DESAIN PENELITIAN PENDIDIKAN BIOLOGI
(MURNI)
PENGARUH PEMBERIANEKSTRAK BUAH MANJAKANI TERHADAP FETUS MENCIT (Mus musculus) SERTA IMPLEMENTASINYA BERUPA MEDIA KOMIK PADA SUBMATERI KEHAMILAN DI KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 PEMANGKAT
Mata Kuliah : Penelitian Pendidikan Biologi
OLEH
NENDA YUNIDA
F05108022
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2011
A. PENGARUH PEMBERIANEKSTRAK BUAH MANJAKANI TERHADAP FETUS MENCIT (Mus musculus) SERTA IMPLEMENTASINYA BERUPA MEDIA KOMIK PADA SUBMATERI KEHAMILAN DI KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 PEMANGKAT
B. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan Negara tropis yang dikenal kaya dengan keanekaragaman hayati yang luar biasa yaitu sekitar 40.000 jenis tumbuhan, dari jumlah tersebut sekitar 1.300 diantaranya digunakan sebagai obat tradisional. Berdasarkan potensi ini produk obat tradisional dapat dikembangkan secara luas (Sapoetra, 1992). Walaupun industri obat sintesis tumbuh dengan pesat, namun konsumen obat tradisional tetap terus meningkat. Kecenderungan tersebut didukung oleh kondisi Indonesia yang berada dalam krisis ekonomi yang berkepanjangan, sehingga obat tradisional yang harganya relatif lebih murah menjadi alternatif pilihan masyarakat. Menanggapi kecenderungan masyarakat tersebut, perlu dilakukan penelitian tentang manfaat dan efek negatif dari setiap obat tradisional sehingga penggunaanya tetap dapat dipertanggungjawabkan secara medis (Retno, 1998)..
Disamping berbagai keuntungan, bahan obat tradisonal juga memiliki beberapa kelemahan yang juga merupakan kendala dalam pengembangan obat tradisional. Adapun beberapa kelemahan tersebut antara lain, efek farmakologisnya yang lemah, bahan baku belum terstandar dan bersifat higroskopis serta volumines, belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai jenis mikroorganisme. Walaupun bersumberkan tumbuh-tumbuhan, obat herba dapat membahayakan kesehatan karena faktor sebagai berikut:
1) Tumbuhan itu sendiri mempunyai bahan aktif yang kadangkala dapat memberikan pengaruh toksik atau bahaya kepada ibu maupun janinnya.
2) Obat herba yang tercemar kuman atau logam berat seperti plumbum ketika proses pengambilan, penyimpanan, atau proses produksi obat itu sendiri.
Sebenarnya tidak banyak kajian yang telah dilakukan terutama untuk herba-herba setempat untuk pengaruhnya terhadap janin ketika hamil. Tumbuhan herba mengandung bahan-bahan aktif yang dapat melewati plasenta dan memberikan pengaruh terhadap janin, diantaranya: keguguran, kecacatan, bayi lemas, dan kematian janin.
Salah satu jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai obat tradisional adalah tanaman manjakan yang telah dipakai selama berabad -abad. Walaupun banyak tumbuh di Indonesia, tumbuhan manjakani belum banyak dikenal masyarakat. Kandungan kimia manjakani kaya dengan tannin, vitamin A dan C, kalsium dan gallic asid, fiber, protein dan karbohidrat. Selain itu, manjakani juga mengandung unsur yang berkaitan dengan obat penggerut kulit, anti kuman dan anti radang. Biji manjakani mengandung 50-70 % tanin dan 3 % gallic asid. Biji manjakani terbaik dikatakan berasal dari daerah Aleppo Syria. Kandungan taninnya yang tinggi menyebabkan manjakani digunakan secara meluas dalam perobatan tradisional, terutama untuk penggunaan setelah bersalin bagi mengetatkan rahim dan otot vagina yang mungkin kendur ataupun longgar akibat proses bersalin. Kajian membuktikan bahawa unsur astringen dalam manjakani dapat membantu mengencangkan otot dinding vagina dan mengembalikan keanjalan (anonim, 2009).
Pengggunaan herba manjakani yang tidak disarankan bagi ibu yang sedang hamil dan ibu yang sedang menyusui. Seperti yang telah dikatakan bahwa biji manjakani mangandung banyak asam tanin. Asam tanin ini dapat mengganggu atau mengurangi penyerapan zat besi yang sangat dibutuhkan selama kehamilan. Padahal zat besi sangat dibutuhkan pada saat kehamilan karena pada saat hamil seseorang kekurangan zat besi. Oleh karena dilakukan penelitian ini untuk pengujian kualitas embrio mencit dilakukan dengan menghitung jumlah fetus hidup dan jumlah fetus mati (resorpsi). Selanjutnya dilakukan pengamatan eksternal secara morfometri (menimbang berat fetus, mengukur panjang fetus dan mengamati morfologi fetus). Uji beda nyata dilakukan dengan uji t-Student atau uji jumlah pangkat Wilcoxon.
C. MASALAH
1. Bagaimana pengaruh ekstrak buah manjakani terhadap jumlah fetus hidup, jumlah fetus mati dan fetus yang resoprsi serta morfologi fetus dari Mus musculus ?
2. Bagaimana pengaruh penggunaan media komik dari hasil penelitian dengan judul ” Pengaruh Pemberian Ekstrak Buah Manjakani terhadap Fetus mencit (mus musculus)” terhadap hasil belajar siswa pada sub materi kehamilan di kelas XI SMAN 1 Pemangkat?
D. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengaruh ekstrak buah manjakani terhadap jumlah fetus hidup, jumlah fetus mati dan jumlah fetus resoprsi serta morfologi fetus dari Musmusculus ?
2. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan media komik dari hasil penelitian denga judul ” Pengaruh Pemberian Ekstrak Buah Manjakani terhadap Fetus mencit (mus musculus)” terhadap hasil belajar siswa pada sub materi kehamilan ?
E. MANFAAT
Hasil dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi siswa, guru, sekolah maupun perorangan, yaitu :
1. Bagi Siswa
Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa, meningkatkan pemahamam terhadap materi yang diberikan.
2. Bagi Guru
Dengan melaksanakan penelitian ini diharapkan dapat memperbaiki sistem dansrategi pembelajaran di kelas secara bervariasi. Melalui metode pembelajaran yang bervariasi sehingga pembelajaran menjadi lebih produktif.
3. Bagi Sekolah
Penelitiann ini diharapkan dapat membantu upaya perbaikan mutu sekolah melalui peningkatan prestasi / hasil belajar siswa yang tercermin dalam nilai ulangan harian, ulangan umum dan nilai raport.
4. Bagi Pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca terutama bahwa tidak semua obat tradisional aman dikonsumsi dengan dosis yang berlebihan.
F. RUANG LINGKUP
1. Variable Penelitian
Variabel penelitian ialah objek penelitian yang bervariasi (Sugiono, 1997). Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Variabel Bebas
Variabel bebas adalah veriabel yang menjadi sebab timbul dan berubahnya variabel terikat (Sugiyono, 2003). Variabel bebas disebut juga dengan variabel independen. Variabel bebas pada penelitian ini adalah pengaruh pemberian dosis ekstrak buah manjakani
b) Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat adanya variabel bebas (Sugiyono, 2003). Variabel terikat disebut juga variabel dependen. Variabel terikat pada penelitian ini adalahfetus Mus musculus
c) Variabel Kontrol
Menurut Sugiono (1997), variabel kontrol adalah variabel yang menjadi patokan dalam penelitian. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah pemberian aquades kepada kelompok mencit tertentu dan berupa umur dan berat badan Mus musculus serta kondisi lingkungan sekitar.
2. DefinisiOperasional
Definisioperasionaldalampenelitianiniadalah :
a. Implementasi
Menurut kamus bahasa Indonesia implementasi adalah penerapan. Jadi yang dimaksud implementasi dalam penelitian ini ialah menerapkan pengamatan grafik perkembangan berat badan mencit dan hasil foto morfologi embrio mencit dalam proses belajar mengajar. Metode yang digunakan untuk menerapkan hasil gambaran dengan menggunakan model pembelajaran pengajaran langsung dan siswa diharapkan dapat memahami submateri kelainan pada sistem reproduksi manusia yang dijelaskan dengan menggunakan media komik .
b. Komik
Komik adalah suatu bentuk media komunikasi visual yang mempunyai kekuatan untuk menyampaikan informasi secara popular dan mudah dimengerti. Komik adalah juga media komunikasi visual dan lebih daripada sekedar cerita bergambar yang ringan dan menghibur. Sebagai media komunikasi visual, komik dapat diterapkan sebagai alat bantu pendidikan dan mampu menyampaikan informasi secara efektif dan efisien (McCloud, 2001). Komik di sini digunakan sebagai bahan diskusi kelompok besar, didalam komik berisikan cerita tentang proses penelitian ini dari pemilihan hewan uji sampai pengamatan fetus mencit.
c. Submateri kehamilan
Sub materi kehamilan ini terdapa pada materi sistem reproduksi manusia. Pada penelitian ini, submateri ini membahas mengenai kehamilan, dimana periode ini dimulai dari proses pembuahan pada saluran kelamin, melekatnya embrio pada endometrium, sampai terjadinya proses kelahiran bayi. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber pembelajaran bagi guru di sekolah untuk mengajarkan materi sistem reproduksi manusia yaitu berupa pengayaan.
d. Buah manjakani
Buah manjakani merupakan herbal ajaib mengandung kaya akan tannin untuk mengencangkan otot vagina. Buah manjakani dibuat ekstrakdengan pelarut air sehingga didapat serbuk dari buah manjakani kemudian dibuat larutan dengan dosis 29 mg, 36.4 mg dan 54 mg serbuk.
e. Mencit (Mus musculus L.)
Mencit (Mus musculus L.)merupakan anggota Muridae (tikus-tikusan) yang berukuran kecil dan mempunyai berat badan berkisar antara 12 samapai 30 gram. Mencit yang digunakan adalah mencit betina dan jantan. Mencit betina yang dipilih adalahs ehat, pernah bunting dan mempunyai ukuran yang sama. Sedangkan mencit jantan dipilh yang sehat dan fertile.
G. HIPOTESIS PENELITIAN
Pemberian buah manjakani berpengaruh terhadap kebuntingan mencit yaitu dapat mengalami resorpsi dan pada manusia mengalami keguguran dan adanya malformasi pada fetus
H. KAJIAN TEORI
Obat tradisional adalah obatan yang mengandung keseluruhan atau sebagian dari bahan aktif tumbuhan herba. Tumbuhan herba ini digunakan dengan tujuan untuk merawat penyakit atau juga untukk penyembuhan. Herba diambil dalam bentuk asal bagian tumbuhan seperti buah, bunga, rebusan akar, batang atau daun atau juga dalam keadaan yang telah diproses dalam bentuk serbuk, ekstrak air atau ekstrak pelarut kimia yang dikeringkan dan dijadikan kapsul, pil herba atau bentuk cairan (Tokjogho, 2011).
1. Klasifikasi tumbuhan manjakani
Alam: Tumbuhan
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Order: Fagales
Famili: [[]]
Genus: Lithocarpus
Spesies: Lithocarpus spp.
Manjakani yang dikenal “herbal ajaib” mengandung kaya akan tannin untuk mengencangkan otot vagina, vitamin A dan C, kalsium, protein, serta mengandung elemen astringen untuk menghilangkan bakteri penyebab keputihan, serta menambah kerapatan. Aman diminum dan bebas efek samping karena alami. Selama berabad-abad, tanaman yang punya nama lain Mecca Manjakani ini telah dipakai dalam obat tradisional oleh orang Arab, Iran, Cina, India, dan Melayu (anonim, 2009)
Manjakani telah digunakan secara meluas sebagai bahan dalam pengobatan tradisional sejak berabad-abad lalu oleh orang-orang Arab, Parsi, India, Cina dan Melayu. Malahan manjakani dipercayai mulai digunakan sejak 2725 SM oleh orang-orang Mesir Purba. Menurut kajian, manjakani terbaik ialah yang dikenali sebagai Manjakani Mekah atau Manjakani Allepo yang berasal dari daerah Allepo di Syria. Ia terbentuk apabila daun-daun pokok yang dikenali sebagai quercus infectoria (nama saintifik) dihinggapi oleh sejenis spesies penyengat yang dikenali sebagai cynipstinctorial atau cynips gallaetinctoria. Keberkesanan manjakani ini telah lama terbukti terutama dalam merawat keputihan, sakit tekak, ulser dan masalah kulit. Berikut ini Beberapa Khasiat Manjakani:
· Memulihkan elastisitas organ intim kewanitaaan (kencangkan otot Miss V)
· Menghilangkan gatal-gatal, Keputihan dan bau yang kurang menyenangkan.
· Mencegah penuaan dini
· Menstabilkan PH asam dan mengurangi cairan berlebihan (tidak kering).
· Meningkatkan hormon estrogen
· Mempertingkatkan daya alat kelamin dan tenaga batin.
· Membina rahim dan membersihkan (selepas bersalin / haid)
· Melancarkan pencernaan sehingga BAB lancar.
· Mencegah Kanker Servix dan Kanker Payudara.
· Mengobati sakit maag dan mengurangi selulit (Obat Herbal Alami Indonesia, 2010).
2. Klasifikasi dan Morfologi Mus musculus
Hewan uji yang paling sering digunakan dalam uji teratogenetik adalah mencit (Mus musculus), tikus(Rattus rattus) dan kelinci. Pemilihan hewan uji didasarkan pada kenyataan bahwa penelitian menggunakan hewan uji tersebut sudah lama dilakukan sehingga data atau informasi yang diperlukan mudah diperoleh dan hewan uji itu juga mudah didapat. Disamping itu pemilihan hewan uji juga didasarkan atas kedekatan ciri atau sifat tertentu dengan manusia, diantaranya :
a. Mekanisme proses absorpsi, metabolisme dan eliminasi obat yang mirip dengan mekanisme yang terjadi pada manusia.
b. Transmisi obat dan metabolitnya melalui plasenta.
c. Tahap perkembangan embrio maupun fetus mirip dengan manusia.
Selain itu mencit mempunyai sifat-sifat :
a. Mempunyai siklus reproduktif yang subur dengan siklus 4-5 hari
b. Tingkat malformasi spontan yang rendah.
c. Tahan terhadap penyakit.
d. Adanya bentuk cacat yang mudah dikenali dan mudah dianalisis (Kaspia, 2009).
Dalam klasifikasi makhluk hidup, mencit menempati kedudukan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Mamalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Mus
Species : Mus musculus L.
Mencit (Mus musculus L.) merupakan anggota Muridae (tikus-tikusan) yang berukuran kecil. Mencit memiliki panjang badan antara 65 sampai dengan 95 mm dari ujung hidung sampai ke ujung badan, ekor memiliki panjang antara 60 sampai 105 mm. Bulu berwarna coklat muda sampai hitam, dan secara umum memiliki warna putih atau kekuning-kuningan pada bagian perut. Berat tubuh antara 12 sampai 30 gram (Kaspia, 2009).
Reproduksi manusia merupakan sebuah proses yang sangat penting bagi kelangsungan hidup spesies. Akan tetapi, proses ini relatif tidak efisien. Kesuburan maksimal (kebolehjadian konsepsi selama satu bulan siklus menstruasi) hanya mendekati 30 % . Hanya 50 sampai 60 % dari semua konsepsi yang berlanjut sampai 20 pekan kehamilan. Dari jumlah kehamilan yang gugur, 75% disebabkan oleh kegagalan implantasi sehingga tidak dikenali sebagai kehamilan secara klinis. Implantasi yang gagal juga merupakan faktor kendala utama dalam reproduksi terbantu. Implantasi normal awal perkembangan embrio Sangat sedikit spesimen yang bisa menunjukkan pekan-pekan pertama perkembangan embrio pada manusia. Implantasi terjadi sekitar enam atau tujuh hari setelah konsepsi (fertilisasi). Sejauh analog dengan kejadian-kejadian yang terjadi pada beberapa spesies hewan, implantasi pada manusia kemungkinan mencakup tiga tahapan. Perlekatan awal blastosist ke dinding uterin, yang disebut aposisi, tidak stabil. Mikrovili pada permukaan apikal interdigitat syncytiotrofoblas dengan mikroprotrusi dari permukaan apikal epitelium uterin, yang dikenal sebagai pinopoda. Aposisi, dan selanjutnya implantasi, terjadi paling umum dalam dinding posterior atas (fundal) dari uterus ( Masdin.2010).
Perkembangan embrio dimulai pada saat sel telur yang telah dibuahi ada pada Tuba Falopi. Embrio yang sedang berkembang meneruskan perjalanan kedalam uterus, sebagai hasil pembelahan mitosis yang berulang-ulang terbentuk sebuah bola sel berongga yang disebut blastosis. Kira-kira satu minggu setelah fertilisasi, blastosis akan tertanam dalam dinding mukosa uterus yang menebal, proses ini disebut implantasi (Kimball, 1983). Menurut Kang dan Mansong (1989) penurunan berat badan merupakan gambaran terjadinya kelainan perkembangan atau malformasi.
Adanya perkembangan abnormal janin pada hewan ujiselama masa kebuntingan, selain karena faktor zat kimia juga dapat disebabkan karena beberapa faktor lain, diantaranya yaitu kekurangan diit, infeksi virus, hipertermi,ketidakseimbangan hormonal dan berbagai kondisi stres (Loomis, 1978). Selama kehamilan, selain membutuhkan nutrisi yang cukup, janin juga membutuhkan lingkungan yang aman, baik lingkungan luar maupun lingkungan intrauterin agar janin dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi lingkungan intrauterin tersebut adalah keseimbangan hormonal. Adanya keseimbangan hormonal akan menciptakan suasana aman bagi janin dan begitu pula sebaliknya.
Perkembangan embrio pada tahap organogenesis merupakan fase perkembangan yang sangat rentan terhadap pengaruh lingkungan baik fisik maupun lingkungan kimia. Hal ini disebabkan sel embrio sedang mengalami mitosis yang sangat cepat serta adanya proses diferensiasi yang mengikutinya. Hal ini didukung oleh pendapat Panjaitan (2003) yang menyatakan bahwa ”Tahap organogenesis merupakan tahap dimana sel secara intensif mengalami diferensiasi dan mobilisasi akibatnya embrio sangat rentan terhadap efek teratogen”. Menurut Russel dan Russel (1986) dalam Ramadhandkk. (1999), suatu teratogen yang bekerja pada embriotahap pra-implantasi (zigot, pembelahan, blastosist) atau tahap pra-organogenesis akan menyebabkan embrio itu mati atau tumbuh normal (hukum all or nothing), tergantung tingkat dosis teratogen yang diberikan (Ramadhan dan Kadarsih , 1999).
Kerusakan janin oleh obat dan zat kimia menarik perhatian dunia setelah terjadi bencana talidomid pada tahun 1960 atau 1961 dan mempunyai arti luar biasa. Sekarang telah dikenal resiko teratologi banyak obat dan hal ini pada pengobatan harus diperhatikan. Jenis kerusakan tidak hanya tergantung pada zat penyebab, teteapi tergantung pula pada fase perkembangan embrio yaitu fetus, tempat zat teratogenik bekerja. Terutama pada minggu pertama kehamilan terdapat bahaya kerusakan yang berat. Kenyataan ini harus diperhatikan bila seorang wanita selama periode usia subur dan pekerjaannya dapat berkontak (berhubungan) dengan zat yang demikian (Wattimena dkk, 1993).
Pengaruh buruk senyawa asing termasuk obat, terhadap janin dalam kandungan sangat bergantung pada umur kehamilan atau fase perkembangan janin itu sendiri. Pengaruh buruk yang terjadi itu beragam sesuai dengan masing-masing fase :
a. Fase implantasi, yaitu terjadi pada umur kehamilan kurang dari tiga minggu (manusia) atau 1-6 hari (mencit), pengaruh buruk yang mungkin timbul menganut pola all or none yaitu terjadi atau tidak sama sekali. Bila timbul pengaruh buruk akan mengakibatkan pengaruh embrionik sehingga terjadi abortus. Pada periode ini terjadi perkembangan dasar dari fertilisasi yang berlanjut dengan pembentukan lapisan germinal. Saat blastomer terletak bebas dalam uterus (praimplan) makanannya tergantung dari sekresi uterin. Jika pengaruh zat-zat asing yang berasal dari luar tersebut dapat diatasi, kerusakan-kerusakan sel yang terjadi akan segera diperbaiki, karena fase ini blastomer tetap mempertahankan totipotensinya, yaitu kemampuan yang ada pada sel untuk menghasilkan sel yang banyak dan bermacam-macam, sehingga mampu mengganti sel-sel yang rusak dengan yang baru sehingga pengaruh buruk tidak terjadi.
b. Fase embrional atau organogenesis, yakni pada umur kehamilan 3-8 minggu (manusia) atau 6-13 hari (mencit). Pada fase ini terjadi deferensiasi dimana sel-sel membentukkelompok khusus yang mempunyai kesamaan fungsi yang disebut organ. Urutan kejadian organogenesis menunjukan bahwa tiap organ dan sistem mengalami suatu masa kritis dimana diferensiasi harus terjadi pada saat yang tepat dari perkembangan pralahir. Fase ini merupakan fase yang paling peka untuk terjadinya malformasi anatomik yang spesifik, sehingga fase ini disebut juga periode teratogenik. Pengaruh teratogenik yang dapat timbul pada fase ini ada beberapa kemungkinan :
1) Pengaruh letal, yakni terjadi kematian janin dan terjadi abortus.
2) Pengaruh sub letal, yakni tidak terjadi kematian janin tetapi terjadi malformasi anatomik (struktur) pertumbuhan organ atau pengaruh teratogenik (monster).
3) Gangguan fungsional atau metabolik yang permanen baru tampak kemudian, artinya tidak langsung tampak atau timbul pada saat kelahiran.
c. Fase fotogenesis, yakni trimester kedua dan ketiga atau hari ke 14-19 pada mencit. Pada fase ini terjadi maturasi dan perkembangan lebih lanjut dari fetus. Pengaruh buruk senyawa asing pada fase ini berupa malformasi anatomik, kecuali pada deferensiasi genitalia eksterna yang pada kasus berat dapat menimbulkan pseudoherma phroditisme, yaitu kelainan berupa adanya dua buah alat kelamin yang berbeda dalam satu tubuh, biasanya kedua alat kelamin tersebut tidak sempurna. Pengaruh yang lebih mungkin muncul adalah gangguan terhadap fungsi fisiologi atau biokemik organ-organ (Santoso,1990).
Meskipun fetus dalam kandungan dilindungi terhadap pengaruh luar oleh plasenta dan selaput ketuban, tidak sama sekali terlepas dari pengaruh buruk zat kimia atau obat yang dikonsumsi induk. Kecepatan zat menembus barier plasenta tergantung besar molekul, kelarutan dalam lemak, dan derajat ionisasinya. Zat dengan berat molekul kurang dari 600, maupun yang memiliki derajat ionisasi dan kelarutan dalam lemak yang tinggi, dapat melewati barier plasenta dengan mudah (Stirrat &Beard, 1973 dalam Siswosudarmo, 1988). Walaupun embrio dilindungi dengan baik didalam uterus, ada beberapa zat yang disebut teratogen dapat menyebabkan malformasi kongenital selama perkembangan embrio. Malformasi kongenital adalah abnormalitas atau kelainan anatomi pada waktu dilahirkan, makroskopik atau mikroskopik dan terdapat baik di permukaan ataupun di sebelah dalam badan (Syahrum dkk, 1994).
3. Zat Besi
Zat besi merupakan mineral yang diperlukan oleh semua sistem biologi di dalam tubuh. Besi merupakan unsure esensial untuk sintesi hemoglobin, sintesis katekolamin, produksi panas dan komponen enzim-enzim tertentu yang diperlukan dalam produksin adenosine trifosfat yang terlibat dalam respirasi sel.
Ekstra zat besi dipelukan dalam kehamilan. Menurut Hilmar (1996) kebutuhan zat besi pada kehamilan dengan janin tunggal adalah sebagai berikut :
· 200 – 600 mg untuk memenuhi peningkatan massa sel darah
· 200 – 370 mg untuk janin yang bergantung pada berat lahirnya
· 150 – 200 mg untuk kehilangan eksternal
· 30 – 170 mg untuk tali pusat dan plasenta
· 90 – 310 mg untuk menggantikan darah yang hilang saat melahirkan
Dengan demikian kebutuhan total zat besi pada kehamilan berksar antara 580 – 1340 mg dan 400 1050 mg diantaranya akan hilang dalam tubuh saat ibumelahirkan. Untuk mengatasi kehilangan ini, ibu hamil memerlukan 3,5 – 4 mg zat besi perhari ( Jordan, 2003).
Zat besi diperlukan unuk produksi hemoglobin, karena volume darah meningkat 50 % selama kehamilan. Pada kehamilan, pemilihan obat dapat berdasarkan hasil penilaian terhadap keamanan pbat tersebut bagi janin dan bukan berdasarkan khasiatnya dalam penanganan suatu keadaan tertentu. Karena itu, obat yang dipilih untuk pengobatan ibu hamil bisa berbeda dengan obat yang secara empiris dianggap sebagai pilihan pertama bagi wanita yang tidak hamil. Pengobatan ibu hamil cenderung dapat berdasarkan pada obat – obatan yang sudah ada sejak lama dan secara umum dianggap aman bagi kehamilan ( Simkin,dkk, 2007).
4. Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan laruta yang berbeda dari komponen-komponen dalam campuran (Handojo, 1995). Dalam proses ekstraksi, tidak terjadi pemisahan segera dari bahan-bahan yang akan diperoleh (ekstrak). Tahap awal ekstraksi ditandai oleh penggumpalan ekst rak dalam pelarut. Menurut Handojo (1995), suatu proses ekstraksi umumnya meliputi tahap-tahap berikut:
a. Pencampuran bahan ekstraksi dengan pelarut dilanjutkan dengan proses perendaman untuk membiarkan keduanya saling berikatan. Dalam hal ini, terjadi perpindahan massa dengan cara difusi pada bidang antarmuka dari bahan ekstraksi dengan pelarut. Dengan demikian, pada tahap ini terjadi pelarutan ekstrak.
b. Pemisahan larutak ekstrak dengan rafinat, umumya dengan cara penjernihan atau filtrasi. Rafinat adalah bahan ekstraksi setelah diambil ekstraknya.
c. Pengisolasian ekstrak dari larutan ekstrak untuk mendapatkan kembali pelarut umumnya dilakukan dengan menguapkan pelarut. Untuk tujuan tertentu, larutan ekstrak dapat langsung diolah lebih lanjut atau diolah setelah dipanaskan.
Pelarut merupakan komponen utama dari suatu larutan homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat (cairan, padatan atau gas). Pelarut merupakan medium bagi zat terlarut yang dapat berperan serta dalam reaksi kimia serta memisahkan larutan yang disebabkan pengendapan atau penguapan. Pelarut yang umum digunakan adalah air. Pelarut umum lainnya adalah bahan kimia organic (mengandung karbon), yang biasa disebut pelarut organik. Untuk membedakan antara bahan pelarut dan yang terlarut, pelarut biasanya berada dalam jimlah besar. Pelarut juga dapat digunakan untuk mengekstrak senyawa yang dapat terlarut. Pelarut cair biasanya jernih dan tidak berwarna serta banyak yang mempunyai bau yang khas. Konsentrasi dari suatu larutan adalah jumlah senyawa yang dilarutkan dalam volume tertentu dari pelarut (Oxtoby et al., 2001).
5. Komik
Seperti diketahui, komik memiliki banyak arti dan debutan, yang disesuaikan dengan tempat masing-masing komik itu berada. Secara umum, komik sering diartikan sebagai cerita bergambar. Scout McCloud (dalam artikel Wurianto, 2009) memberikan pendapat bahwa komik dapat memiliki arti gambar-gambar serta lambang lain yang ter-jukstaposisi (berdekatan, bersebelahan) dalam urutan tertentu, utuk menyampaikan informasi dan atau mencapai tanggapan estetis dari pembacanya. Komik sesungguhnya lebih dari sekedar cerita bergambar yang ringan dan menghibur. Komik bukan cuma bacaan bagi anak-anak. Komik adalah suatu bentuk media komunikasi visual yangmempunyai kekuatan untuk menyampaikan informasi secara popular dan mudah dimengerti. Hal ini dimungkinkan karena komik memadukan kekuatan gambar dan tulisan, yang dirangkai dalamsuatu alur cerita gambar membuat informasi lebih mudah diserap. Teks membuatnya lebih dimengerti, dan alur membuatnya lebih mudah untuk diikuti dan diingat. Komik adalah juga media komunikasi visual dan lebih daripada sekedar cerita bergambar yang ringan dan menghibur. Sebagai media komunikasi visual, komikdapat diterapkan sebagai alat bantu pendidikan dan mampu menyampaikan informasi secara efektif dan efisien. Seperti diketahui, gaya belajar terdiri atas gaya visual, gaya auditori, dan gaya keptik. Gaya belajar visual merupakan gaya belajar yang lebih mengandalkan indera visual untuk menyerap informasi (Wurianto, 2009).
I. METODOLOGI PENELITIAN
1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama dua bulan di Laboratorium Pendidikan Biologi FKIP Untan.
2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini. Kandang mencit (Mus musculus) dan kawat penutup kandang, masing-masing berisi mencit dengan perlakuan sejenis diletakkan dalam kandang yang sama. Pisau bedah untuk membedah mencit pada saat menjelang melahirkan. Botol untuk tempat air minum. Spidol untuk menandai mencit agar dapat membedakan mencit yang satu dengan yang lain. Sonde oral yang digunakan untuk memberikan perlakuan secara oral. Alas bedah parafin untuk meletakan mencit saat pembedahan. Mangkuk plastik dengan tutup sebagai tempat meletakan fetus mencit yang diamati. Kaca pembesar (loop) untuk mambantu dalam pengamatan. Neraca dan toples untuk menimbang berat hewan uji dan fetus. Kamera untuk dokumentasi hasil pengamatan dan selama pengamatan. Alat yang digunakan untuk proses ekstraksi, antara lain : pisau silet, gelas kimia, gelas ukur, neraca analitik, dan oven.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa mencit (Mus musculus L.), buah manjakani, aquades, pelet, sekam, dan cotton buds.
3. Rancangan Percobaan Murni
a. Persiapan hewan uji
1) Pemilihan hewan uji, penelitian ini menggunakan mencit betina sebanyak 16 ekor, dipilh yang sehat, sudahpernah bunting dengan berat badan berat badan diusahakan sama dan mencit jantan sebanyak 4 ekor dalam kondisi yang baik.
2) Sebelum diberi perlakuan, mencit diadaptasikan selama 2 minggu. Mencit jantan dan betina dipelihara dalam kandang terpisah dan diberi makan makanan standar yaitu pellet dan minum air aquades
3) Pengelompokan hewan uji, hewan uji terpilih dikelompokan sesuai dengan masing-masing perlakuan yang ditentukan dan satu kelompok kontrol. Dalam kandang yang sama terdapat satu ekor mencit jantan dan empat ekor mencit betina.
4) Pemeriksaan siklus estrus, dilakukan dengan pengamatan morfologi terhadap mencit betina, yaitu diamati bagian vagina mencit dengan ciri-ciri vagina bengkak, merah dan berair dipisahkan dan diduga dalam keadaan estrus, maka dilakukan dengan cara usap vagina.
5) Pengawinan dan penetapan masa bunting, mencit yang siklus estrusnya teratur dipilih, hewan yang dalam keadaan proestrus pagi hari dimasukan dalam satu kandang dengan pejantan selama satu malam. pagi berikutnya, betina dipisahkan dengan pejantan dan diperiksa adanya sumbat vagina (vaginal plug) sebagai bukti dipertimbangkan telah terjadi perkawinan dan ditetapkan sebagai hari ke 0 kebuntingan (Salder & Kochhar, 1975 dalam Aulia, 2002
b. Pembuatan Ekstrak dan Pembuatan Larutan
Hewan uji yang paling sering digunakan dalam uji teratogenetik adalah mencit (Mus musculus), tikus(Rattus rattus) dan kelinci. Pemilihan hewan uji didasarkan pada kenyataan bahwa penelitian menggunakan hewan uji tersebut sudah lama dilakukan sehingga data atau informasi yang diperlukan mudah diperoleh dan hewan uji itu juga mudah didapat. Disamping itu pemilihan hewan uji juga didasarkan atas kedekatan ciri atau sifat tertentu dengan manusia, diantaranya :
a. Mekanisme proses absorpsi, metabolisme dan eliminasi obat yang mirip dengan mekanisme yang terjadi pada manusia.
b. Transmisi obat dan metabolitnya melalui plasenta.
c. Tahap perkembangan embrio maupun fetus mirip dengan manusia.
Selain itu mencit mempunyai sifat-sifat :
a. Mempunyai siklus reproduktif yang subur dengan siklus 4-5 hari
b. Tingkat malformasi spontan yang rendah.
c. Tahan terhadap penyakit.
d. Adanya bentuk cacat yang mudah dikenali dan mudah dianalisis (Kaspia, 2009).
Dalam klasifikasi makhluk hidup, mencit menempati kedudukan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Mamalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Mus
Species : Mus musculus L.
Mencit (Mus musculus L.) merupakan anggota Muridae (tikus-tikusan) yang berukuran kecil. Mencit memiliki panjang badan antara 65 sampai dengan 95 mm dari ujung hidung sampai ke ujung badan, ekor memiliki panjang antara 60 sampai 105 mm. Bulu berwarna coklat muda sampai hitam, dan secara umum memiliki warna putih atau kekuning-kuningan pada bagian perut. Berat tubuh antara 12 sampai 30 gram (Kaspia, 2009).
Reproduksi manusia merupakan sebuah proses yang sangat penting bagi kelangsungan hidup spesies. Akan tetapi, proses ini relatif tidak efisien. Kesuburan maksimal (kebolehjadian konsepsi selama satu bulan siklus menstruasi) hanya mendekati 30 % . Hanya 50 sampai 60 % dari semua konsepsi yang berlanjut sampai 20 pekan kehamilan. Dari jumlah kehamilan yang gugur, 75% disebabkan oleh kegagalan implantasi sehingga tidak dikenali sebagai kehamilan secara klinis. Implantasi yang gagal juga merupakan faktor kendala utama dalam reproduksi terbantu. Implantasi normal awal perkembangan embrio Sangat sedikit spesimen yang bisa menunjukkan pekan-pekan pertama perkembangan embrio pada manusia. Implantasi terjadi sekitar enam atau tujuh hari setelah konsepsi (fertilisasi). Sejauh analog dengan kejadian-kejadian yang terjadi pada beberapa spesies hewan, implantasi pada manusia kemungkinan mencakup tiga tahapan. Perlekatan awal blastosist ke dinding uterin, yang disebut aposisi, tidak stabil. Mikrovili pada permukaan apikal interdigitat syncytiotrofoblas dengan mikroprotrusi dari permukaan apikal epitelium uterin, yang dikenal sebagai pinopoda. Aposisi, dan selanjutnya implantasi, terjadi paling umum dalam dinding posterior atas (fundal) dari uterus ( Masdin.2010).
Perkembangan embrio dimulai pada saat sel telur yang telah dibuahi ada pada Tuba Falopi. Embrio yang sedang berkembang meneruskan perjalanan kedalam uterus, sebagai hasil pembelahan mitosis yang berulang-ulang terbentuk sebuah bola sel berongga yang disebut blastosis. Kira-kira satu minggu setelah fertilisasi, blastosis akan tertanam dalam dinding mukosa uterus yang menebal, proses ini disebut implantasi (Kimball, 1983). Menurut Kang dan Mansong (1989) penurunan berat badan merupakan gambaran terjadinya kelainan perkembangan atau malformasi.
Adanya perkembangan abnormal janin pada hewan ujiselama masa kebuntingan, selain karena faktor zat kimia juga dapat disebabkan karena beberapa faktor lain, diantaranya yaitu kekurangan diit, infeksi virus, hipertermi,ketidakseimbangan hormonal dan berbagai kondisi stres (Loomis, 1978). Selama kehamilan, selain membutuhkan nutrisi yang cukup, janin juga membutuhkan lingkungan yang aman, baik lingkungan luar maupun lingkungan intrauterin agar janin dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi lingkungan intrauterin tersebut adalah keseimbangan hormonal. Adanya keseimbangan hormonal akan menciptakan suasana aman bagi janin dan begitu pula sebaliknya.
Perkembangan embrio pada tahap organogenesis merupakan fase perkembangan yang sangat rentan terhadap pengaruh lingkungan baik fisik maupun lingkungan kimia. Hal ini disebabkan sel embrio sedang mengalami mitosis yang sangat cepat serta adanya proses diferensiasi yang mengikutinya. Hal ini didukung oleh pendapat Panjaitan (2003) yang menyatakan bahwa ”Tahap organogenesis merupakan tahap dimana sel secara intensif mengalami diferensiasi dan mobilisasi akibatnya embrio sangat rentan terhadap efek teratogen”. Menurut Russel dan Russel (1986) dalam Ramadhandkk. (1999), suatu teratogen yang bekerja pada embriotahap pra-implantasi (zigot, pembelahan, blastosist) atau tahap pra-organogenesis akan menyebabkan embrio itu mati atau tumbuh normal (hukum all or nothing), tergantung tingkat dosis teratogen yang diberikan (Ramadhan dan Kadarsih , 1999).
Kerusakan janin oleh obat dan zat kimia menarik perhatian dunia setelah terjadi bencana talidomid pada tahun 1960 atau 1961 dan mempunyai arti luar biasa. Sekarang telah dikenal resiko teratologi banyak obat dan hal ini pada pengobatan harus diperhatikan. Jenis kerusakan tidak hanya tergantung pada zat penyebab, teteapi tergantung pula pada fase perkembangan embrio yaitu fetus, tempat zat teratogenik bekerja. Terutama pada minggu pertama kehamilan terdapat bahaya kerusakan yang berat. Kenyataan ini harus diperhatikan bila seorang wanita selama periode usia subur dan pekerjaannya dapat berkontak (berhubungan) dengan zat yang demikian (Wattimena dkk, 1993).
Pengaruh buruk senyawa asing termasuk obat, terhadap janin dalam kandungan sangat bergantung pada umur kehamilan atau fase perkembangan janin itu sendiri. Pengaruh buruk yang terjadi itu beragam sesuai dengan masing-masing fase :
a. Fase implantasi, yaitu terjadi pada umur kehamilan kurang dari tiga minggu (manusia) atau 1-6 hari (mencit), pengaruh buruk yang mungkin timbul menganut pola all or none yaitu terjadi atau tidak sama sekali. Bila timbul pengaruh buruk akan mengakibatkan pengaruh embrionik sehingga terjadi abortus. Pada periode ini terjadi perkembangan dasar dari fertilisasi yang berlanjut dengan pembentukan lapisan germinal. Saat blastomer terletak bebas dalam uterus (praimplan) makanannya tergantung dari sekresi uterin. Jika pengaruh zat-zat asing yang berasal dari luar tersebut dapat diatasi, kerusakan-kerusakan sel yang terjadi akan segera diperbaiki, karena fase ini blastomer tetap mempertahankan totipotensinya, yaitu kemampuan yang ada pada sel untuk menghasilkan sel yang banyak dan bermacam-macam, sehingga mampu mengganti sel-sel yang rusak dengan yang baru sehingga pengaruh buruk tidak terjadi.
b. Fase embrional atau organogenesis, yakni pada umur kehamilan 3-8 minggu (manusia) atau 6-13 hari (mencit). Pada fase ini terjadi deferensiasi dimana sel-sel membentukkelompok khusus yang mempunyai kesamaan fungsi yang disebut organ. Urutan kejadian organogenesis menunjukan bahwa tiap organ dan sistem mengalami suatu masa kritis dimana diferensiasi harus terjadi pada saat yang tepat dari perkembangan pralahir. Fase ini merupakan fase yang paling peka untuk terjadinya malformasi anatomik yang spesifik, sehingga fase ini disebut juga periode teratogenik. Pengaruh teratogenik yang dapat timbul pada fase ini ada beberapa kemungkinan :
1) Pengaruh letal, yakni terjadi kematian janin dan terjadi abortus.
2) Pengaruh sub letal, yakni tidak terjadi kematian janin tetapi terjadi malformasi anatomik (struktur) pertumbuhan organ atau pengaruh teratogenik (monster).
3) Gangguan fungsional atau metabolik yang permanen baru tampak kemudian, artinya tidak langsung tampak atau timbul pada saat kelahiran.
c. Fase fotogenesis, yakni trimester kedua dan ketiga atau hari ke 14-19 pada mencit. Pada fase ini terjadi maturasi dan perkembangan lebih lanjut dari fetus. Pengaruh buruk senyawa asing pada fase ini berupa malformasi anatomik, kecuali pada deferensiasi genitalia eksterna yang pada kasus berat dapat menimbulkan pseudoherma phroditisme, yaitu kelainan berupa adanya dua buah alat kelamin yang berbeda dalam satu tubuh, biasanya kedua alat kelamin tersebut tidak sempurna. Pengaruh yang lebih mungkin muncul adalah gangguan terhadap fungsi fisiologi atau biokemik organ-organ (Santoso,1990).
Meskipun fetus dalam kandungan dilindungi terhadap pengaruh luar oleh plasenta dan selaput ketuban, tidak sama sekali terlepas dari pengaruh buruk zat kimia atau obat yang dikonsumsi induk. Kecepatan zat menembus barier plasenta tergantung besar molekul, kelarutan dalam lemak, dan derajat ionisasinya. Zat dengan berat molekul kurang dari 600, maupun yang memiliki derajat ionisasi dan kelarutan dalam lemak yang tinggi, dapat melewati barier plasenta dengan mudah (Stirrat &Beard, 1973 dalam Siswosudarmo, 1988). Walaupun embrio dilindungi dengan baik didalam uterus, ada beberapa zat yang disebut teratogen dapat menyebabkan malformasi kongenital selama perkembangan embrio. Malformasi kongenital adalah abnormalitas atau kelainan anatomi pada waktu dilahirkan, makroskopik atau mikroskopik dan terdapat baik di permukaan ataupun di sebelah dalam badan (Syahrum dkk, 1994).
3. Zat Besi
Zat besi merupakan mineral yang diperlukan oleh semua sistem biologi di dalam tubuh. Besi merupakan unsure esensial untuk sintesi hemoglobin, sintesis katekolamin, produksi panas dan komponen enzim-enzim tertentu yang diperlukan dalam produksin adenosine trifosfat yang terlibat dalam respirasi sel.
Ekstra zat besi dipelukan dalam kehamilan. Menurut Hilmar (1996) kebutuhan zat besi pada kehamilan dengan janin tunggal adalah sebagai berikut :
· 200 – 600 mg untuk memenuhi peningkatan massa sel darah
· 200 – 370 mg untuk janin yang bergantung pada berat lahirnya
· 150 – 200 mg untuk kehilangan eksternal
· 30 – 170 mg untuk tali pusat dan plasenta
· 90 – 310 mg untuk menggantikan darah yang hilang saat melahirkan
Dengan demikian kebutuhan total zat besi pada kehamilan berksar antara 580 – 1340 mg dan 400 1050 mg diantaranya akan hilang dalam tubuh saat ibumelahirkan. Untuk mengatasi kehilangan ini, ibu hamil memerlukan 3,5 – 4 mg zat besi perhari ( Jordan, 2003).
Zat besi diperlukan unuk produksi hemoglobin, karena volume darah meningkat 50 % selama kehamilan. Pada kehamilan, pemilihan obat dapat berdasarkan hasil penilaian terhadap keamanan pbat tersebut bagi janin dan bukan berdasarkan khasiatnya dalam penanganan suatu keadaan tertentu. Karena itu, obat yang dipilih untuk pengobatan ibu hamil bisa berbeda dengan obat yang secara empiris dianggap sebagai pilihan pertama bagi wanita yang tidak hamil. Pengobatan ibu hamil cenderung dapat berdasarkan pada obat – obatan yang sudah ada sejak lama dan secara umum dianggap aman bagi kehamilan ( Simkin,dkk, 2007).
4. Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan laruta yang berbeda dari komponen-komponen dalam campuran (Handojo, 1995). Dalam proses ekstraksi, tidak terjadi pemisahan segera dari bahan-bahan yang akan diperoleh (ekstrak). Tahap awal ekstraksi ditandai oleh penggumpalan ekst rak dalam pelarut. Menurut Handojo (1995), suatu proses ekstraksi umumnya meliputi tahap-tahap berikut:
a. Pencampuran bahan ekstraksi dengan pelarut dilanjutkan dengan proses perendaman untuk membiarkan keduanya saling berikatan. Dalam hal ini, terjadi perpindahan massa dengan cara difusi pada bidang antarmuka dari bahan ekstraksi dengan pelarut. Dengan demikian, pada tahap ini terjadi pelarutan ekstrak.
b. Pemisahan larutak ekstrak dengan rafinat, umumya dengan cara penjernihan atau filtrasi. Rafinat adalah bahan ekstraksi setelah diambil ekstraknya.
c. Pengisolasian ekstrak dari larutan ekstrak untuk mendapatkan kembali pelarut umumnya dilakukan dengan menguapkan pelarut. Untuk tujuan tertentu, larutan ekstrak dapat langsung diolah lebih lanjut atau diolah setelah dipanaskan.
Pelarut merupakan komponen utama dari suatu larutan homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat (cairan, padatan atau gas). Pelarut merupakan medium bagi zat terlarut yang dapat berperan serta dalam reaksi kimia serta memisahkan larutan yang disebabkan pengendapan atau penguapan. Pelarut yang umum digunakan adalah air. Pelarut umum lainnya adalah bahan kimia organic (mengandung karbon), yang biasa disebut pelarut organik. Untuk membedakan antara bahan pelarut dan yang terlarut, pelarut biasanya berada dalam jimlah besar. Pelarut juga dapat digunakan untuk mengekstrak senyawa yang dapat terlarut. Pelarut cair biasanya jernih dan tidak berwarna serta banyak yang mempunyai bau yang khas. Konsentrasi dari suatu larutan adalah jumlah senyawa yang dilarutkan dalam volume tertentu dari pelarut (Oxtoby et al., 2001).
5. Komik
Seperti diketahui, komik memiliki banyak arti dan debutan, yang disesuaikan dengan tempat masing-masing komik itu berada. Secara umum, komik sering diartikan sebagai cerita bergambar. Scout McCloud (dalam artikel Wurianto, 2009) memberikan pendapat bahwa komik dapat memiliki arti gambar-gambar serta lambang lain yang ter-jukstaposisi (berdekatan, bersebelahan) dalam urutan tertentu, utuk menyampaikan informasi dan atau mencapai tanggapan estetis dari pembacanya. Komik sesungguhnya lebih dari sekedar cerita bergambar yang ringan dan menghibur. Komik bukan cuma bacaan bagi anak-anak. Komik adalah suatu bentuk media komunikasi visual yangmempunyai kekuatan untuk menyampaikan informasi secara popular dan mudah dimengerti. Hal ini dimungkinkan karena komik memadukan kekuatan gambar dan tulisan, yang dirangkai dalamsuatu alur cerita gambar membuat informasi lebih mudah diserap. Teks membuatnya lebih dimengerti, dan alur membuatnya lebih mudah untuk diikuti dan diingat. Komik adalah juga media komunikasi visual dan lebih daripada sekedar cerita bergambar yang ringan dan menghibur. Sebagai media komunikasi visual, komikdapat diterapkan sebagai alat bantu pendidikan dan mampu menyampaikan informasi secara efektif dan efisien. Seperti diketahui, gaya belajar terdiri atas gaya visual, gaya auditori, dan gaya keptik. Gaya belajar visual merupakan gaya belajar yang lebih mengandalkan indera visual untuk menyerap informasi (Wurianto, 2009).
I. METODOLOGI PENELITIAN
1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama dua bulan di Laboratorium Pendidikan Biologi FKIP Untan.
2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini. Kandang mencit (Mus musculus) dan kawat penutup kandang, masing-masing berisi mencit dengan perlakuan sejenis diletakkan dalam kandang yang sama. Pisau bedah untuk membedah mencit pada saat menjelang melahirkan. Botol untuk tempat air minum. Spidol untuk menandai mencit agar dapat membedakan mencit yang satu dengan yang lain. Sonde oral yang digunakan untuk memberikan perlakuan secara oral. Alas bedah parafin untuk meletakan mencit saat pembedahan. Mangkuk plastik dengan tutup sebagai tempat meletakan fetus mencit yang diamati. Kaca pembesar (loop) untuk mambantu dalam pengamatan. Neraca dan toples untuk menimbang berat hewan uji dan fetus. Kamera untuk dokumentasi hasil pengamatan dan selama pengamatan. Alat yang digunakan untuk proses ekstraksi, antara lain : pisau silet, gelas kimia, gelas ukur, neraca analitik, dan oven.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa mencit (Mus musculus L.), buah manjakani, aquades, pelet, sekam, dan cotton buds.
3. Rancangan Percobaan Murni
a. Persiapan hewan uji
1) Pemilihan hewan uji, penelitian ini menggunakan mencit betina sebanyak 16 ekor, dipilh yang sehat, sudahpernah bunting dengan berat badan berat badan diusahakan sama dan mencit jantan sebanyak 4 ekor dalam kondisi yang baik.
2) Sebelum diberi perlakuan, mencit diadaptasikan selama 2 minggu. Mencit jantan dan betina dipelihara dalam kandang terpisah dan diberi makan makanan standar yaitu pellet dan minum air aquades
3) Pengelompokan hewan uji, hewan uji terpilih dikelompokan sesuai dengan masing-masing perlakuan yang ditentukan dan satu kelompok kontrol. Dalam kandang yang sama terdapat satu ekor mencit jantan dan empat ekor mencit betina.
4) Pemeriksaan siklus estrus, dilakukan dengan pengamatan morfologi terhadap mencit betina, yaitu diamati bagian vagina mencit dengan ciri-ciri vagina bengkak, merah dan berair dipisahkan dan diduga dalam keadaan estrus, maka dilakukan dengan cara usap vagina.
5) Pengawinan dan penetapan masa bunting, mencit yang siklus estrusnya teratur dipilih, hewan yang dalam keadaan proestrus pagi hari dimasukan dalam satu kandang dengan pejantan selama satu malam. pagi berikutnya, betina dipisahkan dengan pejantan dan diperiksa adanya sumbat vagina (vaginal plug) sebagai bukti dipertimbangkan telah terjadi perkawinan dan ditetapkan sebagai hari ke 0 kebuntingan (Salder & Kochhar, 1975 dalam Aulia, 2002
b. Pembuatan Ekstrak dan Pembuatan Larutan
a. Perlakuan
hewan uji
Pada
umur kebuntingan hari ke-7 hingga ke-14, mencit betina diberi perlakuan. Perlakuan pada penelitian ini ada 4 perlakuan dengan
ulangan 3 ekor mencit setiap perlakuan. Penentuan dosis berdasarkan dosis untuk
manusia berat badan 70 kg dikonversikan kepada mencit berat badan 20 g
mengunakan tabel konversi Laurence-Bacharach dengan factor konversi 0,0026.
Perlakuan dalam penelitian ini antara lain:
·
Perlakuan A : mencit yang diberi aquades sebagai
kontrol
·
Perlakuan B : mencit yang diberi tepung manjakani 29
mg/20 gram bb yang dilarutkan dalam 100
ml aquades
·
Perlakuan C : mencit yang diberitepung manjakani 36,4
mg/20 g bb yang dilarutkan dalam 100 ml aquades
·
Perlakuan D :
mencit yang diberi tepung manjakani 54 mg/20g bb yang dilarutkan dalam 100 ml aquades
Perlakuan
diberikan selama masa organogenesis, yaitu mulai kebuntingan hari ke-7 sampai
dengan kebuntingan hari ke-14. Pemberian dilakukan secara oral dengan
menggunakan sonde lambung 1 cc / hari. Sebelum pemberian ekstrak
buah manjakani,
dilakukan penimbangan berat badan mencit. Pemberian dilakukan sebanyak satu
kali untuk masing-masing kelompok perlakuan (single dose). Selama
perlakuan, induk mencit ditimbang (3 hari sekali) dan diamati keadaannya.
b. Pengamatan
dan Pengumpulan Data
Masa
pengamatan dimulai sejak masa berakhirnya masa kebuntingan hewan uji, yakni
hari ke 18. Selanjutnya pada umur kebuntingan 18 hari mencit
setiap kelompok perlakuan maupun control dibunuh dengan cara dislokasi leher (cervix dislocation)
dan kemudian dilakukan
pembedahan sehingga terlihat uterus
yang berisi janin dan uterus dipisahkan. Dinding uterus disayat secara
longitudinal guna mengeluarkan fetus yang ada di dalamnya. Fetus diambil dan
dipisahkan dari plasenta dan masing-masing dibersihkan dari kantong amnion yang
menutupinya kemudian dimasukkan kedalam larutan
fisiologis. Kemudian dilakukan pengamatan
terhadap Jumlah implantasi dicatat, terdiri dari jumlah
fetus yang hidup, jumlah fetus yang mati dan jumlah fetus yang resorbsi.Selanjutnya
dilakukan pengamatan eksterna secara morfometri (menimbang berat fetus,
mengukur panjang fetus dan mengamati morfologi fetus).
Untuk menghitung persentase fetus hidup, digunakan
rumus Manson dan Kang 1989 sebagai berikut:
c.
Analisis
Data
Pengujian
kualitas embrio dilakukan dengan
menghitung jumlah implaIitasi,
jumlah fetus hidup danjumlah fetus mati (resorpsi). Uji beda nyata dilakukan
dengan uji t-Student atau uji jumlah
pangkat Wilcoxon.
1.
Aplikasi
Hasil Pendidikan
Hasil
penelitian berupa pembuatan komik diaplikasikan sebagai pengayaan dalam Rancangan
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS)
sebagai kegiatan diskusi siswa. Dalam melaksanakan kegiatan diskusi siswa
dibagikan LKS sebagai pedoman siswa dalam memahami materi di dalam komik yang
telah dibuat. Pada akhir pembelajaran siswa diminta untuk mengisi angket untuk
melihat respon siswa terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan. Komik ini berisikan gambar dan tulisan serta
foto yang menceritakan tentang tahap-tahap percobaan murni.Yaitu dari pengambilan
sampel (mencit), kemudian dipelihara, dikawinkan, diberi perlakuan dengan
pemberian ekstrak buah manjakani yang telah diekstrakkan sampai pembedahan
mencit(Musmusculus). Hasil akhir komik ini berupa gambar tangan dan foto
fetus mencit baik yang hidup, mati maupun resorpsi serta morfologi fetus.
DAFTAR
PUSTAKA
Handojo, L. (1995). Teknologi Kimia Bagian
2.
Jakarta: PT Pradaya Paramita
Jordan. (2003). Farmakologi
Kebidanan. Jakarta : EEG
Kaspia. (2009).
Mencit Gagal Bunting .http://www.kaspia-phyblog.blogspot.com/2009.kaspia.
Diakses
16 Mei 2011
Kimball, J. W. (1983). Biologi jilid II
Edisi V. Jakarta : Erlangga
Masdin. (2010).
Implantasi dan Kelanjutan Kehamilan di
Periode Awal. http://masdin.blogspot.com.
Diakses 16 Mei 2011
Obat Herbal Alami Indonesia . (2010).Tanaman
Obat Manjakani. http://obatherbalalami.net/tanaman-obat/tanaman-obat-manjakani. diakses
16 mei 2011
Oxtoby, D. W., Gillins, H. P, dan Nachtrieb, N. M. (2001). Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Suminar Setiati (Penerjemah).
Jakarta: Erlangga.
Ramadhan,
S., W.S. Tien dan S. Kadarsih. (1999). Efek Perlakuan
Rubratoksin B pada TahapPraimplantasi dari Fetus Mencit (Mus musculus) Swiss
Webster.www.lp.itb.ac.id/product/vol31no3/ramadhan/ramadhan.html
Santoso,B.(1990). Pemakaian Obat Pada Kehamilan Fakultas Kedokteran Lab. Klinik. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada,
Sapoetra, G.K. (1992). Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. Jakarta: Rineka Cipta
Simkin, Penny,
Janet Whalley, dan Ann Kepler. (2007). Kehamilan, Melahirkan dan Bayi. (Penterjemah
: Lilian Juwono). Jakarta : Arcan.
Siswosudarmo,
R. (1988). Efek Samping Obat terhadap Perkembangan Janin Dalam : Efek samping Obat, Laboraturium Farmakologi Klinik Yogyakarta:
Yayasan Melati Nusantara
Tokjogho. (2011). Ubatan Herba Tradisional Berbahaya kepada Ibu Hamil. Http://utusan.com.
Diakses 16 Mei 2011
Wurianto, Eko. (2009). Komik Sebagai Media
Pembelajaran. Artikel Pendidikan. (online). (http://www. Ekowurianto.ac.id. Mei
2011)