Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Metodologi Ilmu Ekonomi

Senin, 24 Januari 2022 | 10:28 WIB Last Updated 2023-03-30T13:50:35Z
Pertanyaan pertama yang muncul tentang ilmu ekonomi adalah kapan dan bagaimana ilmu ekonomi itu dibentuk, bagaimana struktur dan perkembangan ilmu ekonomi?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, Samuelson menjelaskan bahwa ilmu ekonomi tumbuh dan berkembang secara evolusioner sebagai suatu bidang disiplin dengan mengamati data, mengembangkan hipotesis, mengujinya dan kemudian mencapai konsensus yang terkadang tidak mudah mengenai bagaimana ekonomi berjalan.


1. Struktur Ilmu Ekonomi

Jerome S. Bruner mengartikan struktur disiplin ilmu adalah sehimpunan dan pengorganisasian konsep dan generalisasi serta metode keilmuan yang khusus untuk menguji teori-teori pada setiap disiplin ilmu yang bersangkutan. Penguasaan terhadap struktur ilmu akan mempermudah bagi kita untuk memanfaatkannya dalam rangka pemecahan masalah yang kita hadapi.

Dibandingkan dengan ilmu-ilmu sosial lain, para ilmuwan ekonomi lebih kompak pendapatnya mengenai lingkup konsep-konsep dasar serta generalisasi yang dimiliki ilmu ekonomi ini. Karena itu, banyak istilah-istilah ekonomi yang mempunyai pengertian stándar (baku) sehingga tidak mudah menimbulkan salah faham. Misalnya terhadap konsep-konsep kelangkaan (scarcity), produksi, konsumsi, hukum permintaan penawaran, hukum penurunan hasil yang semakin berkurang. Terhadap konsep tersebut para ilmuwan ekonomi di mana pun berpendapat sama.

Dengan mengenali secara baik konsep-konsep dasar tersebut di atas maka sekarang tidaklah sulit untuk menyusun berbagai generalisasi di dalam ilmu ekonomi karena generalisasi adalah pernyataan hubungan antara berbagai konsep.

Berikut ini beberapa contoh generalisasi yang berguna untuk membantu dalam pemahaman ilmu ekonomi.
  • Konflik antara kebutuhan yang tidak terbatas dengan persediaan sumber yang terbatas mengharuskan manusia melakukan pilihan
  • Pilihan seseorang atau suatu masyarakat dipengaruhi oleh sistem nilai yang dimiliki, sedangkan sistem nilai sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi sosial budaya. Oleh karena itu, pilihan yang diambil juga dipengaruhi oleh keadaan sosial budaya yang ada.
  • Konsumsi bisa dilaksanakan berkat proses produksi.
  • Antara sesama warga suatu rumah tangga perekonomian dan juga antara rumah tangga satu dengan yang lainnya terdapat hubungan interdependensi.
  • Guna memenuhi kebutuhan yang beraneka ragam terjadi pembagian kerja dan kemudian pertukaran hasil produksi.
  • Uang merupakan sarana untuk memperlancar pertukaran. 
  • Barang siapa ikut serta dalam proses produksi akan memperoleh imbalan berupa sebagian dari hasil produksi.
  • Pajak merupakan sebagian pendapatan pemerintah, pada gilirannya pajak dapat dijadikan alat melakukan redistribusi pendapatan masyarakat.
  • Pemerintah memiliki peran semakin penting dalam sistem ekonomi pasar, baik sebagai konsumen maupun pencipta kesempatan kerja.
  • Jika semua konsumen mengurangi pembelian, perusahaan-perusahaan akan memperkecil kegiatannya dan akan terjadi banyak pengangguran.
Di dalam kehidupan manusia ini terdapat banyak gejala, dan gejala- gejala tersebut dapat ditinjau dari beberapa sudut, seperti sudut hukum, sosial, budaya, ekonomi dan sebagainya. Suatu ilmu selalu memandang alam ini dari satu segi saja. 

Dari sekian banyak gejala atau masalah yang terdapat di dalam masyarakat, kita hanya mengambil satu golongan gejala saja yang mempunyai tabiat yang sama dalam hal ini ialah gejala ekonomi. Kemudian kita selidiki bagaimana duduk persoalannya dan hubungan sebab akibatnya. 

Pada waktu mengadakan peninjauan, kita menetapkan suatu ukuran yang harus dipakai, yang disebut metode. Jadi, metode tidak lain adalah suatu skema, suatu rancangan kerja, untuk menyusun masalah yang satu macam itu menjadi satu sistem pengetahuan. 

Jadi, pada hakekatnya pengetahuan adalah merupakan kumpulan kesimpulan yang disusun menurut pola atau cara berpikir tertentu.


2. Metode Pendekatan

Disebutkan di muka bahwa, kecuali himpunan konsep dan generasilasi struktur ilmu ekonomi mencakup juga metode atau proses untuk menguji generalisasi sehingga membuahkan teori atau hukum yang bisa digunakan menjelaskan dan meramalkan peristiwa yang diselidikinya. 

Untuk maksud tersebut para ilmuwan ekonomi banyak menggunakan logika yang kemudian bisa dibedakan menjadi metode logika deduktif dan induktif.

a. Metode deduksi (metode apriori)

Merupakan metode yang digunakan dengan cara menarik generalisasi berdasarkan asumsi dasar atau aksioma yang sudah terbentuk melalui metoda lain. Dengan proses penalaran logika aksioma tersebut diterapkan pada kejadian tertentu untuk menguji kebenarannya.

Dalam buku berjudul An Outline of the Science of Political Economy (1863) Nassau W. Senior mengemukakan berbagai asumsi dasar yang umumnya digunakan oleh ilmuwan ekonomi masa itu, antara lain:

1) That every desires to obtain additional wealth with as little sacrifice as possible.

2) That the population of the world or in other words the number of persons inhabiting it is limited only by moral or phsycal evil or by fear of a deficiency of those articles of wealth which the habits of the individuals of each class of inhabitants lead them to require.

3) That the powers of labour and of the other instruments which produce wealth may be infinitly in creased by using their products as the means of further production;

4) That agricultural skill remaining the same additional labour employed on the land within a given district produces in general a less proportionate return or in other words that through with every increase of the labour bestowed the aggregate return is increased the increase of the return is not in proportion to the increase of the labour.



Metode deduktif juga disebut metode abstraksi karena permasalahan yang dihadapi disederhanakan lebih dahulu dengan menyampingkan hal hal yang tidak relevan karena itu bisa menjadi tidak sesuai dengan kenyataannya.

Metode deduksi ini juga biasa disebut metode analitis. Prinsip daripada deduksi adalah apa saja yang dipandang benar pada semua peristiwa dalam suatu kelas atau jenis, berlaku juga sebagai hal yang benar pada semua peristiwa yang termasuk di dalam kelas atau jenis itu. 

Bila sesuatu peristiwa termasuk di dalam kelas yang dipandang benar maka secara logika dan otomatis orang dapat menarik kesimpulan bahwa kebenaran yang terdapat di dalam kelas itu juga menjadi kebenaran untuk semua peristiwa yang khusus yang termasuk di dalam kelas tersebut. Jadi, cara deduksi bermula dari kesimpulan yang umum (abstrak) untuk mengambil kesimpulan terhadap soal-soal khusus (konkret).

Dalam perkembangan berikutnya metode ini dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu yang bersifat matematik dan non matematik. Metode deduktif matematik banyak menggunakan rumus atau model matematika dalam usahanya menyederhanakan persoalan yang rumit. 

Sering kali lambang atau rumus matematika hanya digunakan untuk proses penalarannya, sedangkan penarikan generalisasi dinyatakan dalam bentuk uraian kalimat. Hal ini dilakukan guna memberikan kejelasan berpikir bagi orang lain yang awam dengan rumus matematika. Cara berpikir deduktif penalaran sering menggunakan pola berpikir silogisme. Pola berpikir silogisme terdiri dari premise mayor, premis minor, dan konklusi.

Contohnya:
1) Setiap mahluk yang bernafas akan mati (premis mayor).
2) Manusia adalah mahluk yang bernafas (premis minor).
3) Maka, manusia akan mati (konklusi atau kesimpulan).

b. Metode Induksi

Bila di dalam metode deduksi kita bermula dari hal yang umum (abstrak) kepada yang khusus (konkret) maka sebaliknya di dalam metode induksi kita mulai dari khusus (konkret) kepada yang umum (abstrak). 

Metode induksi atau yang biasa disebut dengan metode empiris berangkat dari fakta-fakta yang khusus dan peristiwa-peristiwa yang konkret. Kemudian dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa yang khusus atau konkret itu ditarik generalisasi-generalisasi yang bersifat umum dengan ketentuan bahwa untuk peristiwa khusus dari mana diambil generalisasi itu harus ada kecocokan hakekat. 

Melalui cara demikian mereka berkeyakinan bahwa metode ini bersifat realistis karena yang ditelaah adalah peristiwa yang sebenarnya terjadi. Metode induktif bersifat konkrit karena membahas masalah sebagaimana adanya dan tidak dibuat-buat.

c. Metode sintesis

Kedua metode yang disebut terdahulu dalam penggunaannya secara terpisah mempunyai kelemahan-kelemahan yang serius, tetapi keduanya mempunyai unsur-unsur berharga jika dikawinkan, yang satu akan melengkapi yang lainnya. 

Metode yang terbaru dan modern adalah metode yang mengkombinasikan kedua metode tersebut. Di dalam metode ini penyelidik bolak-balik antara kutub-kutub induksi dan deduksi, seperti apa yang disebut oleh John Dewey dengan reflective thinkingnya.

Ilmu ekonomi termasuk ilmu sosial, karena itu dalam menetapkan suatu kaidah-kaidah atau hukum-hukum ekonomi tidak bisa melakukan eksperimen yang terkendali seperti dalam ilmu eksakta, karena yang menjadi objek dan subyek penelitiannya adalah masyarakat atau manusia. 

Di samping itu sebagai ilmu sosial, ilmu ekonomi memiliki kesamaan dengan ilmu sosial lain, yaitu terikat oleh ruang dan waktu. Oleh karena itu untuk menarik atau menetapkan kaidah diperlukan asumsi faktor-faktor lainnya konstan yang dalam ekonomi disebut Citeris Paribus. 

Contoh: Jika harga naik maka jumlah barang yang diminta turun, kaidah ini berlaku jika “faktor-faktor lain konstan”.

3. Perangkap Dalam Pemikiran Ekonomi

Dalam semua bidang ilmu ekonomi, yang lama maupun yang baru, beberapa perangkap terletak pada kelakuan ahli ekonomi. Bagian ini meninjau beberapa perangkap itu. Kegagalan untuk menjaga “hal-hal lainnya sama”

Sebagian permasalahan ekonomi melibatkan beberapa kekuatan yang saling berinteraksi pada saat yang sama. Sebagai contoh, jumlah penjualan mobil pada satu tahun tertentu ditentukan oleh harga mobil, penghasilan konsumen, harga bensin, dan lain-lain. 

Bagaimana kita bisa mengisolasi dampak suatu variabel tertentu – misalnya harga bensin – pada penjualan mobil?

Seperti kita lihat dalam pembahasan yang lalu, langkah kunci untuk mengisolasi dampak suatu variabal tertentu adalah menganggap hal yang lainnya tetap sama (citeris paribus). Artinya, variabel yang sedang kita kaji bisa diubah-ubah, sedangkan semua variabel yang lainnya dianggap tetap tidak berubah. 

Jika kita ingin mengukur dampak harga mobil atas jumlah mobil yang dibeli, kita harus meneliti pengaruh perubahan harga mobil, dan menganggap bahwa pendapatan konsumen, harga bensin, suku bunga, dan variabel lainnya tidak berubah – inilah arti “hal lainnya dianggap tidak berubah.”

Misalkan Anda tertarik untuk meneliti dampak kenaikan tajam harga bensin akibat krisis Teluk Persia terhadap penjualan mobil di musim gugur 1990. Analisis Anda akan rumit karena pada saat harga bensin naik, pendapatan riil konsumen turun. 

Akan tetapi, Anda harus mencoba mengisolasi pengaruh kenaikan harga bensin dengan memperkirakan apa yang terjadi jika hal lainnya tidak berubah. Jika Anda tidak meniadakan pengaruh perubahan variable lainnya, Anda tidak akan dapat mengukur dampak perubahan harga bensin secara tepat.

a. Kekeliruan Berpikir Post Hoc

Dalam melakukan pengkajian atau penelitian dalam ilmu ekonomi, hendaknya peneliti berhati-hati dalam merumuskan kesimpulan hasil penelitian. Jangan sampai melakukan kekeliruan. Kekeliruan yang sering dialami oleh para ilmuwan dalam melakukan penelitian di antaranya kekeliruan post hoc, kekeliruan komposisi dan munculnya unsur subjektivitas. 

Salah satu contoh kekeliruan yang paling biasa terjadi dalam menjaga faktor-faktor lain konstan adalah kekeliruan berpikir Post Hoc.

Kekeliruan Post Hoc yaitu bahwa kejadian A diobservasi sebelum kejadian B tidak membuktikan bahwa kejadian A mengakibatkan kejadian B. Bila kata “sesudah” dianggap mengandung arti “karena” maka inilah yang disebut kekeluruan post hoc. Post Hoc ergo propter hoc fallary = sesudah ini berarti karena itu.

Contoh: 
Florida memiliki angka kematian tinggi, diantara propinsi yang lain, maka tentunya sangat tidak sehat untuk hidup disana. Cara pemecahan dengan melihat faktor-faktor lain konstan .

b. Kekeliruan Komposisi

Pernah pada waktu menonton pertandingan sepak bola kita menyadari hal ini : penonton mulai berdiri agar bisa melihat dengan jelas permainan yang sedang menghangat; tetapi bila setiap penonton berdiri, maka ruang pandangan akan sama saja jeleknya dengan keadaan semula. Contoh ini mengandung arti bahwa apa yang benar bagi satu orang, tidak selalu benar untuk semua orang. Hal ini menggambarkan “kekeliruan komposisi”, dan dirumuskan sebagai berikut:

Kekeliruan komposisi terjadi bila sesuatu yang benar pada sebagian dan kemudian (hanya dengan pertimbangan itu ) dianggap benar pada keseluruhan.

Contoh:

Bila petani bekerja keras dan keadaan alam dan udara sangat baik sehingga bersama-sama memproduksi hasil pertanian yang sangat berlebihan maka seluruh pendapatan pertanian justru akan merosost.

Harga jual yang tinggi dalam industri dapat menguntungkan perusahaan- perusahaan, tetapi bila harga jual dari setiap barang yang dibeli dan dijual meningkat maka tidak akan ada manfaatnya.

Menabung bagi perseorangan baik, tetapi kalau seluruh masyarakat menabung, justru ekonomi akan tidak baik.

c. Subjektivitas

Barangkali hambatan terbesar untuk mengusai ilmu ekonomi timbul dari subjektivitas yang kita bawa dalam mempelajari dunia di sekitar kita. Kita kadang-kadang percaya bahwa tujuan penyelidikan kita adalahuntuk menguak suatu realitas objektif untuk mempelajari fakta dan hukum alam atau hukum ilmu ekonomi.

Teori merupakan alat yang sangat pokok dalam menyusun dan mengatur fakta. Dalam ilmu sosial fakta-fakta ilmiah dari setiap saat selalu berubah, sesuai dengan perkembangan. Oleh karena itu, bila kita mempunyai seperangkat prinsip-prinsip ekonomi yang baru kita akan memakai kenyataan dengan cara yang baru dan berlainan. 

Pengertian pokok ini akan membuat kita lebih tepat memahami tentang mengapa orang-orang yang hidup dalam satu planet ternyata bisa berbeda pemandangan secara mendasar.

Contoh: perbedaan antara paham Keynes dengan ilmu ekonomi makro klassik, antara ekonomi barat dan Komunis.

4. Alat Analisis

Tujuan dari pengajaran teori pada umumnya adalah inter alia, menunjukkan cara-cara untuk menangkap dan menyederhanakan serta memecahkan permasalahan yang dihadapi secara sitematis.

Untuk maksud ini di samping perlu uraian tentang konsep-konsep guna mencari hubungan sebab akibat (causal) atau interdependensi antara semua unsur-unsur yang terkandung dalam konsep itu secara verbal dipergunakan pula alat-alat analisis grafis dan matematis.

Sebuah diagram mungkin mampu menyajikan seluruh konsep-konsep yang apabila digunakan secara verbal memerlukan satu bab tersendiri. Demikian efisiensinya diagram sehingga penguasaan dan cara membaca diagram merupakan keharusan dalam pengajaran ilmu ekonomi yang justru merupakan ilmu yang menekankan efisiensi. 

Penggunaan diagram-diagram yang sederhana merupakan latihan yang baik untuk membiasakan diri terhadap alat yang efisien ini. Di samping alasan efisiensi, keunggulan diagram terletak pada daya visual yang efektif mempermudah dan memperpanjang waktu retensi konsep-konsep di dalam ingatan kita.

Kelemahan pokok dari diagram adalah bahwa dia hanya mempunyai dua dimensi. Karena itu kemampuannya untuk menjelaskan konsep hanya terbatas pada dua variabel saja yang skalanya masing-masing diukur pada sumbu absis dan ordinat. Untuk melengkapi kekurangan ini biasanya digunakan alat matematika.

Jadi, pemahaman dalam pengajaran ekonomi dengan cara tiga pendekatan, yaitu pendekatan teoretis, grafis dan matematis, sehingga mereka saling melengkapi terhadap pemahaman pengajaran tersebut.

Referensi:

  • Modul pembelajaran. Drs. H. Eeng Ahman, M.S. Yana Rohmana, S.Pd. http://repository.ut.ac.id/4094/1/PSOS4104-M1.pdf
  • Mankiw. (1998). Economics. The Dryden Press.
  • Senior. Nassau W. 1863.An Outline of the Science of Political Economy. (1965) REPRINTS OF ECONOMIC CLASSICS. New York: Augustus M. Kelley
  • Pratama Rahardja dan Mandala Manurung. (1999). Teori Ekonomi Mikro: Suatu Pengantar. Edisi Kedua. Jakarta: FEUI.
  • Samulson, PA. (1985). Ekonomi . Jakarta: Erlangga.
  • Stonier, AW. (1984). Teori Ekonomi . Jakarta: PT Ghalia Indonesia. 
  • Suherman Rosyidi. (1994). Pengantar Teori Ekonomi. Edisi Keenam. Surabaya: Duta Jaya Printing.
×
Artikel Terbaru Update