Proses pembelajaran, sesuai dengan Permendikbud Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasardan Menengah,sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara utuh melalui pendekatan saintifik dan diperkuat dengan menerapkan beberapa model pembelajaran diantaranya pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk memahami model ini dan penerapannya pada pembelajaran Matematika SMP/MTs, silahkan Anda mencermati uraian berikut dan mendiskusikannya.
A. Defenisi dan Konsep Pembelajaran Penemuan/ Discovery Learning (DL)
1. Definisi Discovery Learning
Psikolog Jerome Bruner tahun 1961 menemukan konsep metode pembelajaran yang dikenal dengan model discovery learning. Temuannya menunjukkan bahwa metode discovery learning memiliki tujuan agar peserta didik didik dalam proses belajar mampu mendapatkan pengetahuan baru secara mandiri.
Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him self
"Discovery Learning dapat didefinisikan sebagai pembelajaran yang berlangsung ketika siswa tidak disajikan materi pelajaran dalam bentuk final, melainkan dituntut untuk mengorganisasikannya sendiri"
Discovery learning adalah metode pembelajaran yang menerapkan Inquiry-Based Instruction. Belajar tidak sama dengan menyerap apa yang dikatakan atau dibaca, tetapi secara aktif dalam belajar mencari jawaban dan solusi sendiri.
Meski metode belajar dan hasil belajar ini meningkatkan kemampuan mandiri pada peserta didik, situasi belajar dan kondisi belajar discovery learning tetap tak lepas dari bantuan instruktur dalam membantu peserta didik dan membimbing peserta didiknya.
Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada discovery learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui.
Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada peserta didik semacam masalah yang direkayasa oleh guru.
Akan tetapi prinsip belajar yang nampak jelas dalam discovery learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi peserta didik sebagai peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.
Dengan mengaplikasikan discovery learning secara berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan penemuan diri individu yang bersangkutan. Penggunaan discovery learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang terfokus pada guru (teacher oriented) ke pembelajaran yang berfokus pada peserta didik (student oriented). Merubah metode ekspository dimana peserta didik hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru, menjadi metode discovery peserta didik menemukan informasi sendiri.
2. Konsep Discovery Learning
Dalam Konsep Belajar, sesungguhnya Discovery Learning merupakan pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep, yang dapat memungkinkan terjadinya generalisasi.Sebagaimana teori Bruner tentang kategorisasi yang nampak dalam discovery, bahwa discovery adalah pembentukan kategori- kategori, atau lebih sering disebut sistem-sistem coding.
Pembentukan kategori-kategori dan sistem- sistem coding dirumuskan demikian dalam arti relasi-relasi (similaritas & difference) yang terjadi diantara obyek-obyek dan kejadian-kejadian (events). Bruner menjelaskan bahwa pembentukan konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berfikir yang berbeda pula.
Seluruh kegiatan mengkategori meliputi mengidentifikasi dan menempatkan contoh- contoh (obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu.
Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap peserta didik, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu peserta didik pada tahap eksplorasi.
Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan dimana peserta didik dapat melakukan eksplorasi, penemuan- penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar peserta didik dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif.
Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didik. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan peserta didik dalam berfikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Menurut Bruner (dalam Cahyo, 2013) perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu enaktif (0-2 tahun), ikonik (2-4 tahun), dan simbolik (5-7 tahun).
- Tahap enaktive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.
- Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).
- Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan- gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika.Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.
Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).
Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam Discovery Learning menurut Bruner (dalam Cahyo, 2013) adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang pemecah masalah (problem solver), ahli sejarah, seorang ilmuwan (scientist), ahli sejaraah (historia) , atau ahli matematika. Dan melalui kegiatan tersebut peserta didik akan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya.
- Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat.
- Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
- Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas.
B. Langkah Penerapan Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)
Langkah-langkah dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas adalah sebagai berikut:1. Perencanaan
- Menentukan tujuan pembelajaran
- Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya)
- Memilih materi pelajaran.
- Menentukan topik-topik yang harus dipelajari peserta didik secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi)
- Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari peserta didik
- Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik
- Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik
2. Pelaksanaan
a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi bahan.
Dalam hal ini Bruner (dalam Cahyo, 2013) memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan peserta didik pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi. Dengan demikian seorang Guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada peserta didik agar tujuan mengaktifkan peserta didik untuk mengeksplorasi dapat tercapai.
b. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Sedangkan menurut permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.Memberikan kesempatan peserta didik untuk mengidentifikasi dan menganalisa permasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun peserta didik agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
c. Data collection (pengumpulan data)
Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
Konsekuensi dari tahap ini adalah peserta didik belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja peserta didik menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
d. Data processing (pengolahan data)
Menurut Syah (2006:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22).
Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut peserta didikakan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis
e. Verification (pembuktian)
Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2006:244).Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2006:244).Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan peserta didik harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.
LANGKAH KERJA |
AKTIVITAS GURU |
AKTIVITAS SISWA |
Pemberian
rangsangan
(Stimulation) |
Guru memulai kegiatan
pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan
aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah |
1.
Peserta
didik dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian
dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk
menyelidiki sendiri. 2.
Stimulasi
pada fase ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang
dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi bahan. |
Pernyataan/ Identifikasi masalah (Problem Statement) |
Guru memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah
yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan
dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan
masalah). |
Permasalahan yang dipilih itu
selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni
pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan |
Pengumpulan
data
(Data
Collection) |
Ketika eksplorasi
berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk
mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan
benar atau tidaknya hipotesis. |
Pada tahap ini
berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya
hipotesis. Dengan demikian peserta didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan
(collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur,
mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan
sebagainya. |
Pengolahan data (Data Processing) |
Guru melakukan bimbingan pada
saat peserta didik melakukan pengolahan data. |
Pengolahan data merupakan
kegiatan mengolah data dan informasi baik melalui wawancara, observasi, dan
sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informasi hasil bacaan, wawancara,
observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan,
ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan
pada tingkat kepercayaan tertentu. |
Pembuktian (Verification) |
Verifikasi bertujuan
agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu konsep,
teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam
kehidupannya. |
Peserta didik
melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan
hasil pengolahan data. |
Menarik
simpulan/ge neralisasi (Generalizati on) |
Menarik kesimpulan adalah proses
menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk
semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. |
Berdasarkan hasil verifikasi
maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi |
C. Sistem Penilaian Dalam Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)
1. Penilaian Tertulis
Penilaian tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal peserta didik tidak selalu merespon dalam bentuk menulis jawaban tetapi dapat juga dalam bentuk yang lain seperti memberi tanda, mewarnai, menggambar dan lain sebagainya. Ada dua bentuk soal tes tertulis, yaitu berikut ini1. Soal dengan memilih jawaban.
- Pilihan ganda
- Dua pilihan (benar-salah, ya-tidak)
- Menjodohkan
2.Soal dengan mensuplai-jawaban.
- Isian atau melengkapi
- Jawaban singkat
- Soal uraian
Dari berbagai alat penilaian tertulis, tes memilih jawaban benar-salah, isian singkat, dan menjodohkan merupakan alat yang hanya menilai kemampuan berpikir rendah, yaitu kemampuan mengingat (pengetahuan). Tes pilihan ganda dapat digunakan untuk menilai kemampuan mengingat dan memahami.
Hal ini menimbulkan kecenderungan peserta didik tidak belajar untuk memahami pelajaran tetapi menghafalkan soal dan jawabannya. Alat penilaian ini kurang dianjurkan pemakaiannya dalam penilaian kelas karena tidak menggambarkan kemampuan peserta didik yang sesungguhnya.
Tes tertulis bentuk uraian adalah alat penilaian yang menuntut peserta didik untuk mengingat, memahami, dan mengorganisasikan gagasannya atau hal-hal yang sudah dipelajari, dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri.
Dalam menyusun instrumen penilaian tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:
- Materi, misalnya kesesuian soal dengan indikatorpada kurikulum;
- Konstruksi, misalnya rumusan soal atau pertanyaan harus jelas dan tegas.
- Bahasa, misalnya rumusan soal tidak menggunakan kata/ kalimat yang menimbulkanpenafsiran ganda.
2. Penilaian Diri
Penilaian diri (self assessment) adalah suatu teknik penilaian, subyek yang ingin dinilai diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan, status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu.Teknik penilaian diri dapat digunakan dalam berbagai aspek penilaian, yang berkaitan dengan kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor.
Kelebihan dan kekurangan model discovery learning
1. Keunggulan
- Mendorong partisipasi aktif dan memotivasi peserta didik
- Pembelajaran sesuai dengan kapasitas dan kecepatan peserta didik
- Mengedepankan kemandirian dan kreativitas peserta didik
- Menekankan pembelajaran pada proses, bukan hasil
2. Kekurangan
Sementara kekurangan dari model discovery learning ini memerlukan beberapa perhatian agar hal tersebut bisa dicegah di antaranya:- Discovery learning membutuhkan kerangka pembelajaran yang solid. Dalam proses pembelajaran, peserta didik maupun instruktur akan dihadapkan pada kebingungan yang membuat semakin sulit mencari jawaban.
- Discovery learning membutuhkan alat praktik yang sering kali tidak tersedia. Keterbatasan alat praktik membuat pelaksanaan discovery learning terhambat.
- Instruktur perlu dipersiapkan dengan baik dan mengantisipasi pertanyaan yang mungkin mereka terima, dan mampu memberikan jawaban atau pedoman yang benar.
- Ada kritik menyebut bahwa proses dalam model discovery learning terlalu mementingkan proses pemahaman. Ada aspek lain yang kurang menjadi perhatian, yakni perkembangan sikap dan keterampilan peserta didik.
Referensi/ Daftar Pustaka
Budiningsih, C. Asri. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.Memecahkan Masalah, Motivasi Belajar Dan Daya Ingat Siswa.
Syah, Muhibbin. 2006. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya