Kelainan yang
muncul pada seorang anak berkaitan erat dengan faktor – faktor yang
mempengaruhi perkembangan mereka. Faktor
– faktor tersebut di antaranya adalah :
1. Cetak
Biru Biologis ( Biological Birthright )
Dalam
perjalanannya dapat terjadi kelainan genetis yang lazim dikenal sebagai
abnormalitas gen. Abnormalitas ini dapat terjadi ketika kromoson tidak memiliki
pasangan ( tunggal ) atau sebagaian kromoson hilang,mengalami duplikasi (
kelipatan ) atau salah ( keluar ) dari tempatnya. Abnormalitas yang paling
mudah dikenali adalah sindroma down atau down”s syndrom, yang disebabkan oleh
adanya kelebihan kromoson di kromosom 21.
2. Genetik
Dan Lingkungan
Dari semua area
dimana pengaruh genetik dan lingkungan saling berinteraksi mempengaruhi seorang
anak, maka ada dua aspek yang mengundang perbedaan pendapat paling
kontroversial yaitu berkaitan dengan perbedaan jender yaitu perbedaan antara
laki-laki dengan perempuan; dan yang kedua adalah berkaitan dengan peranan,
sifat-sifat serta asal-usul intelegensi.
a. Perbedaan
Gender
Sering
kita dengar bahwa laki-laki lebih rapuh dibandingkan perempuan, hal ini
berlanjut saat mereka dapat bertahan hidup setelah dilahirkan. Laki-laki lebih
terbuka dibandingkan perempuan terhadap kemungkinan bermacam-macam kelainan
yang sangat luas berfariasi termasuk cerebral palsy, infeksi, keterbelakangan
mental dan beberapa kesulitan belajar. Jhon Money (dalam Lamsdown dan Walker,
1996) mengatakan bahwa hormon mengarahkan anak atau individu untuk berperilaku
sesuai dengan jenis kelamin, namun pengalaman anak akan mempengaruhi apakah
pengaruh hormonal tersebut akan hilang atau diperkuat.
b. Intelegensi
Intelegensi
adalah kualitas mental yang didasari keberhasilan seseorang di sekolah. Beberapa
psikolog mengemukakan bahwa sebenarnya ada dua faktor utama yaitu pertama
adalah faktor umum (general factors),
yang mendasari kemampuan intelektual, dan kedua adalah serangkaian kemampuan
khusus (spesific abilities). Keberadaan kemampuan umum ini menjelaskan mengapa
ada kecenderungan bila seseorang memiliki kemampuan yang baik dalam satu
bidang, juga dia baik pada beberapa bidang lain. Dilain pihak gagasan mengenai
kemapuan khusus dapat menerangkan mengapa, contohnya, mengapa ada orang-orang
yang amat mahir dalam mengadakan negosiasi, namun gagal dalam matematika.
c. Kontrol
Sosial
Konteks
dimana seorang anak atau individu tinggal memegang peranan amat penting karena
perubahan-perubahan yang terjadi memberikan pengaruh pada setiap tahap usia
aspek dan perkembangan. Bagaimana konteks sosial tersebut berpengaruh pada anak
akan dibahas di bawah ini:
1. Keluarga
Keluarga
adalah konteks pertama yang memperkenalkan anak kepada dunia secara fisik
melalui kegiatan bermain dan menjelajah objek-objek yang berada di sekitarnya.
Kelekatan dengan orangtua dan saudara kandung biasanya berjalan sepanjang
kehidupan dan menjadi model saat membina hubungan dalam dunia yng lebih luas,
seperti tetangga, sekolah, dan masyarakat di sekitar tempat kita tinggal.
Dalam
keluarga, anak belajar menggunakan bahasa, keterampilan-keterampilan tertentu,
nilai-nilai sosial dan moral yang berkembang dalam kebudayaan dimana mereka
tinggal.
Parke
dan Burke (1998:dalam Berk, 2005), kehangatan, kebahagiaan atau kepuasan dalam
ikatan keluarga meramalkan kesejahteraan psikologis sepanjang tentang
perkembangan individu. Sebaliknya, isolasi atau keterasingan dari ikatan
keluarga seringkali dihubungkan dengan adanya masalah dalam perkembangan
seseorang.
Penelitian-penelitian
mutakhir memandang keluarga sebagai suatu jejaring dari hubungan yang saling
memiliki ketergantungan satu sama lain (interdependent). Bronfenbrenner
menyebutnya sebagai suatu sistem yang memiliki pengaruh bidirectional
(bidirectional influences), artinya perilaku atau respon dari setiap anggota
keluarga dipengaruhi dan saling mempengaruhi anggota keluarga yang lainnya.
Pengaruh-pengaruh tersebut dapat bersifat langsung maupun tidak langsung.
a. Pengaruh
yang bersifat langsung (direct influences)
Perilaku salah seorang anggota keluarga memperkuat
bentuk reaksi yang terjalin dengan anggota keluarga lainnya, dan pada
gilirannya bentuk reaksi tersebut dapat meningkatkan atau menurunkan kesejahteraan
anak. Suatu perilaku terbentuk sebagai reaksi yang diterima dari lingkungan,
sementara bagaimana lingkungan bereaksi juga dipengaruhi oleh perilaku yang
ditampilkan.
b. Pengaruh
yang bersifat tidak langsung
Dampak dari hubungan dalam keluarga terhadap
perkembangan anak menjadi lebih rumit ketika kita menyadari bahwa hubungan
antara dua anggota keluarga dipengaruhi oleh kehadiran orang lain dalam
lingkungan mereka, atau Bronfenbrenner (dalam Berk, 2005) menyebutnya sebagai
pihak ketiga (Thirt parties).
Pihak ketiga dapat menjadi pihak yang memberi
dukungan dalam perkembangan. Kehadiran anak diantara kehidupan orangtua juga
mempengaruhi hubungan orangtua mereka.
Kekuatan saling pengaruh-mempengaruhi dalam keluarga
bersifat dinamis dan selalu mengalami perubahan, begitu salah satu anggota
keluarga beradaptasi dengan perkembangan yang terjadi pada anggota
lain.misalnya ketika seorang anak sudah berhasil menguasai keterampilan yang
baru, maka orangtua menyesuaikan cara mereka menghadapi anak sesuai dengan
kemampuan baru yang dimiliki oleh anak. Orangtua merubah caranya menghadapi
anak sejalan dengan perkembangan anak, sebaliknya perubahan yang terjadi pada
orangtua juga mempengaruhi anak dalam berperilaku.
Perubahan-perubhaan dalam lingkungan yang muncul
bersamaan dengan perkembangan anak juga mempengaruhi cara orangtua mengasuh
anaknya.
2. Status
Sosial, Ekonomi dan Fungsi Keluarga.
Dalam banyak budaya, maka status sosial ekonomi
mempengaruhi kapan seseorang anak memutuskan akan menjadi orangtua dan besarnya
anggota keluarga. Penelitian-penelitian di Amerika memperlihatkan bahwa
orang-orang yang pekerjaannya memerlukan keterampilan tidak terlalu khusus dan
khusus misalnya penjaga sesuatu, dll. Cenderung menikah dan memiliki anak lebih
cepat (muda) dengan jarak kelahiran anak lebih dekat dan jumlah anak lebih
banyak dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki pekerjaan kantoran dan
profesional. Kedua kelompok ini juga memiliki nilai-nilai dan harapan yang
berbeda dalam mengasuh anak-anak mereka.
Kondisi kehidupan dalam keluarga dapat membantu kita
untuk memahami mengapa keadaan seperti ini dapat muncul. Orangtua dengan status
sosial ekonomi lebih rendah seringkali merasa tidak memiliki kekuatan dan tidak
memiliki pengaruh saat menjalin hubungan diluar kehidupan rumah atau dalam
masyarakat. Namun sebaliknya dengn orangtua yang memiliki sosial ekonomiu lebih
tinggi, mereka nampaknya lebih dapat mengontrol kehidupan mereka.
3. Kemiskinan.
Kemiskinan membuat kesehatan fisik memburuk,
kemampuan kognitif atau kecerdasan berkurang atau tidak berkembang optimal,
kemampuan akademis menurun, putus sekolah, gangguan jiwa dan meningkatkan
perilaku antisosial atau kenakalan. (Poulton dkk., 2000; Secombe, 2002; dalam
Berk, 2005). Selain anak maka stres yang muncul secara terus menerus akibat
kemiskinan ini membuat orangtua menjadi depresi, mudah marah, mudah
tersinggung, dan pada akhirnya akan mengganggu perkembangan anak.
4. Perbedaan
budaya.
Masyarakat tempat seorang anak dilahirkan masih
memberikan pengaruh yang paling besar. Setiap negara, setiap suku daya dalam
suatu negara, memiliki cara-caranya tersendiri dalam memperlakukan seorang bayi
dan anak , mereka juga memiliki harapan yang khas. Di satu sisi beberapa ahli
menekankan pada adanya faktor genetik yang menyebabkan munculnya perbedaan.
Sementara di sisi yang lain lebih menekankan kepada adanya perbedaan pola
pengasuhan, mereka melihat bila anak-anak di Afrika ini mendapat perlakuan yang
sama seperti anak-anak di Barat, maka mereka akan belajar berjalan dengan kecepatan
yang sama.
Bila kita cermati, maka di seluruh dunia ini amat
banyak perbedaan-perbedaan yang dapat kita amati, mengenai bagaimana cara-cara
setiap budaya memperlakukan bayi-bayi yang baru lahir. Hampir semua bangsa,
melalui sistem pendidikan di sekolah, secara didasari maupun tidak cenderung
menekan anak-anak, agar mereka mematuhi nilai-nilai budaya yang berkembang
dalam masyarakatnya. Bila mereka tidak patuh pada nilai-nilai tersebut, maka
hukuman atau “label” tertentu akan diberikan pada anak tersebut.
5. Ketangguhan
(resiliency).
Ketangguhan (resiliency) adalah suatu kemampuan yang
dimiliki oleh individu dan dengan kemampuan tersebut, individu mampu bertahan
dan berkembang secara sehat serta menjalani kehidupan secara positif dalam
situasi yang kurang menguntungkan atau penuh dengan tekanan. Hal lain yang
perlu dipahami bahwa ketangguhan itu adalah suatu kemapuan yang dimiliki oleh
anak karena adanya proses belajar. Saat seorang anak merasa tidak pasti maka
mereka akan melihat kepada dean meminta dukungan kepada orangtuanya dengan
tanda-tanda tertentu seperti adanya bahasa tubuh tertentu yang diberikan
sebagai dukungan, sehingga mereka dapat berinteraksi dengan tepat. Dengan
demikian, interprestasi anak terhadap situasi yang dihadapi dalam kehidupan
sehari-hari sebagian besar dipelajari dari bagaiman orangtua berinteraksi
terhadap kebutuhan mereka.
Penelitian yang panjang dilakukan oleh banyak
peneliti untuk melihat faktor-faktor apa yang melindungi seorang anak dari
kerusakan yang ditimbulkan sebagai akibat dari lingkungan yang penuh dengan
tekanan. Ditemukan adanya empat faktor utama, yaitu:
a. Karakteristik
pribadi.
Karakteristik
bawaan seorang anak dapat mengurangi dampak negatif akibat paparan yang terus
menerus dari situasi yang penuh dengan tekanan atau mengarahkan pada keadaan
yang lebih buruk. Intelegensi yang tinggi dan bakat-bakat sosial yang
bermanfaat merupakan faktor protektif.
b. Pengasuhan
yang penuh kehangatan.
Hubungan
yang dekat dengan paling tidak salah satu orangtua yang penuh dengan kehangatan,
meletakkan harapan yang tinggi dan tepat pada anak, memantau kegiatan anak dan
menciptakan lingkungan rumah yang dapat
menumbuhkan ketangguhan pada anak. Faktor ini tidak dapat lepas dari
karakteristik yang dimiliki oleh anak.
c. Dukungan
sosial selain keluarga inti.
Contohnya
: Aam memiliki paman yang senang memperbaiki mobil serta memiliki
bengkel kecil, meskipun sederhana namun keluarga paman beserta anaknya yang
sebaya dengan Aam dengan tangan terbuka menerima kedatangan Aam setiap sabtu
dan minggu ke bengkel mereka yang sederhana yang untuk turut membantu-bantu.
Secara tidak didasari, paman dan keluarganya
menjadi model bagi Aam untuk mengatasi permasalahan dalam kehidupan.
d. Masyarakat
yang perduli.
Kegiatan
ekstrakurikuler di sekolah, kelompok keagamaan dan organisasi lainnya
mengajarkan keterampilan-keterampilan sosial yang amat penting. Penelitian
dalam bidang ketangguhan memperlihatkan hubungan yang komplek antara faktor
bawaan dengan lingkungan. Apapun alasannya, maka satu hal yang perlu mendapatkan
perhatian penuh adalah bahwa untuk mengoptimalkan perkembangan seorang anak,
maka faktor resiko harus diperkecil dan faktor protektif diperkuat.
6. Penanganan.
Orangtua tentu saja akan memerlukan bantuan pada
ahli bila ternyata anaknya mengalami kelainan. Ada beberapa jenis yang
disarankan, sebagai berikut:
a. Penanganan
Medis.
Penting
bagi orangtua mengetahui dengan jelas apa efek samping dari obat yang akan
diberikan pada anak mereka.
b.
Terapi Bermain.
Terapi
bermain adalah salah satu bentu psikoterapi yang digunakan bagi anak-anak lebih
kecil untuk mengatasi keterbatasan verbal mereka.
c.
Terapi Perilaku.
Adalah
mengajarkan anak perilaku baru dengan cara mengubah lingkungan, mengajarkan
keterampilan baru atau mengubah proses kognitif dan emosional anak.
d.
Terapi Keluarga.
Dalam
terapi ini semua anggota keluarga yang terkait, bukan hanya anak, bertemu
bersama-sama dengan terapis dengan tujuan memecahkan masalah mereka.
e.
Fisioterapis.
Bagi anak-anak
dengan kelainan yang memerlukan fungsi anggota tubuh meskipun kelainan-kelainan
pada anak seringkali muncul bukan karena penyebab tunggal, maka kelainan pada
anak harus didefinisikan dalam pemahaman penyimpang dari perilaku normal dan
dibandingkan dengan pencapaian yang biasa dicapai oleh anak-anak lain dalam
rentang usia yang sama.