Filsafat merupakan ilmu yang sudah sangat tua. Bila kita membicarakan filsafat maka pandangan kita akan tertuju jauh ke masa lampau di zaman Yunani Kuno. Pada masa itu semua ilmu dinamakan filsafat. Dari Yunanilah kata "filsafat" ini berasal, yaitu dari kata "philos" dan "sophia". Philos artinya cinta yang sangat mendalam, dan sophia artinya kebijakan atau kearifan.
Istilah filsafat sering dipergunakan secara populer dalam kehidupan sehari-hari, baik secara sadar maupun tidak sadar. Dalam penggunaan populer, filsafat dapat diartikan sebagai suatu pendirian hidup (individu) dan dapat juga disebut sebagai pandangan masyarakat (masyarakat). Mungkin anda pernah bertemu dengan seseorang dan mengatakan: filsafat hidup saya adalah hidup seperti oksigen, menghidupi orang lain dan diri saya sendiri. Atau orang lain lagi mengatakan: Hidup harus bermanfaat bagi orang lain dan dunia. Ini adalah contoh sederhana tentang filsafat seseorang.
Selain itu, masyarakat juga mempunyai filsafat yang bersifat kelompok. Oleh karena manusia itu makhluk sosial, maka dalam hidupnya ia akan hidup bermasyarakat dengan berpedoman pada nilai-nilai hidup yang diyakini bersama. Inilah yang disebut filsafat atau pandangan hidup. Bagi bangsa Indonesia, Pancasila merupakan filsafat bangsa.
Selain itu, masyarakat juga mempunyai filsafat yang bersifat kelompok. Oleh karena manusia itu makhluk sosial, maka dalam hidupnya ia akan hidup bermasyarakat dengan berpedoman pada nilai-nilai hidup yang diyakini bersama. Inilah yang disebut filsafat atau pandangan hidup. Bagi bangsa Indonesia, Pancasila merupakan filsafat bangsa.
Henderson sebagaimana dikutip oleh Uyoh Sadulloh (2007:16) mengemukakan: Populerly, philosophy menans one’s general view of lifeof men, of ideals, and of values, in the sense everyone has a philosophy of life.
Di Jerman dibedakan antara filsafat dengan pandangan hidup (Weltanscahuung). Filsafat diartikan sebagai suatu pandangan kritis yang sangat mendalam sampai ke akar-akarnya. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Magnis Suseno (1995:20) bahwa filsafat sebagai ilmu kritis. Dalam pengertian lain, filsafat diartikan sebagai interpretasi atau evaluasi terhadap apa yang penting atau apa yang berarti dalam kehidupan. Di pihak lain ada yang beranggapan bahwa filsafat sebagai cara berpikir yang kompleks, suatu pandangan yang tidak memiliki kegunaan praktis.
Di Jerman dibedakan antara filsafat dengan pandangan hidup (Weltanscahuung). Filsafat diartikan sebagai suatu pandangan kritis yang sangat mendalam sampai ke akar-akarnya. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Magnis Suseno (1995:20) bahwa filsafat sebagai ilmu kritis. Dalam pengertian lain, filsafat diartikan sebagai interpretasi atau evaluasi terhadap apa yang penting atau apa yang berarti dalam kehidupan. Di pihak lain ada yang beranggapan bahwa filsafat sebagai cara berpikir yang kompleks, suatu pandangan yang tidak memiliki kegunaan praktis.
Ada pula yang beranggapan bahwa para filsuf bertanggung jawab terhadap cita-cita dan kultur masyarakat tertentu. Seperti halnya Karl Marx dan Fredrich Engels yang telah menciptakan komunisme. Thomas Jefferson dan John Stuart Mill telah mengembangkan suatu teori yang dianut dalam masyarakat demokratis. John Dewey adalah peletak dasar kehidupan pragmatis di Amerika.
Sidi Gazalba (1974:7) mengatakan bahwa filsafat adalah hasil kegiatan berpikir yang radikal, sistematis, universal. Kata "radikal" berasal dari bahasa Latin "radix" yang artinya akar. Filsafat bersifat radikal, artinya permasalahan yang dikaji, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan jawaban yang diberikan bersifat mendalam sampai ke akar-akarnya yang bagi orang awam mungkin dianggap hal biasa yang tidak perlu dibahas lagi, tetapi filsafat ingin mencari kejelasan makna dan hakikatnya. Misal: Siapakah manusia itu? Apakah hakikat alam semesta ini? Apakah hakikat keadilan?
Filsafat bersifat sistematis artinya pernyataan-pernyataan atau kajian-kajiannya menunjukkan adanya hubungan satu sama lain, saling berkait dan bersifat koheren (runtut). Di dalam tradisi filsafat ada paham-paham atau aliran besar yang menjadi titik tolak dan inti pandangan terhadap berbagai pertanyaan filsafat. Misal: aliran empirisme berpandangan bahwa hakikat pengetahuan adalah pengalaman. Tanpa pengalaman, maka tidak akan ada pengetahuan. Pengalaman diperoleh karena ada indera manusia yang menangkap objek-objek di sekelilingnya (sensasi indera) yang kemudian menjadi persepsi dan diolah oleh akal sehingga menjadi pengetahuan.
Filsafat bersifat universal, artinya pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban filsafat bersifat umum dan mengenai semua orang. Misalnya: Keadilan adalah keadaan seimbang antara hak dan kewajiban. Setiap orang selalu berusaha untuk mendapatkan keadilan. Walaupun ada perbedaan pandangan sebagai jawaban dari pertanyaan filsafat, tetapi jawaban yang diberikan berlaku umum, tidak terbatas ruang dan waktu. Dengan kata lain, filsafat mencoba mengajukan suatu konsep tentang alam semesta (termasuk manusia di dalamnya) secara sistematis.
Filsafat sering juga dapat diartikan sebagai ―berpikir reflektif dan kritis (reflective and critical thinking). Namun, Randall dan Buchler sebagaimana dikutip oleh Uyoh Sadulloh (2007:17) memberikan kritik terhadap pengertian tersebut, dengan mengemukakan bahwa definisi tersebut tidak memuaskan, karena beberapa alasan, yaitu: 1) tidak menunjukkan karakteristik yang berbeda antara berpikir filsafati dengan fungsi-fungsi kebudayaan dan sejarah, 2) para ilmuwan juga berpikir reflektif dan kritis, padahal antara sains dan filsafat berbeda, 3) ahli hukum, ahli ekonomi juga ibu rumah tangga sewaktu-waktu berpikir reflektif dan kritis, padahal mereka bukan filsuf atau ilmuwan.
Dalam Al-Quran dan budaya Arab terdapat istilah “hikmat" yang berarti arif atau bijak. Filsafat itu sendiri bukan hikmat, melainkan cinta yang sangat mendalam terhadap hikmat. Dengan pengertian tersebut, maka yang dinamakan filsuf adalah orang yang mencintai dan mencari hikmat dan berusaha mendapatkannya. Al-Syaibani (1979) mengatakan bahwa hikmat mengandung kematangan pandangan dan pikiran yang jauh, pemahaman dan pengamatan yang tidak dapat dicapai oleh pengetahuan saja. Dengan hikmat filsuf akan mengetahui pelaksanaan pengetahuan dan dapat melaksanakannya.
Seorang filsuf akan memperhatikan semua aspek pengalaman manusia. Pandangannya yang luas memungkinkan ia melihat segala sesuatu secara menyeluruh, memperhitungkan tujuan yang seharusnya. Ia akan melampaui batas-batas yang sempit dari perhatian yang khusus dan kepentingan individual. Harold H. Titus (1959) mengemukakan pengertian filsafat dalam arti sempit maupun dalam arti luas. Dalam arti sempit filsafat diartikan sebagai ilmu yang berkaitan dengan metodologi atau analisis bahasa secara logis dan analisis makna-makna. Filsafat diartikan sebagai science of science yang bertugas memberi analisis secara kritis terhadap asumsi-asumsi dan konsep-konsep ilmu, mengadakan sistematisasi atau pengorganisasian pengetahuan. Dalam pengertian yang lebih luas, filsafat mencoba mengintegrasikan pengetahuan manusia yang berbeda-beda dan menjadikan suatu pandangan yang komprehensif tentang alam semesta, hidup dan makna hidup. Ada beberapa definisi filsafat yang dikemukakan Harold Titus, yaitu:
Sidi Gazalba (1974:7) mengatakan bahwa filsafat adalah hasil kegiatan berpikir yang radikal, sistematis, universal. Kata "radikal" berasal dari bahasa Latin "radix" yang artinya akar. Filsafat bersifat radikal, artinya permasalahan yang dikaji, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan jawaban yang diberikan bersifat mendalam sampai ke akar-akarnya yang bagi orang awam mungkin dianggap hal biasa yang tidak perlu dibahas lagi, tetapi filsafat ingin mencari kejelasan makna dan hakikatnya. Misal: Siapakah manusia itu? Apakah hakikat alam semesta ini? Apakah hakikat keadilan?
Filsafat bersifat sistematis artinya pernyataan-pernyataan atau kajian-kajiannya menunjukkan adanya hubungan satu sama lain, saling berkait dan bersifat koheren (runtut). Di dalam tradisi filsafat ada paham-paham atau aliran besar yang menjadi titik tolak dan inti pandangan terhadap berbagai pertanyaan filsafat. Misal: aliran empirisme berpandangan bahwa hakikat pengetahuan adalah pengalaman. Tanpa pengalaman, maka tidak akan ada pengetahuan. Pengalaman diperoleh karena ada indera manusia yang menangkap objek-objek di sekelilingnya (sensasi indera) yang kemudian menjadi persepsi dan diolah oleh akal sehingga menjadi pengetahuan.
Filsafat bersifat universal, artinya pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban filsafat bersifat umum dan mengenai semua orang. Misalnya: Keadilan adalah keadaan seimbang antara hak dan kewajiban. Setiap orang selalu berusaha untuk mendapatkan keadilan. Walaupun ada perbedaan pandangan sebagai jawaban dari pertanyaan filsafat, tetapi jawaban yang diberikan berlaku umum, tidak terbatas ruang dan waktu. Dengan kata lain, filsafat mencoba mengajukan suatu konsep tentang alam semesta (termasuk manusia di dalamnya) secara sistematis.
Filsafat sering juga dapat diartikan sebagai ―berpikir reflektif dan kritis (reflective and critical thinking). Namun, Randall dan Buchler sebagaimana dikutip oleh Uyoh Sadulloh (2007:17) memberikan kritik terhadap pengertian tersebut, dengan mengemukakan bahwa definisi tersebut tidak memuaskan, karena beberapa alasan, yaitu: 1) tidak menunjukkan karakteristik yang berbeda antara berpikir filsafati dengan fungsi-fungsi kebudayaan dan sejarah, 2) para ilmuwan juga berpikir reflektif dan kritis, padahal antara sains dan filsafat berbeda, 3) ahli hukum, ahli ekonomi juga ibu rumah tangga sewaktu-waktu berpikir reflektif dan kritis, padahal mereka bukan filsuf atau ilmuwan.
Dalam Al-Quran dan budaya Arab terdapat istilah “hikmat" yang berarti arif atau bijak. Filsafat itu sendiri bukan hikmat, melainkan cinta yang sangat mendalam terhadap hikmat. Dengan pengertian tersebut, maka yang dinamakan filsuf adalah orang yang mencintai dan mencari hikmat dan berusaha mendapatkannya. Al-Syaibani (1979) mengatakan bahwa hikmat mengandung kematangan pandangan dan pikiran yang jauh, pemahaman dan pengamatan yang tidak dapat dicapai oleh pengetahuan saja. Dengan hikmat filsuf akan mengetahui pelaksanaan pengetahuan dan dapat melaksanakannya.
Seorang filsuf akan memperhatikan semua aspek pengalaman manusia. Pandangannya yang luas memungkinkan ia melihat segala sesuatu secara menyeluruh, memperhitungkan tujuan yang seharusnya. Ia akan melampaui batas-batas yang sempit dari perhatian yang khusus dan kepentingan individual. Harold H. Titus (1959) mengemukakan pengertian filsafat dalam arti sempit maupun dalam arti luas. Dalam arti sempit filsafat diartikan sebagai ilmu yang berkaitan dengan metodologi atau analisis bahasa secara logis dan analisis makna-makna. Filsafat diartikan sebagai science of science yang bertugas memberi analisis secara kritis terhadap asumsi-asumsi dan konsep-konsep ilmu, mengadakan sistematisasi atau pengorganisasian pengetahuan. Dalam pengertian yang lebih luas, filsafat mencoba mengintegrasikan pengetahuan manusia yang berbeda-beda dan menjadikan suatu pandangan yang komprehensif tentang alam semesta, hidup dan makna hidup. Ada beberapa definisi filsafat yang dikemukakan Harold Titus, yaitu:
(1) Filsafat adalah suatu sikap tentang hidup dan alam semesta;
(2) Filsafat adalah suatu metode berpikir reflektif dan penelitian penalaran;
(3) Filsafat adalah suatu perangkat masalah-masalah;
(4) Filsafat adalah seperangkat teori dan sistem berpikir.
Berfilsafat merupakan salah satu kegiatan manusia yang memiliki peran penting dalam menentukan dan menemukan eksistensinya. Dalam kegiatan ini manusia akan berusaha untuk mencapai kearifn dan kebajikan. Kearifan merupakan hasil dari filsafat dari usaha mencapai hubungan-hubungan antara berbagai pengetahuan dan menentukan implikasinya, baik yang tersurat maupun yang tersurat dalam kehidupan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berfilsafat merupakan kegiatan berpikir yang khas, yaitu radikal, sistematis dan universal untuk mencari kearifan, kebenaran yang sesungguhnya dari segala sesuatu. Berfilsafat berarti berpikir merangkum (sinopsis) tentang pokok-pokok atau dasar-dasar dari hal yang ditelaahnya.