A. Pengertian
Filsafat Islam
Filsafat Islam terdiri dari
dua kata yakni filsafat dan Islam. Dalam khasanah ilmu, filsafat diartikan
sebagai berfikir yang bebas, radikal dan berada pada dataran makna. Bebas
berarti tidak ada yang menghalangi pikiran bekerja. Sedangkan kata Islam secara
samantik berasal dari akar kata salima yang artinya menyerahkan, tunduk dan
selamat. Islam artinya menyerahkan diri kepada Allah, dan dengan menyerahkan
diri kepadaNya maka ia memperoleh keselamatan dan kedamaian.
Sebelum sampai pada
devinisi Filsafat Islam, terlebih dahulu kami akan memberikan makna filsafat
yang berkembang dikalangan cendekiawan muslim. Menurut mustofa abdul Razik
pemakaian kata filsafat di kalangan umat islam adalah kata hikmah. Sehingga
kata hakim ditempatkan pada kata failusuf atau hukum Al-Islam(hakim-hakim
Islam) sama dengan Falasifatul Islam (failusuf-failusuf Islam). Al Farabi
berkata : failusuf adalah orang yang menjadikan seluruh kesungguhan dari
kehidupannya dan seluruh maksud dari umurnya mencari hikmah yakni mema’rifati
Allah yang mengandung pengertian mema’rifati kebaikan.
Menurut Mustofa Abdul
Rozik, Filsafat Islam adalah filsafat yang tumbuh di negeri Islam dan dibawah
naungan negara Islam, tanpa memandang agama dan bahasa-bahasa pemiliknya.
Pengertian ini diperkuat oleh Prof. Tara Chand, bahwa orang-orang nasrani dan
yahudi yang telah menulis kitab-kitab filsafat yang bersifat kritis atau
terpengaruh oleh islam sebaiknya dimasukkan ke dalam filsafat Islam.
Filsafat islam adalah perkembangan pemikiran
umat Islam dalam masalah ketuhanan, kenabian, manusia, dan alam semesta yang
disinari ajaran Islam. Adapun devinisinya secara khusus seperti apa yang
dituliskan oleh penulis Islam sebagai berikut.
1. Ibrahim
Madkur, filsafat islam adalah pemikiran yang lahir dalam dunia Islam untuk
menjawab tantangan zaman, yang meliputi Allah dan alam semesta, wahyu dan akal,
agama dan filsafat.
2. Ahmad
Fuad Al-Ahwany, filsafat Islam adalah pembahasan tentang alam dan manusia yang
disinari ajaran Islam.
3. Muhammad
Atif Al-‘Iraqy, filsafat Islam secara umum di dalamnya tercakup ilmu kalam,
ilmu ushul fiqh, ilmu tasawuf, dan ilmu pengetahuan lainnya yang diciptakan
oleh intelektual Islam. Pengertiannya secara khusus adalah pokok-pokok atau
dasar-dasar pemikiran filosofis yang dikemukakan para filosof muslim.
Jelaslah bahwa filsafat Islam merupakan hasil
pemikiran umat islam secara keseluruhan. Pemikiran umat Islam ini merupakan
buah dari dorongan ajaran Al-Quran dan Hadis.
B. Pandangan
Islam Mengenai Filsafat
Pertemuan Islam ( kaum
muslimin ) dengan filsafat ini terjadi pada abad – abad ke- 8 Masehi abad ke- 2
Hijriyah disaat islam berhasil mengembangkan sayapnya dan menjangkau
daerah-daerah baru yang memiliki adat istiadat dan peradapan serta kebudayaan
baru. Filsafat adalah salah satu dri kebudayaan asing yang ditemui islam dalam
perjalanan sejarahnya.
Dua imperium islam waktu
itu yaitu Abbasiyah dengan ibu kota Bagdad (
di Timur ) dan Umayyah dengan ibu kotanya di cordova ( di barat )
menjadi pusat peradaban dunia yang menghasilkan cendekiawan-cendekiawan
dibidang ilmu pengetahuan serta Filosof-filosof yang masyhur seperti Al-Kindy (
796 – 973 M ), Al-Faraby ( 870 – 950 M ), Al-Razy (863 – 965 M ), Ibnu Sina (
980 – 1037 ), Al-Ghazali ( 1059 – 111 M ), Ibnu Rusyd ( 1126 – 1198 ) dan lain
– lain.
Immauel Kant (
1724 – 1804 ), yang disebut raksasa pikr barat, mengatakan bahwa : Filsafat itu
ilmu pokokdan oangkal dari segala pengetahuan yang mencakup didalamnya empat
persoalan,yaitu :
1.
Apakah yang anda ketahui ? (
dijawab oleh metafisika )
2.
Apakah yang boleh kita
kerjakan ? ( dijawab oleh etika )
3.
Sampai dimanakah
pengharapan kita ? ( dijawab oleh agama )
4.
Apakah yang dinamakan
manusia ? ( dijawab oleh Antropologi )
Dari
semua istilah ilsafat itu sama sama dengan ilmu pengetahuan, jelasnya segala
macam pengetahua termasuk filsafat, bagaimanapun corak pengetahuan itu. Tetapi
lambat laun, karena gejala-gejala yang diketahuinya semakin lama-semakin
tertimbun, maka terpaksalah orang membagi pengalaman – penalamannya menjadi
pelbagi lapangan, tiap-tiap lapangan dengan ilmu pengetahuanda semenjak itu
smpitlah arti filsafat, oleh karena itu semula para filosof disamping ahli
filsafat, dalam waktu yang bersaman juga ahli ilmu pengetahuan. Tegasnya
filosof adalah ilmuwan, dan ilmuan adalah filosof. Begitlah yang terjadi sampai
pada saatnya cabang – cabang ilmu pengethuan tertentu satu demi satu
meninggalkan induknya ( filsafat ).
Tiap-tiap manusia yang
mulai berpikir tentang diri sendiri dan tempat-tempatnya dalam dunia, akan menghadapi
berbagai persoalan itu dapat dikelompokan sebagai persoalan – persoalan pokok
yang meliputi (1). Adakah Allah dan siapakah Allah itu, (2). Apa dan siapa
manusia itu, (3). Apakah hakekat dari segala kenyataan, apa maknanya, apa
intisarinya?
Dalam sejarah umat manusia
kita melihat bahwa tiga persoalan tadi sering dijawab dengan agama yang dianut
oleh maunusia itu. Tetapi dilain pihak tidaklah jarang ilmu filsafat berusaha
untuk menjawab persoalan-persoalan itu.
Dr.
Ahmad Fuad Al ahwani, guru filsafat di
Universitas di Cairo, menyatakan dalam kitabnya “ Ma’anil Falsafah’ ( Cairo,
1974 ), bahwa filsafat itu adalah sesuatu yang terletak diantara agama dan ilmu
pengetahuan. Ia menyerupai agama alam atu sisi karena ia mengandung
permasalahan-permasalahan yang tidak dapat diketahui da dipahami sebelum orang
memperoleh pengetahuan dan keyakinan disisi lain karena ia merupakan sesuatau
hasil daripada akal pikiran manusia, tidak hanya sekedar mendasarkan kepada
taklid dan wahyu semata-mata. Dimana ilmu merupakan hasil-hasil
pengertian yang terjangkau dan terbatas, agama dan keyakinannya dapat
melangkahi/melamaui garis-garis pengertian yang terbatas itu.
Antara ilmu pengetahuan dan
agama inilah yang dimaksu filsafat. Banyak persoalan yang tidak bisa dijawab
dengan ilmu pengetahuan, dapat diterima dan dirasakan oleh manusia. Al Ahwani
atas dasar pendirinya itu memberikan pengertia filsafat dalam tiga kesimplan :
filsafat itu adalah peninjauan yang lengkap dan dalam keelruhan mengenai hidup
manusia. Filsafat itu adalah alat untuk menguraikan kesukaran-kesukaran yang
terletak diantara ilmu pengetahuan dan agama. Dan filsafat adalah penggunaan
pikiran yang dapat membawa manusia kepada amal dan kepada suatu tujuan
tertentu.
Menenggapi pendapat ini
Prof. Dr. H. Abu Bakar Aceh berkecenderungan untuk memilih dan menetapkan
pendapat Al Ahwani tersebut sebagai “ telah mewakili “ pikiran-pikiran ulama
Islam mengenai filsafat. Ita telah mengetahui dari sejarah – demi kian tegas H.
Abu Bakar Aceh – bahwa pujangga-pujangga dan ahli-ahli pikir Yunani serta
filosao-filosof berikutnyahanya mencari apakah yang menjadi pencipta pertama
dari alam semesta ini, tetapi sedikit sekaliyang mencari apakah faedahnya ada
pencipta itudalam hubungannya dengan keidupan manusia sehari-hari. Tuhan yang
dicari adalah Tuhan yang mati, sedang tuhan yang dipertahankan para filosof dan
ulama islam adalah Tuhan yang hidup, Tuhan yang menguasai seluruh alam semesta
ini.
Az-Zamahsyari dalam kitab
tafsirnya “ Al- Kasysyal “ ( hlaman 174 – 175 ) menenrangkan bahwa disinalah
tempat perselisihan paham pokok antara ahlussunah yang memegang kuat pada
Al-Qur’an dan Hadist, dengan mu’tazillah yang berdasarkan pengrtian tu kepada
akal atau kepada filsafat. Menurut pengarang tafsir ini, ayat-ayat mukhamat
ialah ayat-ayat yang ahnaymempunyai satu arti, sedang ayat-ayat muttasyabihat
adalh ayat yang mempunyai arti lebih dari satu, sehingga memungkinkan masuknya
penafsiran dengan akal manusia dan ta’wil atau memutarkan artinya dengan
berbagai cara. Ulama salaf hanya mementingkan ayat-ayat hukum atau mukhamat
itu, untuk diamalkan dan tida menganggap penting ayat-ayat mutasyabihat yang
artinya dapat ditafsirkan dengan akal secara aneka ragam. Ibnu Taimiyah
menyatakan bahwa filsafat itu bid’ah dan haram hukumnya.
Antara ilmu pengetahuan dan
agama inilah yang dimaksu filsafat. Banyak persoalan yang tidak bisa dijawab
dengan ilmu pengetahuan, dapat diterima dan dirasakan oleh manusia. Al Ahwani
atas dasar pendirinya itu memberikan pengertia filsafat dalam tiga kesimplan :
filsafat itu adalah peninjauan yang lengkap dan dalam keelruhan mengenai hidup
manusia. Filsafat itu adalah alat untuk menguraikan kesukaran-kesukaran yang
terletak diantara ilmu pengetahuan dan agama. Dan filsafat adalah penggunaan
pikiran yang dapat membawa manusia kepada amal dan kepada suatu tujuan
tertentu.
Menenggapi pendapat ini
Prof. Dr. H. Abu Bakar Aceh berkecenderungan untuk memilih dan menetapkan
pendapat Al Ahwani tersebut sebagai “ telah mewakili “ pikiran-pikiran ulama
Islam mengenai filsafat. Ita telah mengetahui dari sejarah – demi kian tegas H.
Abu Bakar Aceh – bahwa pujangga-pujangga dan ahli-ahli pikir Yunani serta
filosao-filosof berikutnyahanya mencari apakah yang menjadi pencipta pertama
dari alam semesta ini, tetapi sedikit sekaliyang mencari apakah faedahnya ada
pencipta itudalam hubungannya dengan keidupan manusia sehari-hari. Tuhan yang
dicari adalah Tuhan yang mati, sedang tuhan yang dipertahankan para filosof dan
ulama islam adalah Tuhan yang hidup, Tuhan yang menguasai seluruh alam semesta
ini.
Az-Zamahsyari dalam kitab
tafsirnya “ Al- Kasysyal “ ( hlaman 174 – 175 ) menenrangkan bahwa disinalah
tempat perselisihan paham pokok antara ahlussunah yang memegang kuat pada
Al-Qur’an dan Hadist, dengan mu’tazillah yang berdasarkan pengrtian tu kepada
akal atau kepada filsafat. Menurut pengarang tafsir ini, ayat-ayat mukhamat
ialah ayat-ayat yang ahnaymempunyai satu arti, sedang ayat-ayat muttasyabihat
adalh ayat yang mempunyai arti lebih dari satu, sehingga memungkinkan masuknya
penafsiran dengan akal manusia dan ta’wil atau memutarkan artinya dengan
berbagai cara. Ulama salaf hanya mementingkan ayat-ayat hukum atau mukhamat
itu, untuk diamalkan dan tida menganggap penting ayat-ayat mutasyabihat yang
artinya dapat ditafsirkan dengan akal secara aneka ragam. Ibnu Taimiyah
menyatakan bahwa filsafat itu bid’ah dan haram hukumnya.
Sebaliknya banyak ulam
islam yang menganggap sangat penting dengan adanya filsafat, karena dapat
membantu dalam menjelaskan isi dalam kandungan Al – Qur’an dengan keterangan
keterangan yang dapat diterima oleh akal manusia terutama bagi mereka yang baru
mengenal Islamdan mereka yang belum kuat imannya. Imam Al Gazali yang semula
menentang filsafat, kemudian berbalik untuk mempelajari dan banyak
menggunakanya untuk uraian-uraian mengenai ilmu tasawuf. Ulam – ulam semaca
inimenganggap besar faedah dari mempelajari filsafat dan berpendapat bahwa
dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat – ayat yang menyuruh kita untuk berpikir
mengenai dirinya dan alam semesta, untuk meyakini adanya Tuhan sebagai
penciptanya “ Tuhan menguraikan himah/filsafat kepada siapa yang
dikehendaki-Nya, dan barang siapa yang telah diberi hikmah /filsafat sama
dengan diberkannya kebijakan yang berlimpah. “
Didalam Al-Qur’an dan
Hadist banyak ita dapati firman-firman yang mengutamakan ilmu pengetahuan dan
memberi kedudukan yang tinggi kepada orang – orang alim, ahli penelitian dan
ahli pengetahuan.
“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. “ ( Q.S. Al Mujadalah 11 )
Dan demikian (pula) di antara manusia,
binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam
warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya,
hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. “ ( Al Fatir 28 )
“Dan
perumpamaan-perumpamaan Ini kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya
kecuali orang-orang yang berilmu” (
Al Ankabut 43 )
Tampak jelas dari
uraian-uraian diatas bahwa Islam tidak mencegah orang untuk mempelajari ilmu
filsafat, bahkan menganjurkan orang berfilsafat., berpikir menurut logika untuk
memperkuat kebenaran yang dibawa oleh Al Qur’an dengan dalil akal dan pembawaan
rasional. Aspek pemikiran dalam Islam terutanma masalah keimanan, aqidah,
ketuhanan, menunjukan pembahasan yang cukup lama telah dimulai semasa nabi
masih hidup, yang kemudian menjadi sebab pokok dari ilmu-ilmu yang
berbeda-beda, sebagaimana kalam ( dogmatic – scholastic ), dan tasawuf (
mystico-spirituaistic ).
Diskusi dan polemic
keagamaan anatra ulama Islam dengan tokoh agama non muslim, telah
memperkenalkan elemen-elemen asing dari filsafat Yunani, India dan sebagainya.
Tersebab itu bermunculanlah tokoh-tokoh dikalangan Islam, dengan
nama-nama besar sepeti Al Khindi, Al Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd dll.
Banyaknya terjemahan buku-buku asing terutama buku-buku filsafat Yunani lebuh
banyak menguak bukti pentingnya filsafat dalam kancah keilmuan Islam.
Akan halnya Falsafat yang
juga dianggap dapat membawa kepada kebenaran, maka islam mengakui
bahwa selain kebenaran Hakiki, masih ada lagi kebenaran yang tidak bersifat
absolute, yaitu kebenaran yang dicapai sebagai hasil usaha akal budi manusia.
Akal adalah anugrah dari Allah SWT kepada manusia. Maka sewajarnya kalau akal
mampu pula mencapai kebenaran, kendatipun kebenaran yang dicapainya itu
hanyalah dalam taraf yang relatif. Oleh sebab itu kalau kebenaran yang relative
itu tidak bertentangan dengan ajaran islam ( Al-Qur’an dan Hadist ) maka
kebenaran itu dapat saja digunakan dalam kehidupan ini.Kebenaran filasafat
dianggap kebenaran spekulatif karena ia berbicara tentang hal-hal yang abstrak
yang tidak dapat dieksperimen, tidak dapat diuji atau diriset.
Mengenai pandangan islam
tentang filsafat , filsafat cukup mendapat tempat penting dalam Islam dengan
beberapa kenyataan :
·
Dalam sejarah Islam pernah
muncul filosof-filosof muslim yang terkenal seperti Al Faraby, Ibnu Sina, Ibnu
Rusyd dan lain-lain. Bahkan mereka ini dianggap sebagai mata rantai yang
menghubungkan kembali filsafat Yunani yang pernah menghilang di barat dan
berkat jasa-jasa kaum muslimin maka filsafat tersebut dapat dikenal kembali
oleh orang-orang Barat.
·
Terdapatnya sejumlah
ayat-ayat Al-Qur’an yang mendorong pemikiran-pemikiran filosofis.
·
Meskipun Islam member
tempat yang layak bagi hidup dan perkembangan filsafat, namun Islam menilai
bahwa falsafat tu hanyalah merupakan alat belaka dan bukan tujuan. Falsafat
dapat digunakan untuk memperkokoh kedudukan Islam, umpamanya dapat dijadikan
sebagai jalan untuk memperkuat bukti eksistensi Allah SWT.
·
Diakui pula bahwa kebenaran
filsafat bersifat nisbi dan spekulatif. Nisbi
artinya relative dan tidak mutlak kebenaranya. Spekulatif artinya kebenaranya
bersifat spekulasi dan tidak dapat dibuktikan secara empiris.
·
Jadi tidak perlu melihat
filsafat sebagai momok yang menakutkan tetapi ia harus dipelajari dengan baik.
Dengan demikian kita dapat menggunakan hal – hal yang positif didalamnya dan
membuang hal-hal yang tidak menguntungkan bagi Islam.
Melalui filsafat orang
dapat sampai kepada keyakinan atau sekurang-kurangnya pengetahuan tentang
adanya Tuhan. Tetapi sebaliknya, dengan filsafat orang bias lari kepada
kekafiran dan pembuaian Tuhan. Dengan demikian filsafat itu dapat diandaikan sebagai
pisau tajam yang bermata dua, yang dapat dmanfaatkan tetapi kalau salah
menggunakanya dapat membahayakan. Filsafat yang dapat membawa pada keimanan
hanyalah filsafat yang mendalam. Orang yang setengah-setengah belajar filsafat,
cenderung membawa dirinya kepada kekafiran.