan pantai yang indah, pengelola wisata
terlihat sangat menjaga kebersihan pantai, tidak ada sampah yang mengotori
pantai.
Saya
pun tiba di Pulau Simping, duduk di sebuah batu besar yang berada di
tengah-tengah pulau Simping adalah pilihanku. Pepohonan di sekitarkulah yang
mungkin menjadikan ini sebagai pulau terkecil, sebab tumpukan karang yang lain
tidak ada pepohonan yang tumbuh. Di samping saya tampak sebatang pohon kelapa,
beberapa pohon yang tingginya sekitar 6 meter. Posisi saya yang langsung
menghadap laut lepas tertuju pada barisan kapal nelayan yang tampak berbaris.
Terdapat tiga pulau kecil yang tampak
menghitam di sana, barisan awan putih yang mencium batas lautan membentuk
kepulan asap putih yang indah, di atasnya langit membiru dan sedikit berawan
bagai barisan pasir putih yang indah.
Tumpukan karang sekitar lima puluh meter di depanku berbentuk lingkaran,
tamparan ombak kecil, kibasan angin laut membawaku sedikit tersenyum dan tidak
sia-sia telah duduk di pulau terkecil di dunia, Pulau Simping. Di samping kanan
pulau ada sebuah klenteng kecil tempat warga thionghoa bersembahyang.
Ketika
tim JALUR berada di pulau Simping, lima orang ibu-ibu berusia sekitar 40 tahun
mendekati kami, seorang dari mereka meminta kami untuk mengabadikan foto mereka
dengan kamera phonsel. Senyuman hangat pun tampak ketika mereka berdiri
menikmati bidikan kamera dari photografer tim JALUR.
”Dua
kali seminggu saya ke sini” ungkap seorang dari mereka.
Jarum
jam di tangan kananku menunjukan pukul 15:40 WIB. Perut sudah mulai
keroncongan, saya mengajak tim Jalur untuk menikmati hidangan di salah satu
warung di pesisir pantai Teluk Mak Jantuh. Ketika saya membalikkan pandangan ke
tepi pantai, pemandangan bukit nan menghijau pun tampak indah. Suasana alami
menambah kesegaran yang tampak dari pulau Simping. Di kiri dan kanan saya batu
karang nan tertata alami, sebuah patung rajawali tampak gagah mengepakkan sayap
dengan wajah nan ganas, berbulu putih abu-abu di sudut kanan dari pulau
Simping.
Tim
memilih duduk di warung yang tepat menghadap pulau simping. “Ada makanan berat
nda kak?” Tanya Riko photografer Tim JALUR.
“Makanan
berat ade! Batu namenye!” jawab Kakak pemilik warung. Sertentak tawa Tim ketika
mendengar guyon si Kakak pemilik warung.
Tim
pun memesan empat porsi nasi goreng dan es kelapa muda untuk menghapus dahaga.
Berdasarkan keterangan si Kakak pemilik warung, ia sudah berjualan sejak objek
wisata ini di buka. Untuk membuktikan keterangan pak Herry, Tim menggali
informasi dari si Kakak. Untuk membuka usaha di sana, mereka hanya membayar
sewa tempat seharga Rp 100.000,- dan Rp 160.000,- untuk sewa kursi sebanyak 6o
kursi per bulannya ungkap seorang pedangan yang kami sapa KAKAK itu. Sekitar 20 menit, empat porsi nasi goreng
terhidang di hadapan kami. Seorang wanita berkerudung pun menyapa kami, ia
adalah pengunjung dari Pontianak daerah Tanjung Raya. Saya pun berbagi cerita
tentang keindahan pulau Simping sambil menikmati hidangan nasi goreng itu.
Hari
pun semakin gelap, sudah pukul 17:19 WIB. Tim JALUR pun harus meninggalkan
kenangan terindah di pulau Simping ini. Tawa canda, keindahan pulau Simping sudah
membenam di dalam ingatan. Kami pun melangkahkan kaki menuju parkiran. Sesekali
kami memandang ke belakang, Pulau Simping semakin jauh. Rasa rindu untuk
kembali menikmati keindahan ini semakin dalam. Terselip dalam benakku, suatu
hari aku akan datang lagi menikmati pulau simping yang telah mengukir cerita di
dalam sanubari ku. (Jimmy/ Jalur Borneo).