Hukum islam baik dalam pengertian syari’at maupun fiqih
dibagi menjadi dua bagian besar, yakni bidang ibadah dan muamalah. Ibadah
artinya menghambakan diri kepada Allah dan merupakan tugas hidup manusia.
Ketentuannya telah diatur secara pasti oleh Allah dan dijelaskan oleh
Rasul-Nya. Dengan demikian tidak mungkin adanya perubahan dalam hukum dan tata
caranya, yang mungkin berubah hanyalah penggunaan alat-alat modern dalam
pelaksanaannya. Adapun mu’amalat adalah ketetapan Allah yang langsung mengatur
kehidupan sosial manusia meski hanya pada pokok-pokoknya saja. Oleh karena itu
sifatnya terbuka untuk dikembangkan melalui ijtihad.
Hukum islam tidak membedakan dengan
tajam antara hukum perdata dan hukum publik seperti halnya dalam hukum barat.
Hal ini disebabkan karena menurut hukum islam pada hukum perdata ada segi-segi
publik dan begitu pula sebaliknya. Dalam hukum Islam yang disebutkan hanya
bagian-bagiannya saja.
Menurut H. M. Rasjidi bagian-bagian hukum islam adalah
1. Munakahat yakni hukum
yang mengatur segala sesuatu yang mengenai perkawinan, perceraian, serta
akibat-akibatnya.
2. Wirasah mengatur
segala masalah yang menyangkut tentang warisan. Hukum kewarisan ini juga
disebut faraid.
3. Muamalah dalam arti
khusus, yakni hukum yang mengatur masalah kebendaan dan tata hubungan manusia
dalam soal ekonomi.
4. Jinayat (‘ukubat) yang menuat
aturan-aturan mengenai perbuatan yang
diancam dengan baik dalam bentuk jarimah
hudud (bentuk dan batas hukumannya sudah ditentukan dalam Alqur’an dan hadis)
maupun jar h ta’zir (bentuk dan batas
hukuman ditentukan penguasa).
5. Al Ahkam as-sulthaniyah yakni hukum yang mengatur urusan pemerintahan,
tentara, pajak, dan sebagainya.
6. Siyar adalah
hukum yang mengatur perang, damai, tata hubungan dengan negara dan agama lain.
7. Mukahassamat mengatur
peradilan, kehakiman, dan hukum acara. (H. M. Rasjidi, 1980: 25-26)
Dari hal-hal yang sudah dikemukakan di atas, jelas
bahwa hukum islam itu luas, bahkan bidang-bidang tersebut dapat dikembangkan
masing-masing spesifikasinya lagi.