Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu butir soal dapat
membedakan antara warga belajar/siswa yang telah menguasai materi yang
ditanyakan dan warga belajar/siswa yang tidak/kurang/belum menguasai materi
yang ditanyakan. Manfaat daya pembeda butir soal adalah seperti berikut ini.
1) Untuk meningkatkan
mutu setiap butir soal melalui data empiriknya. Berdasarkan indeks daya pembeda, setiap butir soal dapat
diketahui apakah butir soal itu baik, direvisi, atau ditolak.
2) Untuk
mengetahui seberapa jauh setiap butir soal dapat mendeteksi/membedakan
kemampuan siswa, yaitu siswa yang telah memahami atau belum memahami materi
yang diajarkan guru. Apabila suatu butir soal tidak dapat membedakan kedua
kemampuan siswa itu, maka butir soal itu dapat dicurigai
"kemungkinannya" seperti berikut ini.
·
Kunci jawaban butir soal itu tidak tepat.
·
Butir soal itu memiliki 2 atau lebih kunci jawaban yang benar
·
Kompetensi yang diukur tidak jelas
·
Pengecoh tidak berfungsi
·
Materi yang ditanyakan terlalu sulit, schingga banyak siswa yang menebak
·
Sebagian besar siswa yang memahami materi yang ditanyakan berpikir ada yang
salah informasi dalam butir soalnya
Indeks daya pembeda setiap butir soal biasanya juga
dinyatakan dalam bentuk proporsi. Semakin tinggi indeks daya pembeda soal
berarti semakin mampu soal yang bersangkutan membedakan warga belajar/siswa
yang telah memahami materi dengan warga belajar/peserta didik yang belum
memahami materi. Indeks daya pembeda berkisar antara -1,00 sampai dengan +1,00.
Semakin tinggi daya pembeda suatu soal, maka semakin kuat/baik soal itu. Jika
daya pembeda negatif (<0 atas="" banyak="" bawah="" belajar="" benar="" berarti="" dengan="" diajarkan="" dibanding="" didik="" guru="" kelompok="" lebih="" materi="" memahami="" menjawab="" o:p="" peserta="" soal="" tidak="" warga="" yang="">0>
Untuk mengetahui daya pembeda soal bentuk pilihan ganda
adalah dengan menggunakan rumus berikut ini.
Di samping rumus di atas, untuk mengetahui daya pembeda
soal bentuk pilihan ganda dapat dipergunukan rumus korelasi point biserial (r
pbis) dan korelasi biserial (r bis) (Miliman and (ireene, 1993: 359-360) dan
(Glass and Stanley, 1970: 169-170) seperti berikut.
Xb, Yb adalah rata-rata skor warga belajar/siswa yang menjawab benar
Xs, Ys adalah rata-rata skor warga belajar siswa yang menjawab salah
SDt adalah simpangan baku skor total
nb dan n, adalah jumlah siswa yang menjawab benar dan jumlah siswa yang
menjawab salah, serta nb + n, = n.
p adalah proporsi jawaban benar terhadap semua jawaban siswa
q adalah I –p
U adalah ordinat kurva normal.
Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas dapat
menggambarkan tingkat kemampuan soal dalam membedakan antar peserta didik yang
sudah memahami materi yang diujikan dengan peserta didik yang belum/tidak memahami
materi yang diujikan. Adapun klasifikasinya adalah seperti berikut ini (Crocker
dan Algina, 1986: 315).
0,40 - 1,00 soal diterima baik
0,30 - 0,39 soal diterima tetapi
perlu diperbaiki
0,20 - 0,29 soal diperbaiki
0,19 - 0,00 soal tidak
dipakai/dibuang
rpbis merupakan korelasi product moment antara skor dikotomus
dan pengukuran kriterion, sedangkan rbis merupakan korelasi product moment
antara variabel latent distribusi normal berdasarkan dikotomi benar-salah dan
pengukuran kriterion. Oleh karena itu, untuk perhitungan pada data yang sama
rpbis = 0, sedangkan r bis paling sedikit 25% lebih besar daripada rpbis. Kedua
korelasi ini masing-masing memiliki kelehihan (Millman and Greene, 1993: 360)
walaupun para guru/pengambil kebijakan banyak yang suka menggunakan rpbis.
Kelebihan korelasi point biserial: (1) memberikan
refleksi konstribusi soal secara sesungguhnya terhadap fungsi tes. Maksudnya
ini mengukur bagaimana baiknya soal berkorelasi dengan criterion (tidak
bagaimana baiknya beberapa/secara abstrak); (2) sederhana dan langsung
berhubungan dengan statistik tes, (3) tidak pernah mempunyai value 1,00 karena
hanya variabel-variabel dengan distribusi bentuk yang sama yang dapat
berkorelasi secara tepat, dan variabel kontinyu (kriterion) dan skor dikotonius
tidak mempunyai bentuk yang sama.
Adapun kelebihan korelasi biserial adalah: (1) cenderung
lebih stabil dari sampel ke sampel, (2) penilaian lebih akurat tentang
bagaimana soal dapat diharapkan untuk membedakan pada beberapa perbedaan point
di skala abilitas, (3) value rbis yang sederhana lebih langsung berhubungan
dengan indikator diskriminasi ICC.
Contoh menghitung korelasi point biserial (rpbis).
DAFTAR SKOR SISWA SOAL NOMOR 5
Nomor siswa yang menjawab benar
|
Jumlah skor keseluruhan
|
Nomor siswa yang menjawab salah
|
Jumlah skor keseluruhan
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
|
19
18
18
16
16
16
15
13
13
13
12
12
11
|
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
|
17
16
15
14
14
12
12
12
12
12
11
11
10
9
8
8
7
|
Jumlah
|
192
|
|
200
|
Jumlah siswa yang menjawab benar = 13
Jumlah siswa yang menjawab salah = 17
Jumlah siswa keseluruhan = 30
Rata-rata siswa yang menjawab benar = 192:13 = 14,7692
Rata-rata siswa yang menjawab salah = 200:17 = 11,7647
Rata-rata skor siswa keseluruhan = (192+200) :30 = 13,0667
Simpangan baku skor total = 3,0954
Jumlah skor keseluruhan = 392
= 0,4809835
= 0,48 (Artinya
butir soal nomor 5 diterima/baik)
Di samping menggunakan kriteria di
atas, untuk. menentukan diterima tidaknya (signifikansi) suatu butir dapat
ditentukan dengan menggunakan tabel Z bila n >_ 30 dengan menggunakan rumus
Z= r 4 N-1 atau tabel t bila n < 30 dengan rumus t = r (N2)I(1-r2)
(Bruning dan Kintz, 1987: 179-180). Contoh untuk data di atas digunakan tabel
Z.
Z =
0,48Ö 30-1
Z =
2,58