BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam kasus pertama, buku Pedoman EYD
ataupun Kamus Besar Bahasa Indonesia, tidak bisa semata-mata dijadikan acuan
untuk menilai kelayakan naskah, pun termasuk dijadikan satu-satunya referensi
untuk penyuntingan naskah. Karena itu, para penulis ataupun penerbit perlu
mencari solusi kebahasaan yang lain dan menetapkan suatu keputusan yang ajek
sebagai gaya
penulisan.
Sebetulnya masalah untuk kasus
pertama ini sudah lama dikaji dan akhirnya muncullah gagasan membuat semacam
buku pedoman gaya selingkung (house style)
penerbitan dalam bahasa Indonesia .
Pada awalnya gagasan ini akan dilaksanakan oleh Pusat Perbukuan Depdiknas. Akan
tetapi, entah mengapa sampai sekarang buku pedoman gaya selingkung ini tidak pernah selesai.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara penggunaan
EYD yang benar pada penulisan huruf dan kata?
2. Bagaimana cara penggunaan
EYD yang benar pada penulisan partikel,singkatan,akronim dan angka?
3. Bagaimana cara penggunaan
tanda baca yang benar sesuai dengan EYD
C.
Tujuan Makalah
1. mengidentifikasi
penggunaan EYD yang benar dan baku
2. mengidentifikasi penulisan
kata yang benar sesuai dengan EYD
D.
Manfaat Makalah
Makalah ini bermanfaat sebagai acuan
pembelajaran EYD yang lebih maksimal untuk masa yang akan dating,minimal untuk
bahan kajian yang mengacu kepada kemajuan dimasa yang akan datang.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
A. Asep Syamsul M. Romli (
dosen mata kuliah bahasa jurnalistik) menjelaskan peran EYD dan penggunaan EYD
dalam bahasa jurnalistik. Beliau menjelaskan, EYD merupakan aturan tata Bahasa
Indonesia yang baku .
Peran EYD yakni sebagai pedoman umum bagi para pengguna Bahasa Indonesia. Siapa
pun, kapan pun, dimana pun menggunakan EYD secara benar dan baik, maka harus
mengacu pada EYD yang sesuai dengan Undang-Undang dan Pancasila. EYD pun
memiliki pengecualian, biasanya pada penulisan judul. EYD yang digunakan saat
ini adalah EYD yang telah disepakati oleh 3 negara yakni Indonesia , Malaysia dan Bruneidarussalam.
B.
Ejaan yang
Disempurnakan (EYD) tetap menjadi acuan bagi para penerbit yang menyadari
pentingnya penerapan bahasa secara standar dalam karya atau produk bernama
buku. Karena itu, bagi banyak penerbit, salah satu poin kriteria kelayakan
naskah adalah naskah ditulis dengan bahasa Indonesia yang standar atau
mengikuti pedoman EYD, terutama untuk naskah-naskah nonfiksi. Namun, dalam
praktiknya, penerapan EYD tidak sepenuhnya bisa dilaksanakan oleh penerbit
serta tidak semuanya naskah ditulis dengan penerapan EYD.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Penggunaan EYD yang benar
pada penulisan huruf dan kata
1.
Penggunaan Huruf Kapital
a.
Jabatan tidak diikuti nama orang
Dalam butir 5 Pedoman
EYD dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsure nama jabatan dan pangkat
yang diikuti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Contoh, Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono, Gubernur Jawa Barat, Profesor Jalaluddin Rakhmat,
Sekretaris Jendral, Departemen Pendidikan Nasional. Jabatan tidak diikuti nama
orang tidak memakai huruf kapital. Contoh, Menurut bupati, anggaran untuk pendidikan
naik 25 % dari tahun sebelumnya.
b.
Huruf pertama nama bangsa
Dalam butir 7 dinyatakan,
huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Contoh, bangsa Indonesia, suku Sunda, bahasa Inggris.
Ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai bentuk dasar kata turun. Contoh : ke-Sunda-Sundaan,ke-Inggris-Inggrisan,ke-Batak-Batakan, meng Indonesiakan.Seharusnya : kesunda-sundaan, keinggris- inggrisan, kebatak-batakan, mengindonesiakan.
Ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai bentuk dasar kata turun. Contoh : ke-Sunda-Sundaan,ke-Inggris-Inggrisan,ke-Batak-Batakan, meng Indonesiakan.Seharusnya : kesunda-sundaan, keinggris- inggrisan, kebatak-batakan, mengindonesiakan.
c.
Nama geografi sebagai nama jenis
Dalam butir 9 ditegaskan,
huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur
nama diri. Contoh, berlayar ke teluk, mandi di kali, menyebrangi selat, pergi ke arah tenggara,
kacang bogor, salak bali, pisang ambon, pepaya bangkok, nanas subang, tahu
sumedang, peuyeum bandung dan telur brebes.
d.
Setiap unsur bentuk ulang sempurna
Dalam butir 11 dinyatakan,
huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang
terdapat pada nama badan lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen
resmi. Contoh, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu
Sosial, Yayasan Ahli-Ahli Bedah Plastik Jawa Barat, Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia, Garis-Garis Besar Haluan Negara.
e.
Penulisan kata depan dan kata sambung
Dalam butir 12 dinyatakan,
huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat
kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang
tidak terletak pada posisi awal. Biasanya dipakai pada penulisan judul cerpen, novel. Contoh, Harimau
Tua dan Ayam Centil, Hari-Hari Penantian dalam Gua Neraka, Kado untuk Setan, Taksi yang Menghilang.
2.
Penulisan Huruf Miring
a.
Penulisan nama buku
Pada butir 1 pedoman penulisan huruf
miring ditegaskan, huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama
buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Contoh, Buku Jurnalistik
Indonesia, Majalah Sunda Mangle, Surat Kabar Bandung Pos.
b.
Penulisan penegasan kata dan penulisan bahasa asing
Butir 2 pedoman penulisan huruf
miring menyatakan, huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau
mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Contoh, boat modeling,
aeromodeling, motorsport.
c. Penulisan kata ilmiah
Butir 3 pedoman penulisan huruf
miring menegaskan, huruf miring dan cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah
dan ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya. Contoh, royal-purple
amethyst, crysacola, turqoisa, rhizopoda, lactobacillus, dsb.
3.
Penulisan Kata Turunan
a. Gabungan kata dapat awalan
akhiran
Butir 3 pedoman kata turunan
menegaskan, jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan
akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. Contoh, bertepuk tangan, garis
bawahi, dilipatgandakan, sebar luaskan.
b. Gabungan kata dalam
kombinasi
Butir 4 pedoman penulisan kata
turunan menyatakan, jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam
kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Contoh, antarkota, antarsiswa,
antipornografi, antikekerasan, anti-Amerika, audiovisual, demoralisasi, dwiwarna, dwibahasa,
ekasila, ekstrakulikuler, interkoneksi, intrakampus, multifungsi, pramuwisma, tunakarya, tunarungu,
prasejarah, pascapanen, tridaya, rekondisi.
4.
Penulisan Gabungan Kata
a. Penulisan gabungan kata
istilah khusus
Butir 2 pedoman penulisan gabungan
kata mengingatkan, gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin
menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian
di antara unsur yang bersangkutan. Contoh; alat pandang- dengar, anak-istri saya,
buku sejarah-baru, mesin-hitung tangan, ibu-bapak kami.
b. Penulisan gabungan kata serangkai
Butir 3 pedoman penulisan gabungan
kata menegaskan, gabungan kata berikut harus ditulis serangkai. Contoh, acapkali,
adakalanya, akhirulkalam, daripada, darmawisata, belasungkawa, dukacita, kacamata, kasatmata,
manakala, manasuka, matahari, olahraga, padahal, peribahasa,
radioaktif, saptamarga, saripati, sediakala, segitiga, sekalipun, sukacita, sukarela,
sukaria, titimangsa.
B.
Penggunaan
EYD yang benar pada partikel, singkatan, akronim, dan angka.
1.
PENULISAN PARTIKEL
Penulisan partikel -lah, -kah,
dan –tah Pedoman EYD menetapkan ketentuan pertama menyatakan partikel
-lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Contoh: bacalah,
tidurlah, apakah, siapakah, apatah.
a.
Penulisan partikel pun
Butir 2 tentang penulisan partikel
mengingatkan, partikel pun dituliskan terpisah dari kata yang
mendahuluinya.
b.
Penulisan partikel per
Butir 3 tentang penulisan
partikel menyebutkan, pertikel per yang berarti mulai, demi, dan tiap
ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
2.
PENULISAN SINGKATAN
Pedoman EYD menegaskan, singkatan
ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi,
serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf
kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
a. Penulisan singkatan umum
tiga huruf
Pedoman EYD mengingatkan, singkatan
umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Kaidah
bahasa jurnalistik dengan tegas melarang pemakaian singkatan umum seperti ini
dalam setiap karya jurnalistik seperti tajuk renacana, pojok, artikel, kolom, surat pembaca, berita,
teks foto, feature. Bahasa jurnalistik juga dengan tegas melarang penggunaan
singkatan jenis ini dalam judul tajuk, artikel, surat pembaca, atau judul-judul berita.
b. Penulisan singkatan mata
uang
Pedoman EYD menegaskan, lambang
kimia, singkatan satuan ukuran , takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti
tanda titik.
3.
PENULISAN AKRONIM
Menurut Pedoman EYD, akronim
ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun
gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
Pertama, akronim nama diri berupa gabunga
suku kata. Kedua, akronim yang bukan nama diri berupa gabungan huruf.
a. Akronim nama diri
Pedoman EYD menyatakan, akronim nama
diri yag berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret
kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
b. Akronim bukan nama diri
Menurut Pedoman EYD, akronim
yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan
huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Sebagai catatan, Pedoman EYD
mengingatkan, jika dianggap perlu membentuk akronim, maka harus diperhatikan
dua syarat
Pertama, jumlah suku akronim jangan melebihi
jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia .
Kedua, akronim dibentuk yang sesuai dengan
mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola
kata Indonesia
yang lazim
4.
PENULISAN ANGKA
Pedoman EYD menetapkan empat jenis
penulisan angka,
Pertama, angka dipakai untuk menyatakan
lambing bilangan atau nomor. Dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau
angka Romawi.
Kedua, angka digunakan untuk menyatakan :
(1) ukuran panjang, berat, luas, dan
isi,
(2) satuan waktu,
(3) nilai uang, dan
(4) kuanitas.
Ketiga, angka lazim dipakai untuk
melambangkan nomor jalan, rumah, aparteman, atau kamar pada alamat.
Keempat, angka digunakan juga untuk menomori
bagian karangan dan ayat kitab suci.
5.
PENULISAN LAMBANG BILANGAN
Dari delapan jenis penulisan bilangan
yang diatur dalam Pedoman EYD, empat diantaranya perlu dibahas disini.
Ini mengingat apa yang dibolehkan dalam Pedoman EYD, belum tentu dibolehkan
pula dalam bahsa jurnalistik.
a.
Penulisan lambang bilangan satu-dua kata
Pedoman EYD menetapkan, penulisan
lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan
huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti
dalam perincian dan pemaparan.
b.
Penulisan lambang bilangan awal kalimat
Lambang bilangan pada awal kalimat
ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang
tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal
kalimat.
c.
Penulisan lambang bilangan utuh
Angka yang menunjukan bilangan utuh
yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca. Ketentuan dalam Pedoman
EYD ini sangat sejalan dengan kaidah bahasa jurnalistik yang senantiasa menuntut
kesederhanaan dan kemudahan.
d.
Penulisan lambang bilangan angka-huruf
Bilangan tidak perlu ditulis dengan
angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali didalam dokumen resmi seperti akta
dan kuitansi. (ash3).com
C.
Penggunaan Tanda Baca
1.
Tanda Titik (. )
a.
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat
yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya: Ayahku
tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
b. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Misalnya: A. S. Kramawijaya
Muh. Yamin
c. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan,
pangkat, dan sapaan
Misalnya: Bc.
Hk. (Bakalaureat Hukum)
Dr. (Doktor)
Dr. (Doktor)
2. Tanda Koma ( , )
a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan.
Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Satu, dua, . . . tiga!
Satu, dua, . . . tiga!
b.
Tanda koma dipakai
untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari
kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata tetapi dan melainkan.
Misalnya: Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
3.
Tanda Titik
Koma (; )
a.
Tanda titik koma
dapat dipakai untuk memisahkan bagianbagian
kalimat yang sejenis dan
setara.
Misalnya: Malam makin larut; kami belum selesai juga.
b. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai
pengganti kata penghubung.
Misalnya: Ayah mengurus tanaman di kebun; ibu sibuk bekerja
di dapur; adik menghafalkan nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik
mendengarkan siaran pilihan pendengar.
4.
Tanda Titik Dua ( : )
a.
Tanda titik dua
dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap
bila diikuti rangkaian atau pemerian.
Misalnva: Yang kita perlukan sekarang ialah barang
yang berikut: kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu mempunyai dua jurusan: Ekonorni Umum dan Ekonomi Perusahaan.
Fakultas itu mempunyai dua jurusan: Ekonorni Umum dan Ekonomi Perusahaan.
b.
Tanda titik dua
dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:
a. Ketua : Ahmad Wijaya
Sekretaris : S. Handayani
Bendahara : B. Hartawan
Sekretaris : S. Handayani
Bendahara : B. Hartawan
b. Tempat sidang : Ruang 104
Pengantar Acara : Bambang S.
Hari : Senin
Jam : 9.30 pagi
Pengantar Acara : Bambang S.
Hari : Senin
Jam : 9.30 pagi
5.
Tanda Hubung ( - )
a.
Tanda hubung menyambung suku-suku kata
dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya:
... ada cara ba-
ru juga.
Suku kata yang terdiri atas satu huruf tidak dipenggal supaya jangan
terdapat satu huruf saja pada ujung baris.
b.
Tanda hubung
menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya, atau
akhiran dengan bagian kata di depannya pada
Misalnya:
.. . cara baru meng-
ukur panas.
... cara
baru me-
ngukur kelapa.
... alat pertahan-
an yang baru.
Akhiran
-i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja
pada pangkal baris.
c. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya: anak-anak
berulang-ulang
dibolak-balikkan
kemerah-merahan
Tanda ulang (2) hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak
dipakai pada teks karangan.
6.
Tanda Pisah ( -
)
a.
Tanda pisah
membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan
khusus di luar bangun kalimat.
khusus di luar bangun kalimat.
Misalnya: Kemerdekaan bangsa itu -saya yakin akan tercapai- diperjuangkan
oleh bangsa itu sendiri.
b.
Tanda pisah menegaskan adanya aposisi
atau keterangan yang lain sehingga kalimat
menjadi lebih jelas.
Misalnya:
Rangkaian penemuan ini-evolusi, teori kenisbisan, dan kini juga pembedahan
atom- tidak mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
7.
Tanda Elipsis ( ...
)
a. Tanda elipsis menggambarkan kalimat yang terputus-putus.
Misalnya: Kalau begitu ... ya, marilah kita
bergerak.
b.
Tanda elipsis
menunjukkan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya: Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
- Tanda Tanya ( ? )
a.
Tanda tanya dipakai
pada akhir kalimat tanya
Misalnya: Kapan ia berangkat?
Saudara tahu bukan?
Misalnya: Kapan ia berangkat?
Saudara tahu bukan?
b.
Tanda tanya dipakai
di antara tanda kurung untuk menyatakan bagian
kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya: la
dilahirkan pada tahun 1683 (?).
Uangnya sebanyak 10
juta rupiah (?) hilang.
- Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau
pernyataan yang berupa seruan atau perintah, atau yang menggambarkan
kesungguhan, ketidakpercayaan, atau rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
Alangkah seramnya peristiwa itu!
Bersihkan kamar ini sekarang juga!
Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak- istrinya!
Merdeka!
Bersihkan kamar ini sekarang juga!
Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak- istrinya!
Merdeka!
- Tanda
Kurung ( )
a.
Tanda kurung mengapit tambahan
keterangan atau penjelasan.
Misalnya: DIP
(Daftar Isian Proyek) kantor itu sudah selesai.
b.
Tanda kurung mengapit keterangan atau
penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Misalnya:
Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat yang terkenal
di Bali) ditulis pada tahun 1962
c.
Tanda kurung mengapit angka atau huruf
yang memerinci satu seri keterangan. Angka atau huruf itu dapat juga diikuti
oleh kurung tutup saja.
Misalnya:
Faktor-faktor produksi menyangkut masalah berikut:
(a) alam,
(b) tenaga kerja, dan
(c) modal.
(a) alam,
(b) tenaga kerja, dan
(c) modal.
Faktor-faktor produksi menyangkut
masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
- Tanda Kurung Siku ([... ])
a.
Tanda kurung siku mengapit huruf,
kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan
pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu jadi
isyarat bahwa kesalahan itu memang terdapat di dalam naskah
asal.
Misalnya: Sang
Sapurba men[d] engar bunyi gemerisik.
b.
Tanda kurung siku mengapit keterangan
dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Misalnya:
(Perbedaan antara dua macam proses ini [lihat BabI] tidak dibicarakan.)
12. Tanda Petik ("... ")
a.
Tanda petik mengapit petikan langsung
yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain. Kedua pasang
tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
Misalnya:
"Sudah siap?" tanya Awal.
"Saya belum siap," seru Mira, "tunggu sebentar!"
"Saya belum siap," seru Mira, "tunggu sebentar!"
b.
Tanda petik mengapit judul syair,
karangan, dan bab buku, apabila dipakai dalam kalimat.
Misalnya:
Bacalah "Bola Lampu" dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu
Tempat.
13. Tanda Petik Tunggal ( ' ... ' )
a.
Tanda petik tunggal mengapit petikan
yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya:
Tanya Basri, "Kaudengar bunyi 'kring-kring' tadi?"
"Waktu kubuka pintu kamar depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu, Bapak pulang',
dan rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak Hamdan.
"Waktu kubuka pintu kamar depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu, Bapak pulang',
dan rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak Hamdan.
b.
Tanda petik tunggal mengapit terjemahan
atau penjelasan kata atau ungkapan asing (Lihat pemakaian tanada kurung)
Misalnya: rate of inflation
’laju inflasi’
14. Tanda Ulang ( ...2 ) (angka 2 biasa)
Tanda ulang dapat dipakai dalam tulisan
cepat dan notula untuk menyatakan pengulangan kata dasar.
Misalnya: kata2
lebih2
sekali2
lebih2
sekali2
15. Tanda Garis Miring ( / )
a.
Tanda garis miring dipakai dalam
penomoran kode surat.
Misalnya: No.
7/PK/1973
b.
Tanda garis miring dipakai sebagai
pengganti kata dan, atau, per, atau nomor alamat.
Misalnya:
mahasiswa/mahasiswi
harganya Rp 15,00/lembar
Jalan Daksinapati IV/3
harganya Rp 15,00/lembar
Jalan Daksinapati IV/3
16. Tanda Penyingkat (Apostrof) ( ' )
Tanda apostrof menunjukkan penghilangan
bagian kata.
Misalnya:
Ali 'kan kusurati ('kan = akan) Malam
'lah tiba ('lah = telah)
BAB IV
Kesimpulan
Ejaan
merupakan keseluruhan peraturan bagaimana menggambarkan lambang-lambang bunyi
ujaran dan bagaimana interrelasi antara lambang-lambang itu (pemisahannya,
penggabungannya) dalam suatu bahasa. Ejaan yang disempurnakan bertujuan untuk
dapat berkomunikasi dengan bahasa indonesia yang baik dan benar. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam EYD, seperti :
1. Pemakaian huruf
3. Penulisan kata
4. Pemakaian tanda baca