BAB I: PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pancasila sebagai dasar Negara, pedoman dan tolok ukur kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Tidak lain dengan kehidupan berpolitik, etika politik Indonesia tertanam dalam jiwa Pancasila.
Kesadaran etik yang merupakan kesadaran relational akan tumbuh subur bagi warga masyarakat Indonesia ketika nilai-nilai pancasila itu diyakini kebenarannya, kesadaran etik juga akan lebih berkembang ketika nilai dan moral pancasila itu dapat di breakdown kedalam norma-norma yang di berlakukan di Indonesia .
Pancasila juga sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran dari norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainya. Dalam filsafat pancasila terkandung didalamnya suatu pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif (menyeluruh) dan sistem pemikira ini merupakan suatu nilai.
Oleh karena itu suatu pemikiran filsafat tidak secara langsung menyajikan norma-norma yang merupakan pedoman dalam suatu tindakan atau aspek prasis melainkan suatu nilai yan bersifat mendasar.
Nilai-nilai pancasila dijabarkan dalam suatu norma yang jelas sehingga merupakan suatu pedoman. Norma tersebut meliputi norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk. Kemudian yang ke dua adalah norma hukum yaitu suatu sistem perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Maka pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala hukum di Indonesia, pancasila merupakan suatu cita-cita moral yang luhur yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum membentuk negara dan berasal dari bangsa indonesia sendiri sebagai asal mula (kausa materialis).
Pancasila merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber hukum baik meliputi norma moral maupun norma hukum, yang pada giliranya harus dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma etika, moral maupun norma hukum dalam kehidupan kenegaraan maupun kebangsaan.
RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang ada di makalah ini adalah :
1. Apa pengertian etika?
2. Apa pengertian nilai, norma dan moral?
3. Apa itu hierarkhi nilai?
4. Bagaimana hubungan antara nilai, norma dan moral?
5. Bagaimana pengertian etika politik dan politik?
6. Apa definisi dimensi politisi manusia?
7. Nilai-nilai apa yang tergandung dalam pancasila sebagai sumber etika politik ?
TUJUAN PENULISAN
Tujuan dalam makalah ini adalah :
- Untuk mengetahui pengertian nilai, norma dan moral dalam konteks pancasila sebagai etika politik.
- Dapat mengerti hubungan antara nilai, norma dan moral dalam konteks pancasila sebagai etika politik.
- Dapat memahami nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai sumber etika politik.
BAB II: PEMBAHASAN
1. Pengertian Etika
Etika (etimologik), berasal dari kata Yunani “Ethos” yang berarti watak kesusilaan atau adat. Etika dan Moral sama artinya, tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika untuk pengkajian system nilai-nilai yang ada.
Istilah lain yang identik dengan etika (Achmad Charris Zubair. 1987. 13-14) :
a. Susila ( Sansekerta)
b. Akhlak ( Arab )
Sebagai suatu usaha ilmiah, filsafat dibagi, menjadi beberapa cabang menurut lingkungan masing-masing.Cabang-cabang itu dibagi menjadi dua kelompok bahasan pokok yaitu filsafat teoritis dan filsafat praktis. Filsafat pertama berisi tentang segala sesuatu yang ada sedangkan kelompok kedua membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada tersebut. Misalnya hakikat manusia, alam, hakikat realitas sebagai suatu keseluruhan, tentang pengetahuan, tentang apa yang kita ketahui dan tentang yang transenden.
Etika adalah pemikiran sistematis tentang moralitas. Yang dihasilkannya secara langsung bukan kebaikan, melainkan suatu pengertian yang lebih mendasar dan kritis. Etika bukan suatu sumber tambahan bagi ajaran moral, melainkan merupaka filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. (Franz Magnis-Suseno. 1986. 14-15).
Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi.dua kelompok yaitu etika umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran danpandangan-pandangan moral.itu dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia (Suseno, 1987).
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus menggambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987).
Etika umum merupakan prinsip- prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsipEtika khusus dibagi menjadi etika individu yang membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas tentang kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat, yang merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus.
Etika berkaitan dengan berbagai masalah nilai karena etika pada pada umumnya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai "susila" dan "tidak susila", "baik" dan "buruk". Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang dilawankan dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukan bahwa orang yang memilikinya dikatakan orang yang tidak susila. Sebenarnya etika banyak bertangkutan dengan Prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan dengan, tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986). Dapat juga dikatakan bahwa etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia.
Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral.Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral. Kedua kelompok etika itu adalah sebagai berikut :
1. Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia.
2. Etika Khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut di atas dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etikaindividual) maupun mahluk sosial (etikasosial).
Etika, dalam hal prinsip-prinsip etis, menjadi karakteryang memodifikasi , baik bagi konsep Demorasi maupun konsep Politik. Oleh sebab itu, penggunaan dua term itu menegaskan karakter khusus yang diaktulkan, yaitu dimensi etis manusia didalam kemanusiaannya. Demikian pula korelasi antara Demokrasi dan Politik. Idea demokrasi ini didasarkan pada kebebasan, kesamaan, dan kehendak rakyat banyak yang diletakkan sebagai alat ukur politik. ( Hendra Nurtjahjo. 2005. 16 )
Etika berkaitan dengan masalah nilai karena etika pada pokoknya membicarakan masalah masalah yang berkatan dengan prediket nilai “susila” dan “tidak susila”,,”baik” dan “buruk”.
Etika Politik adalah filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan manusia. Bidang pembahasan dan metode etika politik. Pertama etika politik ditempatkan ke dalam kerangka filsafat pada umumnya. Kedua dijelaskan apa yang dimaksud dengan dimensi politis manusia. Ketiga dipertanggungjawabkan cara dan metode pendekatan etika politik terhadap dimensi politis manusia itu.
Sejak abad ke-17 filsafat mengembangkan pokok-pokok etika politik seperti:
- Perpisahan antara kekuasaan gereja dan kekuasaan Negara
- Kebebasan berpikir dan beragama (Locke)
- Pembagian kekuasaan (Locke, Montesquie)
- Kedaulatan rakyat (Rousseau)
- Negara hokum demokratis/republican (Kant)
- Hak-hak asasi manusia (Locke, dsb)
- Keadilan sosial
2 Pengertian Nilai, Norma, dan Moral
2.1 Pengertian Nilai
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok.Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu obyeknya. Dengan demikian,maka nilai itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya.
Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu adalah suatu nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, dan seterusnya.Penilaian itu pastilah berhubungan dengan unsur indrawi manusia sebagai subjek penilai, yaitu unsur jasmani, rohani, akal, rasa, karsa dan kepercayaan.
Nilai atau “value” (bahas Inggris) termasuk bidang kajian filsafat, persoalan-persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai (Axiology, theory of value). Filsafat sering juga diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya “kebiasaan” (wath) atau kebaikan (goodness) dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tentu dalam menilai atau melakukan penilaian (Frankena, 229)
Di dalam Dictonary of Sosciology and Related Sciences dikemukakan nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Pada hakikaknya nilai adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Nilai itu sebenarnya adalah suatu kenyataan yang “ tersembunyi” dibalik kenyataan-kenyataan lainnya. Ada nilai itu karena adanya kenyatan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai ( wartrager).
Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan nilai yang dilakukan oleh subyek penilai tentu berhubungan dengan unsur-unsur yang ada pada manusia sebagai subyek penilai, yaitu unsur-unsur jasmani, akal, rasa, karsa (kehendak) dan kepercayaan. Sesuatu itu bernilai apabila sesuatu itu berharga, berguna, benar, indah, baik dan lain sebagainya.
Berbicara tentang nilai berarti berbicara tentang das Sollen, bukandas Sein, kita masuk kerohanian bidang makna normatif, bukan kognitif, kita masuk ke dunia ideal dan bukan dunia real. Meskipun demikian, diantara keduanya, antara das Sollen dan das Sein, antara yang makna normatif dan kognitif, antara dunia ideal dan dunia real itu saling berhubungan atau saling berkaitan secara erat. Artinya bahwa das Sollen itu harus menjelma menjadi das Sein, yang ideal harus menjadi real yang bermakna normatif harus direalisasikan dalam perbuatan sehari-hari yang merupakan fakta.
Nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin dan menyadarkan manusia akan harkat, martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem (sistem nilai) merupakan salah satu wujud kebudayaan, disamping sistem sosial dan karya.Cita-cita, gagasan, konsep dan ide tentang sesuatu adalah wujud kebudayaan sebagai sistem nilai.
Oleh karena itu, nilai dapat dihayati atau dipersepsikan dalam konteks kebudayaan, atau sebagai wujud kebudayaan yang abstrak. Manusia dalam memilih nilai-nilai menempuh berbagai cara yang dapat dibedakan menurut tujuannya, pertimbangannya, penalarannya, dan kenyataannya. Nilai sosial berorientasi kepada hubungan antarmanusia dan menekankan pada segi-segi kemanusiaan yang luhur, sedangkan nilai politik berpusat pada kekuasaan serta pengaruh yang terdapat dalam kehidupan masyarakat maupun politik.
Dengan demikian, nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, memperkaya bathin dan menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia.Nilai sebagai suatu system merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping system social dan karya. Oleh karena itu, Alport mengidentifikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat pada enam macam, yaitu : nilaiteori, nilaiekonomi, nilaiestetika, nilaisosial, nilai politik dan nilai religi.
Di dalam Dictionary of sosiology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok, (the believed capacity of any object to statistfy a human desire). Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek itu sendiri.
Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita – cita, harapan – harapan, dambaan – dambaan dan keharusan.Berbicara tentang nilai berarti berbicara tentang das Sollen, bukan das Sein, kita masuk kerokhanian bidang makna normatif, bukan kognotif, kita msuk ke dunia ideal dan bukan dunia real. Meskipun demikian, diatara keduannya saling berhubungan atau saling berkait secara erat, artinya bahwa das Sollen itu harus menjelma menjadi das Sein, yang ideal harus menjadi real, yang normatif harus direalisasikan dalam perbuatan sehari – hari yang merupakan fakta.
Dalam kaitannya dengan derivasi atau penjabarannya maka nilai-nilai dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu:
1. Nilai Dasar
Walaupun nilai memiliki sifat abstrak artinya tidak dapat diamati melalui indra manusia, maupun dengan realisasinya nilai berkaitan dengan tingkah laku atau segala aspek kehidupan manusia yang bersifat nyata (praksis) namun demikian setiap nilai memiliki nilai dasar (dalam bahasa ilmiahnya disebut dasar onotologis), yaitu merupakan hakikat, esensi, intisari atau makna yang terdalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar ini bersifat universal karena menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu misalnya hakikat tuhan, manusia atau segala sesuatu lainnya.
2. Nilai Instrumental
Nilai instrumental adalah manivestasi dari nilai dasar, dan ini berupa pasal-pasal UUD 1945, perundang-undangan, ketetapan-ketetapan, dan peraturan-peraturan lainnya yang berfungsi menjadi pedoman, kaidah, petunjuk kepada masyarakat untuk mentaatinya.
3. Nilai Praksis
Nilai praksis merupakan penjabaran dari instrumental dan nilai praksis ini berkaitan langsung dengan kehidupan nyata yaitu suatu kehidupan yang penuh diwarnai oleh pertimbangan-pertimbangantertentu
2.2 Pengertian Norma
Kesadaran akan hubungan yang ideal akan menumbuhkan kepatuhan terhadap peraturan atau norma. Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan motivasi tertentu.
Norma sesungguhnya perwujudkan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi.Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh sebab itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum, dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dapat dipatuhi, yang dikenal dengan sanksi, misalnya:
a. Norma agama, dengan sanksinya dari Tuhan
b. Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri sendiri,
c. Norma kesopanan, dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam pergaulan masyarakat,
d. Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau kurungan atau denda yang dipaksakan oleh alat Negara.
2.3 Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang artinya kesusilaan, tabiat, kelakuan.Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya ,dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya terjadi, pribadi itu dianggao tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan, prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji, dan mulia.
Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma, moral pun dapat dibedakan seperti moral ketuhanan atau agama, moral, filsafat, moral etika, moral hukum, moral ilmu, dan sebagainya. Nilai, norma dan moral secara bersama mengatur kehidupan masyarakat dalam berbagai aspeknya.
3 Pengertian Hierarkhi Nilai
Hierarkhi nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang individu –masyarakat terhadap sesuatu obyek.Misalnya kalangan materialis memandang bahwa nilai tertinggi adalah nilai meterial. Max Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama tingginya dan luhurnya. Menurutnya nilai-nilai dapat dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu :
- Nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indra yang memunculkan rasa senang, menderita atau tidak enak,
- Nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan yakni : jasmani, kesehatan serta kesejahteraan umum,
- Nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebenaran, keindahan dan pengetahuan murni,
- Nilai kerohanian yaitu tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci.
Walter G .everet menggolongkan nilai – nilai manusiawi kedalam delapan kelompok yaitu:
a) Nilai – nilai ekonomis
b) Nilai – nilai kejasmanian
c) Nilai – nilai hiburan
d) Nilai – nilai sosial
e) Nilai – nilai watak
f) Nilai – nilai estetis
g) Nilai – nilai intelektual
h) Nilai – nilai keagamaan
Dari uraian mengenai macam – macam nilai diatas, dapat dikemukakan pula bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang bewujud material saja, akan tetapi juga sesuatu yang berwujud non material atau immatrial. Notonagoro berpendapat bahwa nilai – nilai pancasila tergolong nilai – nilai kerokhanian, tetapi nilai – nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai material dan vital.
Dengan demikian nilai – nilai lain secara lengkap dan harmonis, baik nilai matrial, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan, nilai kebaikan atau nilai moral, maupun nili kesucian yang sistematika-hierarkis, yang dimulai dari sila Ketuhanan yang Maha Esa sebagai ‘dasar’ sampai dengan sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai ‘tujuan’.
4 Hubungan antara Nilai, Norma dan Moral
Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang seharusnya tetap terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak digaris bawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan negara menghendaki fondasi yang kuat tumbuh dan berkembang.
Sebagaimana tersebut di atas maka nilai akan berguna menuntun sikap dan tingkah laku manusia bila dikongkritkan dan diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari.
Dalam kaitannya dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan memperoleh integritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian itu amat ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya.Sementara itu, hubungan antara moral dan etika kadang-kadang atau seringkali disejajarkan arti dan maknanya. Namun demikian, etika dalam pengertiannya tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang berada di tangan pihak yang memberikan ajaran moral.
5 Pengertian Etika Politik Dan Politik
5.1 Pengertian Etika Politik
Etika, atau filsafat moral mempunyai tujuan menerangkan kebaikan dan kejahatan.Etika politik yang demikian, memiliki tujuan menjelaskan mana tingkah laku politik yang baik dan mana yang jelek.Apa standar baik? Apakah menurut agama tertentu? Tidak! Standar baik dalam konteks politik adalah bagaimana politik diarahkan untuk memajukan kepentingan umum. Jadi kalau politik sudah mengarah pada kepentingan pribadi dan golongan tertentu, itu etika politik yang buruk.Sayangnya, itulah yang terjadi di negeri ini.
Etika politik bangsa Indonesia dibangun melalui karakteristik masyarakat yang erdasarkan Pancasila sehingga amat diperlukan untuk menampung tindakan-tindakan yang tidak diatur dalam aturan secara legal formal. Karena itu, etika politik lebih bersifat konvensi dan berupa aturan-aturan moral. Akibat luasnya cakupan etika politik itulah maka seringkali keberadaannya bersifat sangat longgar, dan mudah diabaikan tanpa rasa malu dan bersalah.Ditunjang dengan alam kompetisi untuk meraih jabatan (kekuasaan) dan akses ekonomis (uang) yang begitu kuat, rasa malu dan merasa bersalah bisa dengan mudah diabaikan.
Akibatnya ada dua hal: (a) pudarnya nilai-nilai etis yang sudah ada, dan (b) tidak berkembangnya nilai-nilai tersebut sesuai dengan moralitas publik. Untuk memaafkan fenomena tersebut lalu berkembang menjadi budaya permisif, semua serba boleh, bukan saja karena aturan yang hampa atau belum dibuat, melainkan juga disebut serba boleh, karena untuk membuka seluas-luasnya upaya mencapai kekuasaan (dan uang) dengan mudah.
Pokok permasalahan etika politik Adalah legitimasi kekuasaan yang dirumuskan dengan pertanyaan dengan moral apa seseorang atau sekelompok orang memegang dan menggunakan kekuasaan yang mereka miliki? Betapapun besarnya kekuasaan seseorang, dia harus berhadapan dengan tuntutan untuk mempertanggungjawabkannya. secara etika politik, seorang penguasa yang sesungguhnya adalah keluhuran budinya.
Legitimasi kekuasaan meliputi :1. Legitimasi etis yaitu pembenaran wewenang negara (kekuasaan negara berdasarkan prinsip-prinsip moral) legitimasi etis kekuasaan mempersoalkan keabsahan kekuasaan politik dari segi norma- norma moral dengan tujuan agar kekuasaan itu mengarahkan kekuasaan ke pemakaian kebijakan dan cara-cara yang sesuai dengan tuntutan kemanusiaan yang adil dan beradab.2. Legitimasi legalitas yaitu keabsahan kekuasaan yang berkaitan dengan fungsi2 kekuasaan negara dan menuntut fungsi2 kekuasaan negara itu dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku
Etika politik sebagai ilmu dan cabang filsafat lahir di Yunani pada saat struktur-struktur politik trasdisional mulai ambruk. Dengan keambrukan itu, muncul pertanyaan begaimana seharusnya masyarakat ditata(Franz Magins Suseno.1987. 2-3 ).
Tanpa disadari, nilai etis politik bangsa Indonesia cenderung mengarah pada kompetisi yang mengabaikan moral. Buktinya, semua harga jabatan politik setara dengan sejumlah uang. Semua jabatan memiliki harga yang harus dibayar si pejabat. Itulah mengapa para pengkritik dan budayawan secara prihatin menyatakan arah etika dalam bidang politik (dan bidang lainnya) sedang berlarian tunggang-langgang (meminjam Giddens, “run away”) menuju ke arah “jual-beli” menggunakan uang maupun sesuatu yang bisa dihargai dengan uang.
Namun demikian, perlu dibedakan antara etika politik dengan moralitas politisi. Moralitas politisi menyangkut mutu moral negarawan dan politisi secara pribadi (dan memang sangat diandaikan), misalnya apakah ia korup atau tidak (di sini tidak dibahas). Etika politik menjawab dua pertanyaan:
- Bagaimana seharusnya bentuk lembaga-lembaga kenegaraan seperti hokum dan Negara (misalnya: bentuk Negara seharusnya demokratis); jadi etika politik adalah etika institusi.
- Apa yang seharusnya menjadi tujuan/sasaran segala kebijakan politik, jadi apa yang harus mau dicapai baik oleh badan legislatif maupun eksekutif.
Sejak abad ke-17 filsafat mengembangkan pokok-pokok etika politik seperti:
a. Perpisahan antara kekuasaan gereja dan kekuasaan Negara (John Locke)
b. Kebebasan berpikir dan beragama (Locke)
c. Pembagian kekuasaan (Locke, Montesquie)
d. Kedaulatan rakyat (Rousseau)
e. Negara hokum demokratis/republican (Kant)
f. Hak-hak asasi manusia (Locke, dsb)
g. Keadilan social
Etika politik tidak diatur dalam hukum tertulis secaralengkap akan tetapi melalui moralitas yang bersumber pada hati nurani, rasa malu kepada masyarakat dan rasatakut kepada Tuhan yang Maha Esa.Dalam kehidupan politik bangsa Indonesia banyak suara masyarakat yang menuntut dibentuknya dewan kehormatan pada institusi kenegaraan dan kemasyarakatan dengan harapan etika politik dapat terwujud dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Terwujudnya etika politik dengan baik dalam kehidupanberbangsa dan bernegara sangat ditentukan oleh kejujuran dan keikhlasan hati nurani dari masing-masing warga negara yang telah memiliki hak politiknya untuk melaksanakan ajaran moral dan norma-norma aturan berpolitik dalam negara.
Etika politik mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai manusia dan bukan hanya sebagai warga Negara terhadap Negara, hukum yang berlaku dan lain sebagainya. Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggungjawab.Jadi, tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional objektif dan argumentative. Etika politik tidak langsung mencampuri politik praktis.
Tugas etika politik membantu agar pembahasan masalah-masalahidiologis dapat dijalankan secara obyektif. Hukum dan kekuasaan Negaramerupakan pembahasan utama etika politik. Hukum sebagai lembaga penatamasyarakat yang normatif, kekuasaan Negara sebagai lembaga penata masyarakatyang efektif sesuai dengan struktur ganda kemampuan manusia (makhluk individudan sosial). Jadi etika politik membahas hukum dan kekuasaan. Prinsip-prinsipetika politik yang menjadi titik acuan orientasi moral bagi suatu Negara adalah adanya cita-cita
Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi, tidak berdasarkan emosi, prasangka, dan apiori, melainkan secara rasional,objektif, dan argumntasi. Adalah salah satu paham kalau etika politik langsung mau mencampuri politik praktis-sebagaimana etika pada umumnya tidak dapat menetapkan apa yang harus dilakukan seseorang.
Tugas etika politik adalah subsidier : membantu agar pembahasan masalah-masalah ideologis dapat dijalankan secara obyektif, artinya berdasarkan argument-argumen yang dapat dipahami dan ditanggapioleh semua yang mengerti permasalahan. Etika politik tidak dapat mengkhotbahi para politikus, tetapidapat memberikan patokan-patokan orientasi dan pegangan-pegangan normative bagi mereka yang memang mau menilai kualias tatanan dan ehidupan politik dengan tolak ukur martabat manusia ( Franz Magins-Suseno.1986. 2-3 ).
Tujuan etika politik adalah mengarahkan kehidupan politik yang lebih baik, baik bersama dan untuk orang lain, dalam rangka membangun institusi-institusi politik yang adil. Etika politik membantu untuk menganalisa korelasi antara tindakan individual, tindakan kolektif, dan struktur-struktur politik yang ada. Penekanan adanya korelasi ini menghindarkan pemahaman etika politik yang diredusir menjadi hanya sekadar etika individual perilaku individu dalam bernegara.
Pancasila merupakan dasar negara dan sekaligus ideologi bahasa, oleh sebab itu nilai-nilai yang tersurat maupun yang tersirat harus dijadikan landasan + tujuan mengelola kehidupan negara,bangsa, masyarakat. Dengan kata lain nilai-nilai pancasila wajib dijadikan norma moral dalam menyelenggarakan negara menuju cita-cita seperti tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Politik disatu sisi berarti kekuasaan dan disisi lain berarti kebijaksanaan (policy). Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah harus mengacu pada dasar dan ideologi negara,oleh sebab itu politik pemerintah indonesia wajib hukumnya untuk selalu mendasarkan dirinya pada nilai-nilai atau norma pancasila.
Etika politik pancasila mengamanatkan bahwa pancasila sebagai nilai dasar kehidupan bernegara, berbansa dan bermasyarakat harus dijabarkan dalam bentuk perundang-undangan, peraturan atau ketentuan yang dibuat oleh penguasa. Dengan kata lain semua produk hukum yang berlaku diindonesia tidak boleh bertentangan dengan jiwa dan semangat pancasila.
Misi etika politik dan pemerintahan – Etika Politik dan Pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan elit politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap mundur dari jabatan Politik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Etika politik ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.
5.2 Pengertian Politik
Pengertian ‘politik’ berasal dari kosakata ‘politics’, yang memiliki makna bermacam – macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau ‘ negara’, yang menyangkut proses penentuan tujuan – tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan itu. Berdasarkan pengertian – pengertian pokok tentang politik maka secara operasional bidang politik menyangkut konsep – konsep pokok yang berkaitan dengan negara ( state), kekuasaan ( power), pengambilan keputusan ( decision making), kebijaksanaan ( policy), pembagian ( distribution), serta alokasi ( allocation).
Pengertian politik secara sempit, yaitu bidang politik lebih banyak berkaitan dengan para pelaksana pemerintahan negara, lembaga – lembaga tinggi negara, kalangan aktivis politik serta para pejabat serta birokrat dalam pelaksanaan dan penyelengaraan negara.Pengertian politik yang lebih luas, yaitu menyangkut seluruh unsur yang membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut masyarakat negara.
Keadaan Politik Dewasa Ini : Menurun Ataukah Timbul Kembali ?
Walaupun dalam perjalanan sejarahnya filsafatpolitik menempati kedudukan yang penting, tapi tradisi yang memungkinkan lahirnya karya-karya para filsuf yang terkenal boleh dikatakan hamper berakhir. David Easton, Alfred Cobban dan lainnya berpendapat bahwa teori politik kini telah mengalami kemerosotan yang tajam. Kemerosotan ini timbul akibat adanya kemiskinan, pemiskinan, historisisme, relativisme, kekacauan antara ilmu pengetahuan dan teorihyperfaktualisme,dan kondisi internal ilmu politik. ( Varma. 1982. 116-105 ).
Tujuan politik, antara lain : –membentuk suatu masyarakat yang baik dan teratur /good society (Aristoteles) –mengembangkan kehidupan orang lain (Paul Wellstone)
#Dimensi Politis Manusia
a. Manusia sebagai Makhluk Individu-Sosial
Berdasarkan fakta dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat mungkin memenuhi segala kebutuhannya, jikalau mendasarkan pada suatu anggapan bahwa sifat kodrat manusia hanya bersifat individu atau sosial saja. Dalam kapasitas moral kebebasan manusia akan menentukan apa yang harus dilakukannya dan apa yang tidak harus dilakukannya.
Konsekuensinya ia harus mengambi sikap terhadap alam dan masyarakat sekelilingnya, ia dapat menyesuaikan diri dengan harapan orang lain akan tetapi terdapat suatu kemungkinan untuk melawan mereka.
Dimensi politis manusia senantiasa berkaitan dengan kehidupan negara dan hukum, sehingga senantiasa berkaitan dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan.Dimensi ini memiliki dua segi fundamental yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak. Sehingga dua segi fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan tindakan moral manusia, sehingga manusia mengerti dan memahami akan suatu kejadian atau akibat yang ditimbulkan karena tindakanya, akan tetapi hal ini dapat dihindarkan karena kesadaran moral akan tanggung jawabnya terhadap manusia lain dan masyarakat. Apabila pada tindakan moralitas kehidupan manusia tidak dapat dipenuhi oleh manusia dalam menghadapai hak orang lain dalam masyarakat, maka harus dilakukan suatu pembatasan secara normatif.
Lembaga penata normatif masyarakat adalah hukum. Dalam suatu kehidupan masyarakat hukumlah yang memberitahukan kepada semua anggota masyarakat bagaimana mereka harus bertindak. Hukum hanya bersifat normatif dan tidak secara efektif dan otomatis menjamin agar setiap anggota masyarakat taat kepada norma-normanya. Oleh karena itu yang secara efektif dapat menentukan kekuasaan masyarakat hanyalah yang mempunyai kekuasaan untuk memaksakan kehendaknya, dan lemabaga itu adalah negara.
Penataan efektif adalah penataan de facto, yaitu penatan yang berdasarkan kenyataan menentukan kelakuan masyarakat. Namun perlu dipahami bahwa negara yang memiliki kekuasaan itu adalah sebagai perwujudan sifat kodrat manusia sebagai individu dan makhluk sosial. Jadi lemabaga negara yang memiliki kekuasaan adalah lembaga negara sebagai kehendak untuk hidup bersama ( Suseno :1987 :21).
Manusia adalah bebas sejauh ia sendiri mampu mengembangkan pikirannyadalam hubungan dengan tujuan-tujuan dan sarana-sarana kehidupannyadan sejauh ia dapat mencoba untuk bertindak sesuai dengannya. Dengan kebebasannya manusia dapat melihat ruang gerak dengan berbagai kemungkinan untuk bertindak, sehingga secara moral senantiasa berkaitan dengan orang lain.
Oleh karena itu bagaimanapun juga ia harus memutuskan sendiri apa yang layak atau tidak layak dilakukannya secra moral. Ia dapat memperhitungkan tindakannya serta bertanggung jawab atas tindakan-tindakan tersebut.
b. Dimensi Politis Kehidupan Manusia
Dalam Kehidupan manusia secara alamiah, jaminan atas kebebasan manusia baik sebagai individu maupun makhluk sosial suit untuk dapat dilaksanakan, karena terjadinya perbenturan kepentingan di antara mereka sehingga terdapat suatu kemungkinan terjadinya anarkisme dalam masyarakat. Dalam hubungan inilah manusia memerlukan suatu masyarakat hukum yang mampu menjamin hak-haknya, dan masyarakat itulah yang disebut negara.
Oleh karena itu berdasarkan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social, dimensi politis mencakup lingkaran kelembagaan hukum dan negara, system-sistem nilai serta ideologi yang memberikan legitimasi kepadanya.
Dalam hubungan dengan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhuk sosial, dimensi politis manusia senantiasa berkaitan dengan kehidupan negara dan hukum, sehingga senantiasa berkaitan dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
Oleh karena itu pendekatan etika politik senantiasa berkaitan dengan sikap-sikap moral dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Sebuah keputusan bersifat politis manakala diambil dengan memperhatikan kepentingan masyarakat sebagai suatu keseluruhan.
Dengan demikian dimensi politis manusia dapat ditentukan sebagai suatu kesadaran manusia akan dirinya sendiri sebagi anggota masyarakat sebagai suatu keseluruhan yang menentukan kerangka kehidupannya dan ditentukan kembali oleh tindakan-tindakannya.
Dimensi Politik Manusia Manusia sebagai makhluk Individu dan makhluk sosial. Berbagai paham Antropologi filsafat memandang hakikat sifat kodrat manusia dari kacamata yang berbeda. Paham individualisme yang merupakan cikal bakal paham liberalisme memandang manusia sebagai makhluk individu yang bebas.
Konsekuensinya dalam setiap kehidupan masyarakat, bangsa maupun negara. Dasar ontologis ini merupakan dasar moral politik negara. Sedangkan paham kolektivisme yang merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme memandang manusia sebagai makhluk sosial saja.
Dimensi Politik kehidupan Manusia Dalam kehidupan manusia jaminan atas kebebasan manusia baik sebagai makhluk individu maupun sosial sulit untuk dilaksanakan, karena terjadinya benturan kepentingan diantara mereka sehingga terdapat suatu kemungkinan terjadinya anaarkisme dalam masyarakat.
Dalam hubungan inilah manusia memerlukan suatu masyarakat hukum yang mampu menjamin hak-haknya, dan }masyarakat itulah yang disebut sebagai Negara Pengertian dimensi politis manusia ini memiliki dua segi fundamental yaitu Pengertian dan kehendak untuk bertindak (inilah yang senantiasa berhadapn dengan }tindakan moral manusia).
Manusia mengerti dan memahami akan suatu kejadian atau akibat dari kejadian tertentu, akan tetapi hal itua dapat dihindarkan karena kesadaran moral akan tanggung jawabnya terhadap orang lain. Namun sebalikny jika manusia tidak bermoral maka ia tidak akan perduli dengan orang lain
6 Etika Pemerintahan dan Politik
Etika ini dimaksudkanuntuk mewujudkan pemerintah yang bersih, efisien, dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, tanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam bersaing, bersedia menerima pendapat yang benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. Pejabat diamanatkan memiliki kepedulian yang tinggi dalam melayani masyarakat, siap mundur bila terlalu melanggar kaidah dan nilai ataupun dianggap tidak mampu memenuhi amanat masyarakat, bangsa, dan negara.
Jika timbul masalah potensial yang bisa menimbulkan permusuhan dan pertentangan harus diselesaikan secara musyawarah sesuai dengan nilai-nilai luhur agama dan budaya, dengan menjunjung tinggi perbedaan sebagai suatu yang manusiawi dan alamiah. Etika politik diharapkan mampu mensiptakan keharmonisan untuk mencapai kemajuan bangsa dan negara dengan mendahulukan kepentingan bersama melebihi kepentingan pribadi, golongan dan primodal lainnya.
Etika politik mengandung misi untuk bersifat sportif, berjiwa besar, rendah hati, dan selalu siap untuk mundur dari jabatan bila terbukti melakukan kesalahan dan kebijakannya bertentangan dengan hukum dan keadilan masyarakat.
Etika ini diwujudkan dalam sikap yang jujur, tata krama politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak manipulatif, tidak melakukan kebohongan politik, dan tidak melakukan tindakkan tak terpuji lainnya.
7 Pancasila Sebagai Sistem Etika
Pada dasarnya, tidak seorangpun bangsa Indonesia dapat melepaskan diri dari kelima sila pancasila tanpa menyalahi kemanusiaan.Kedudukan pancasila merupakan sistem etika.Artinya, manusia Indonesia harus dapat membedakan antara uyang halal dan yang haram, antara yang boleh dan tidak boleh, walaupun dapat dilakukan.
Pancasila merupakan sebuah sistem etika yang dapat diartikan pancasila menjadi pedoman moral langsung objektif dalam kehidupan yang menunjukkan kearah mana gerak perjalanan, bagaimana manusia Indonesia haeus hidup, dan mengatur perbuatan dalam kehidupan.
Sebagai suatu sistem etika, pancasila memberi pandangan dan prinsip tentang harkat kemanusiaan serta kultur yang dapat dijamin berhadapan dengan pemerintahan modern.
Pancasila dikaitkan dengan sistem etika maka akan memberi jawaban mengenai kehidupan yang dicita-citakan, sebab di dalamnya terkandung prinsip terdalam dan gagasan mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Selain itu, Pancasila memberi jawaban bagaimana seharusnya manusia Indonesia bertanggungjawab dan berkewajiban sebagai makhluk pribadi, makhluk sosial, dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan bernegara, selain etika kelompok bagaimana dengan sesama warga negara. Dalam hidup berkelompok, selain etika kelompok bagaimana warga negara Indonesia bergaul dalam hidupnya, akan muncul etika yang berkaitan dengan kerja atau profesi, seperti etika guru/ dosen Indonesia, etika jurnalistik/ wartawan Indonesia, dan sebagainya.
Uraian tersebut menunjukkan bahwa Pancasila pun memiliki sistem etika seperti yang telah diuraikan, yaitu memiliki etika yang bersifat umum dan khusus; mengatur etika individual dan sosial, serta mengembangkan etika yang berkaitan dengan lingkungan dan kerja atau profesi.
8 Etika Politik dan Etika Pancasila
Kebijaksanaan adalah syarat yang harus dimiliki untuk menuju kebahagiaan hidup. Karena itu, etika pada zaman itu bercorak eudomonistik ( bahagia).
Tampilnya ajaran Imanuel Kant pada abad ke-18, masalah etika bukan lagi masalah kebijaksanaan melainkan sudah merupakan kewajiban. Etika menurut Imanuel Kant adalah suatu kategori imperatif dalam arti bahwa etika bukanlah alat untuk mencapai tujuan tertentu, melainkan menjadi tujuan di dalam dirinya sendiri. Artinya etika dipatuhi, dengan etika tersebut orang berbuat baik atau susila bukan untuk mencapai suatu tujuan melainkan untuk dan demi kebaikan atau kesusilaan itu sendiri.
Pengertian “politik” dalam proses pemakainnya dewasa ini terasa sudah sangat jauh menyimpang, atau mungkin sudah jauh lebih luas dari pengertian asalnya. Konsekuensi dari sinyalemen tersebut ialah timbulnya semacam prasangaka, sikap sinis, dan sebagainya.
Kaitan dengan Pancasila, maka etika politik dengan rasa etik tidak lain adalah Etika Pancasila. Pancasila sebagai etika politik bagi bangsa dan negara Indonesia adalah etika yang dijiwai oleh Falsafah negara Pancasila yang meliputi:
- Etika yang berjiwa Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung makna percaya akan adanya Tuhan Yang Maha Esa, patuh pada perintah Tuhan dan menjauhi Larangan-Nya.
- Etika yang berperikemanusiaan, mengandung makna menilai harkat kemanusiaan tetap lebih tinggi dari nilai kebendaan, tidak membenarkan adanya rasialisme, dan sikap membeda-bedakan manusia.
- Etika yang dijiwai oleh rasa Kesatuan Nasional, mengandung makna sifat bangsa Indonesia yanh Bhineka Tunggal Ika dan bangsa yang cinta persatuan.
- Etika yang berjiwa demokrasi, mengandung makna lambang persaudaraan manusia, sama-sama berhak akan kemerdekaan dan memperoleh kemerdekaan
- Etika yang berjiwa keadilaan sosial, mengandung makna manifestasi dari kehidupan masyarakat yang dilandasi oleh jiwa kemanusiaan, jiwa yang cinta kepada persatuan, jiwa yang bersifat demokrasi, dan semangat mau bekarja keras.
9 HAKIKAT ETIKA PANCASILA
Rumusan pancasila yang otentik dimuat dalam pembukaan UUD1945 alenea empat. Dalam penjelasan UUD 1945 yang disusun oleh PPKI ditegaskan bahwa pokok-pokok pikiran yang termuat dalam pembukaan ada empat yaitu: (persatuan, keadilan, kerakyatan dan ketuhanan menurut kemanusiaan yang adil dan beradab), dijabarkan kedalam pancasila pasal-pasal batang tubuh UUD 1945.
Menurut tap MPRS NO.XX/MPRS/1966 dikatakan bahwa pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Sebagai sumber segala sumber, pancasila merupakan satu-satunya sumber nilai yang berlaku ditanah air. Dari satu sumber tersebut diharapkan mengalir dan memancar nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, kerakyatan dan keadilan yang menjiwai setiap kebijakan yang dibuat oleh penguasa. Hakikat pancasila pada dasarnya merupakan satu sila yaitu gotong royong atau cinta kasih dimana sila tersebut melekat pada setiap insan, maka nilai-nilai pancasila identik dengan kodrat manusia. Oleh sebab itu penyelenggaraan negara yang dilakukan oleh pemerintah tidak boleh bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, terutama manusia yang tinggal diwilayah Nusantara.
10 Lima Prinsip Dasar Etika Politik Pancasila
Jika membicarakan Pancasila sebagai etika politik maka ia mempunai lima prinsip itu berikut ini disusun menurut pengelompokan pancasila, maka itu bukan sekedar sebuah penyesuaian dengan situasi Indonesia, melainkan karena Pancasila memiliki logika internal yang sesuai dengan tuntutan-tuntutan dasar etika politik modern (yang belum ada dalam Pancasila adalah perhatian pada lingkungan hidup).
1. Pluralisme
Pluralisme adalah kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya, untuk hidup dengan positif, damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan hidup, agama, budaya, adat.[1][5]Pluralisme mengimplikasikan pengakuan terhadap kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi, toleransi. Pluralisme memerlukan kematangan kepribadian seseorang dan sekelompok orang.
2. Hak Asasi Manusia
Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti Kemanusia yang adil dan beradab. Mengapa? Karena hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib tidak diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai dengan martabatnya sebagai manusia. Karena itu, Hak-hak asasi manusia adalah baik mutlak maupun kontekstual dalam pengertian sebagai berikut.
a. Mutlak karena manusia memilikinya bukan karena pemberian Negara, masyarakat, melainkan karena ia manusia, jadi dari tangan Sang Pencipta.
b. Kontekstual karena baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, di ambang modernitas di mana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi, dan seblaiknya diancam oleh Negara modern.
Bila mengkaji hak asasi manusia secara umum, maka dapat dibedakan dalam bentuk tiga generasi hak-hak asasi manusia:
- Generasi pertama (abad ke 17 dan 18): hak-hak liberal, demokratis dan perlakuan wajar di depan hokum.
- Generasi kedua (abad ke 19/20): hak-hak sosial
- Generasi ketiga (bagian kedua abad ke 20): hak-hak kolektif (misalnya minoritas-minoritas etnik).
3. Solidaritas Bangsa
Solidaritas bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi orang lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang sesuatu pada hidup manusia-manusia lain. Sosialitas manusia berkembnag secara melingkar: keluarga, kampong, kelompok etnis, kelompok agama, kebangsaan, solidaritas sebagai manusia.[2][6] Maka di sini termasuk rasa kebangsaan. Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran kesosialan itu dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing. Solidaritas itu dilanggar dengan kasar oleh korupsi.
4. Demokrasi
Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia, atau sebuah elit, atau sekelompok ideology, atau sekelompok pendeta/pastor/ulama berhak untuk menentukan dan memaksakan (menuntut dengan pakai ancaman) bagaimana orang lain harus atau boleh hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak menentukan siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Demokrasi adalah “kedaulatan rakyat plus prinsip keterwakilan”.[3][7] Jadi demokrasi memerlukan sebuah system penerjemah kehendak masyarakat ke dalam tindakan politik.
Demokrasi hanya dapat berjalan baik atas dua dasar:
a. Pengakuan dan jaminan terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip mayoritas tidak menjadi kediktatoran mayoritas.
b. Kekuasaan dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan terhadap hukum (Negara hukum demokratis). Maka kepastian hukum merupakan unsur hakiki dalam demokrasi (karena mencegah pemerintah yang sewenang-wenang).
5. Keadilan Sosial
Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Maksud baik apa pun kandas apabila melanggar keadilan. Moralitas masyarakat mulai dengan penolakan terhadap ketidakadilan. Keadilan social mencegah bahwa masyarakat pecah ke dalam dua bagian; bagian atas yang maju terus dan bagian bawah yang paling-paling bisa survive di hari berikut. Tuntutan keadilan social tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-ide, ideology-ideologi, agama-agama tertentu; keadilan social tidak sama dengan sosialisme. Keadilan social adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan, keadilan social diusahakan dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang ada dalam masyarakat. Di mana perlu diperhatikan bahwa ketidakadilan-ketidakadilan itu bersifat structural, bukan pertama-pertama individual. Artinya, ketidakadilan tidak pertama-tama terletak dalam sikap kurang adil orang-orang tertentu (misalnya para pemimpin), melainkan dalam struktur-struktur politik/ekonomi/social/budaya/ideologis. Struktur-struktur itu hanya dapat dibongkar dengan tekanan dari bawah dan tidak hanya dengan kehendak baik dari atas. Ketidakadilan structural paling gawat sekarang adalah sebagian besar segala kemiskinan. Ketidakadilan struktur lain adalah diskriminasi di semua bidang terhadap perempuan, semua diskriminasi atas dasar ras, suku dan budaya. Berdasarkan uaraian di atas, tantangan etika politik paling serius di Indonesia sekarang adalah:
- Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan sosial.
- Ekstremisme ideologis yang anti pluralism, pertama-tama ekstremisme agama dimana mereka yang merasa tahu kehendak Tuhan merasa berhak juga memaksakan pendapat mereka pada masyarakat.
- Korupsi
11 Etika Berdasarkan Pancasila
Etika adalah cabang filsafat atau cabangaksiologi yang membicarakan manusia, terutama tingkah laku dan perbuatan yang dilakukan dengan sadar, dilihat dari kaca mata baik-buruk. Etika adalah filsafat moral atau filsafat kesusilaan.
Etika pancasila adalah filsafat moral atau filsafat kesusilaan pancasila. Etika pancasila adalah filsafat moral atau filsafat kesusilaan yang berdasarkan atas kepribadian, ideology, jiwa dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Etika pancasila adalah etika yang berdasarkan atau bersumber dan berpedoman pada norma-norma pancasila. Karena hakekat atau intiajaran pancasila adalah ketuhanan, kemaniusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan, maka etika pancasila adalah etika yang berdasarkan atas inti ajaran tersebut.
# Etika Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
Etika pancasila tidak dapat dipisahkan dengan Pembukan UUD 1945, karena Pembukan UUD 1945adalah pengejawantahan Pancasila, atau dengan kata lain inti Pembukan UUD 1945 adalah Pancasila. Pembukaan UUD 1945 mengandung sumber hukum, relihius, moral. Kodratdan filsafati. Pancasila oleh Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1996 dikatakan sebagai sumber daripada segala sumber hukum ( Sunoto.1982. 1-2 ).
12 Pancasila sebagai Etika Politik
Sejauh ini, sudah terbukti bahwa Pancasila menjadi pusat perhatian di dalam berbagai warna politik yang dapat kita amati.makna ideology melekat pada pancasila. Sebagai suatu system kepercayaan, Pancasila hanya bias bermakna jika nilai-nilainya tercermin di dalam tingkah laku abdi Negara dan warga masyarakat secara keseluruhan. Idealnya, Pancasila hadir di dalam praktek kekuasaan Negara, menjiwai setiap kebijakan pemerintah, menjadi landasan di dalam berbagai interaksi politik, serta menyemangati hubungan ekonomi, sosila, dan budaya bangsa Indonesia.
Dalam praktik pemerintahan, pengamalan nilai-nilai Pancasila seharusnya menjadi landasan etis. Pancasila sepatutnya hadir sebagaisuatu system yang mewakili kepribadian bangsa. Pemerintah yang berdasarka Demokrasi Pancasila sepantasnya menjadi acuan yang jelas bagi semua WNI dalam berbagai tingkatan dan ruang lingkup politik.
Melihat semua kemungkinan itu, sangat wajar jika pada tataran analisis lebih lanjut Pancasila sebagai etika politik perlu ditegaskan sebagai tolak ukur untuk menilai keberhasilan bangsa membangun sebuah system pemerintahan yang memihak kepada kepentingan rakyat.
Berdasarkan etika politik bangsa Indonesia, dapat dipahami bahwa sila pertama adalah dasar etika politik yang bersifat rohaniah, dan atas dasar itu dibangun hubungan etika politik bangsa Indonesia dalam empat fondasi gerak dan aktivitas politik yang mempertimbangkan nilai Pancasila.
Dengan dasar-dasar ini sebagi pimpinan dan pegangan pemerintah Negara pada hakikatnya tidak boleh menyimpang dari jalan lurus untuk mencapai kebahagiaaan rakyat. Dengan bimbingan dasar yang tinggi dan murni akan dilaksanakan tugas yang tidak ringan (Kaelan dan Achmad Zubaidi. 2004. 62-69 ).
Namun realita yang terjadi dewasa ini menunjukkan bahwa penerapan pancasila sebagai etika politik sudah mulai terkikis. Salah satu contoh kecilnya adalah curi start dalam berkampanye. Sampai ke tindakan korupsi yang sudah menjadi tontonan kita sehari-hari di layar kaca televisi.
13 PANCASILA SEBAGAI MORAL NEGARA
Penetapan pancasila sebagai dasar negara mengamanatkan bahwa moral pancasila juga menjadi moral negara, artinya negara tunduk pada moral, negara wajib mengamalkan moral pancasila.
Seluruh tindakan kebijakan negara harus disesuaikan oleh pancasila. Seluruh perundang-undangan wajib mengacu pada pancasila, nilai-nilai pancasila menjadi pembimbing dalam pembuatan policy. Membantu dan menolong para fakir miskin, yatim piatu, anak terlantar.
Sebagai moral negara, pancasila mengandung kewajiban-kewajiban moral bagi negara indonesia yaitu antara lain:
a. Sila ketuhanan yang maha esa
- Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadat sesuai dengan agama masing-masing
- Negara harus berusaha memberantas peraktek-peraktek keagamaan yang tidak baik dan menggangu kerukunan hidup masyarakat.
- Negara wajib memberi peluang yang sama kepada setiap agama untuk berdakwah, mendirikan tempat ibadah, ekonomi dan budaya.
- Membantu dan menolong para fakir miskin, yatim piatu, anak terlantar.
- Kewajiban moral diatas bila dikaitkan dengan UUD 1945 menjadi kewajiban politisi negara yaitu mengatur, mengayomi, membimbing warganya.
b. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab
- Negara memperlakukan setiap orang sebagai manusia, menjamin dan menegakkan hak dan kewajiban asasi.
- Negara wajib menjamin semua warga negara secara adil dengan membuat UU yang tepat dan melaksanakannya dengan baik.
- Negara harus ikut bekerjasama dengan bangsa lain membangun dunia yang lebih baik.
c. Sila persatuan Indonesia
- Negara tetap harus menjunjung tinggi asas Bhineka tunggal ika.
- Menolak paham primordialisme (sukuisme, separatisme), memperjuangkan kepentigan Nasional.
- Menentang chauvinisme, kolonialisme, sebaliknya mengembangkan pergaulan antar bangsa.
d. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Mengakui dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.
- Meningkatkan partisipasinya dalam proses pembangunan.
- Mendengarkan dan memperjuangkan aspirasi rakyat.
- Menghormati perbedaan pendapat, menjamin kebesan berserikat dan berkumpul.
14 MORAL PANCASILA DALAM BIDANG POLITIK
Politik adalah kebijakan khusus dalam aspek kekuasaan pemerintah yaitu kekuasan untuk membuat UU bersama DPR. Dalam penjelasan UUD 1945 ditegaskan bahwa sila-sila pancasila yang termuat dalam alenea IV pembukaan UUD 1945 dijabarkan kedalam pasal-pasal batang tubuh UUD 1945 sebagai contoh:
a. Sila pertama : dijabarkan pada pasal 29
b. Sila kedua : dijabarkan kedalam pasal 27,28,28A,28J,Pasal 31,34.
c. Sila ketiga : dijabarkan dalam pasal 32,35,36,36A,36B,dan 36C.
d. Sila keempat : dijabarkan kedalam pasal 1,2,3,16,27.
e. Sila kelima : dijabarkan kedalam pasal 24 dan 33
Pasal-pasal batang tubuh UUD selanjutnya dijabarkan kedalam tap MPR. tap MPR dijabarkan kedalam UU kemudian UU dijabarkan kedalam peraturan pemerintah atau KEPRES.
Secara singkat dapat diutarakan bahwa moral pancasila dalam kehidupan politik tampak dalam, pasal-pasal UUD 1945 ketetapan MPR (TAP MPR), undang-undang (UU) peraturan pemerintah (PP) keputusan presiden (KEPRES) dll.
15 Nilai-nilai Terkandung Dalam Pancasila Sebagai Sumber Etika Politik
Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa dan Negara yang merupakan satukesatuan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing sila-silanya. Karena jika dilihat satu persatu dari masing-masing sila itu dapat sajaditemukan dalam kehidupan berbangsa yang lainnya. Namun, makna Pancasilaterletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan yang tidak bisa ditukar balikan letak dan susunannya.
Etika politik berdasarkan Pancasila sebagai bagian dari konsep etika Pancasila secara umum mengacu kepada hakikat nilai pancasila. Hakikat manusia Indonesia adalah sifat dan keadaan yang berperi-Ketuhanan Yang Maha Esa, berperi-Kemanusiaan, berperi-Kebangsaan, berperi-Kerakyatan, dan berperi-Keadilan sosial.
Sila pertama ‘Ketuhanan yang Maha Esa’ serta sila kedua ‘ Kemanusiaan yang Adil dan Beradab’ adalah merupakan sumber nilai –nilai moral bagi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negeri di jalankan sesuai dengan:
a) Asas legalitas ( legitimasi hukum).
b) Di sahkan dan dijalankan secara demokratis ( legitimasi demokratis)
c) Dilaksanakan berdasarkan prinsip – prinsip moral / tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral).
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, baik menyangkut kekuasan, kenijaksanan yang menyangkut publik, pembagian serta kewenangan harus berdasarka legitimasi moral religius ( sila 1 ) serta moral kemanusiaan ( sila 2).
Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh krena itu ‘ keadilan’ dalam hidup bersama ( keadilan sosial ) sebgai mana terkandung dalam sila 5, adalah merupakan tujuan dalam kehidupan negara. Oleh karena itu dalam pelaksanaan dan pnyelenggraan negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan, serta pembagian senantiasa harus berdasarkan atas hukum yang berlaku.Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan senantiasa untuk rakyat ( sila 4).
Oleh karena itu rakyat adalah merupakan asal mula kekuasan negara.Oleh karena itu pelaksanaan dan pnyelenggraan negara segala kebijaksanaan, kekuasaan, serta kewenangan harus dikembalikan pada rakyat sebagai pendukung pokok negara.
*Nilai-nilai Etika dalam Pancasila
Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia melakukan semua tindakan sehari-harinya baik dalam masyarakat maupun dalam bernegara. Etika mambantu manusia menunjukan nilai-nilai untuk membulatkan hati mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu dilakukan dan mengapa hal itu dilakukan. Pancasila adalah etika bagi bangsa Indonesia dalam bermasyarakat dan bernegara. Adapun nilai-nilai etika yang terkandung dalam Pancasila tertuang dalam berbagai tatanan berikut ini:
1. Tatanan bermasyarakat
2. Tatanan bernegara
3. Tatanan kerjasama antar negara atau tatanan luar negeri
4. Tatanan pemerintah daerah
5. Tatanan hidup beragama
6. Tatanan bela negara
7. Tatanan pendidikan
8. Tatanan berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat
9. Tatanan hukum dan keikutsertaan dalam pemerintahan
10. Tatanan kesejahteraan sosial
16 Penerapan Nilai-nilai Etika Pancasila dalam Kehidupan Politik.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam Negara dijalankan sesuai dengan asas legalitas(legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku, disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokrasi), dan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral).
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan penyelenggaraan Negara, baik itu yang berhubungan dengan kekuasaan, kebijakan umum, pembagian serta kewenangan harus berdasarkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam pancasila. Dengan demikian, pancasila merupakan sumber moralitas dalam proses penyelenggaraan Negara, terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan dan hukum. Pelaksanaan kekuasaan dan penegakan hukum dinilai bermoral jika selalu berdasarkan pancasila, bukan berdasarkan kepentingan penguasa belaka. Jadi pancasila merupakan tolok ukur moralitas suatu penggunaan kekuasaan dan penegakan hukum.
Sebagai dasar filsafat negara Pancasila tidak hanya merupakan sumber peraturan perundang-undangan melainkan juga sumber moralitas utama dalan hubungannya dengan legitiminasi kekuasaan, hukum serta berbagai}kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan. Ketuhanan Yang Maha Esa serta sila kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab, adalah merupakan sumber nilai – nilai moral bagi kehidupan kebangsaan dan }kenegaraan. Negara Indonesia yang berdasarkan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah negara Teokrasi yang mendasarkan kekuasaan dan penyelenggaraan negara pada ligitiminasi religius.
Kekuasaan kepala negara tidak mendasarkan pada legitiminasi religius melainkan mendasarkan pada legitiminasi hukum dan demokrasi. Oleh karena itu asas sila pertama lebih berkaitan dengan legitiminasi moral. Inilah yang membedakan negara yang Berketuhanan yang Maha Esa dengan teokrasi. Walaupun dalam negara Indonesia tidak mendasarkan pada legitiminasi religius, namun secara moralitas kehiodupan negara harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan, terutama hukum serta moral dalam kehidupan bernegara.
Negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernyataan tersebut secara normative merupakan artikulasi sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Akan tetapi harus diingat, pernyataan tersebut bukan sebuah penegasan bahwa Indonesia adalah Negara teokrasi yang mendasarkan kekuasaan Negara dan penyelenggaraan Negara berdasarkan legitimasi religious, dimana kekuasaan kepala Negara bersifat absolute atau mutlak.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa lebih berkaitan legitimasi moral. Artinya, proses penyelenggaraan Negara dan kehidupan Negara tidak boleh diarahkan pada paham anti Tuhan dan anti agama, akan tetapi kehidupan dan penyelenggaraan Negara harus selalu berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian sila pertama merupakan legitimasi moral religious bagi bangsa Indonesia.
Selain berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Negara Indonesia juga harus berkemanusiaan yang adil dan beradab. Dengan kata lain, kemanusiaan yang adil dan beradab memberikan legitimasi moral kemanusiaan dalam penyelenggaraan Negara. Negara pada prinsipnya adalah persekutuan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Manusia merupakan dasar kehidupan serta pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara. Oleh karena itu asas-asas kemanusiaan mempunyai kedudukan mutlak dalam kehidupan Negara dan hukum, sehingga jaminan hak asasi manusia harus diberikan kepada setiap warga Negara. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kedua sila tersebut memberikan legitimasi moral religius (sila Ketuhanan Yang Maha Esa) dan legitimasi moral kemanusiaan (sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab) dalam kehidupan dan proses penyelenggaraan Negara, sehingga Negara Indonesia terjerumus ke dalam Negara kekuasaan.
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan juga merupakan sumber etika politik bagi bangsa Indonesia. Sila ini menegaskan bahwa Negara berasal dari rakyat dan segala kebijakan dan kekuasaan diarahkan senantiasa untuk rakyat. Sila ini memberikan legitimasi demokrasi bagi penyelenggaraan Negara.
Oleh karena itu, dalam proses penyelenggaraan Negara, segala kebijakan, kewenangan dan kekuasaan harus dikembalikan kepada rakyat. Dengan demikian, aktivitas politik praktis yang menyangkut kekuasaan ekseekutif, legislatif dan yudikatif serta konsep pengambilan keputusan, pengawasan dan partisipasi harus berdasarkan legitimasi dari rakyat.
Sila keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia memberikan legitimasi hukum (legalitas) dalam kehidupan dan penyelenggaraan Negara. Indonesia merupakan Negara hukum yang selalu menjunjung tinggi aspek keadilan sosial. Keadilan sosial merupakan tujuan dalam kehidupan Negara, yang menunjukkan setiap warga Negara Indonesia mendapatkan perlakuan adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan.
Oleh karena itu, untuk mencapai aspek keadilan tersebut, kehidupan dan penyelenggaraan Negara harus senantiasa berdasarkan hukum yang berlaku. Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan Negara, yang bisa mengakibatkan hancurnya tatanan hidup kenegaraan serta terpecahnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila pancasila harus dijadikan patokan bagi setiap penyelenggara Negara dan rakyat Indonesia. Nilai-nilai tersebut harus diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga pada akhirnya akan terbentuk suatu pemerintahan yang etis serta rakyat yang bermoral pula.
17 Pendidikan Pancasila Sebagai Pendidikan Politik
Pancasila harus menjadi satu-satunya asas dalam kehidupan dan kenegaraan RI, oleh karena itu, penyarahan peran sebagai pendidikan politik ini kepada PPS memang layak. Selain itu, pancasila harus tampil dalam setiap aspek keghidupan masyarakat dan Negara.
Pendidikan Pancasila berperan sebagai wahana program pendidikan politik, dimana peserta didik penerus bangsa Negara RI ini dibina kemantapan pemahaman tantang tata bernegara menurut nilai moral Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan dn batang tubuh UUD 1945.
Menurut program Pendidiikan Politik ini pula dibina dan ditingkatkan pemahaman dan kemampuan untuk mewujudkan cita-cita Pancasila, yakni mencerdaskan dan mensejahterakan rakyatmelalui pembangunan nasional sesuai kemampuan dan keadaan masing-masing.
Pendidikan politik membina kesadaran peserta didik akan masalah yang sedang dan akan dihadapi dirinya, kehidupan serta pemerintah Negara dalam melaksanakan tugas dan peran masing-masing serta pencapaian tujuan nasional.
Lebih dari itu, mereka pun akan dimotivasi untuk mau dan mampu memecahkan segala masalah. Maka karenanya Program Pendidi kan Pancasila hendaknya tidak hanya menampilkan Pancasila sebagai normative saja, namun juga menampilkan pelajara dengan misi diatas.
( M. Azis Toyibin dan A.Kosasih Djahiri. 1991. 6-7 ).
BAB III: PENUTUP
Kesimpulan
Secara substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian ‘moral’ senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia.
Walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat bangsa maupun negara, etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagi makhluk yang beradab dan berbudaya.
Pancasila adalah sebagai suatu sistem filsafat yang pada hakikatnya merupakan nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan laianya.
Suatu pemikiran filsafat tidak seccara langsung menyajikan norma – norma yang merupakan pedoman dakam suatu tindakan atau aspek praktis melainkan nilai – nilai yang bersifat mendasar.
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang prinsip – prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia yang membicarakan masalah – masalah yang berkaitan dengan predikat “susila” dan “tindak susila”, “baik” dan “buruk”.
Hubungan sistematik antara nilai, norma dan moral tersebut terwujud dalam suatu tingkah laku praktis dalam kehidupan manusia.
Etika politik adalah termasuk lingkup etika sosial manusia yang secara harfiah berkaitan dengan bidang kehidupan politik
Saran
Pancasila hendaknya disosialisasikan secara mendalam sehingga dalam kehidupan bermasyarakat dalam berbagai segi terwujud dengan adanya kesianambungan usaha pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan kepastian masyarakat untuk mengikuti dan mentaati peraturan yang ditetapkan, karena kekuatan politik suatu negara ditentukan oleh kondisi pemerintah yang absolut dengan adanya dukungan rakyat sebagai bagian terpenting dari terbentuknya suatu negara.
Penulis : Ginta Septianti
Judul : Pancasila sebagai Etika Politik
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, M. Fachri.2003. Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi. Padang. Universitas Negeri Padang.
Magnis, Franz dan dan Suseno.1986. ETIKA DASAR. Jakarta. Gramedia.
Nurtjahjo, Hendra.2005. Filsafat Demokrasi. Jakarta. Bumi Aksara.
Sunoto. 1982. Mengenal FILSAFAT PANCASILA Pendekatan Melalui : Etika
Pancasila. Yogyakarta. Hanindita.
Toyibin, M, Azis dan Djahiri, A, Kosasih. 1991. Pendidikan Pancasila II.Jakarta.
DEPDIKBUD.
Varma.1982. Teori Politik Modern. Universitas Rajasthan, New Delhi. Rajawali.
Zubair, Achmad Charris. 1987. Kuliah Etika. Yogyakarta. Rajawali.